Aku Mimpi Ayah (2)

in #story6 years ago (edited)

Cerita sebelumnya DI SINI

**


HUJAN semakin berdera-dera. Kerasnya angin membuat jendela rumah berderit-derit tak beraturan. 

Mata Ayah memerah seolah ingin melahap lelaki itu bulat-bulat. Amarah seakan menembus tengkorak kepalanya. Ibu berdiri di sudut ruangan. Barukali ini kulihat wajahnya pias. Mungkin ketakutan bila Mulaki tewas di tangan Ayah, terlebih Ayah telah menggenggam golok besar. 

Namun, Mulaki lebih layak disebut pendekar. Ayah lawan yang terlalu biasa dimatanya. Tanpa perlawanan lelaki penuh nafsu itu menghunus Ayah hingga terkapar. Aku meraung-raung seperti bocah ketakutan melihat setan. Kugenggam golok yang tertancap diperutnya. Ibu memekik hebat mengundang tetangga berdatangan. Walau hujan suaranya menguasai malam. 

Ramai yang datang dan mata mereka menatap seperti tak yakin. Bertanya sambil menduga mereka menyebut aku sebagai pembunuh Ayah. Dan gilanya Ibu membenarkan itu. 

Mulaki tanpa berdosa turut menangisi tubuh Ayah walau kulihat ia tak mampu membunuh ketakutan. Warga menghujat berapi-api. Aku berusaha untuk menjelaskan perkara ini, tapi terasa sukar. Kesulitan untuk memulai darimana. Terlebih muka beringas warga kampung serta hujatan yang tak kunjung reda membuatku kegalapan. 

Terlanjur cepat Ibu berubah sesosok malaikat di mataku. Dengan mata sembab ia meminta agar masalah ini tak diselesaikan secara hukum dan tak perlu diperbesar-besarkan. Ia ingin menyelesaikan secara kekeluargaan, walau alasan itu membuat warga sedikit mengernyit. 

Namun, kelincahan lidah Ibu menggubah cerita indah membuat warga mafhum dan berlalu begitu saja. Di mana petang-petang telah tenggelam di balik bukit, serta angin tak lagi berdepa-depa. Di namaku telah tersemat pembunuh. Sedangkan Ibu dengan leluasa bersama Mulaki dan mengganggapku seperti angin semilir. 

Lepas itu, Ayah menjadi momok menakutkan dalam mimpiku. Saban malam mengunjungi dalam mimpi dengan wajah mengerikan. Aku ketakutan. Tidurku tak tenang. Berulang-ulang ia hadir. Dan yang paling memuakkan aku tak mampu menjelaskan duduk pekaranya kepada Ayah. 

Bibirku kelu. Sukar untuk berujar. “Mengapa kau tak mengusir lelaki itu?! Kamu takut…”

“Usir lelaki itu dari rumah ini!!” 

“Jangan menjadi lelaki lemah, usir dia!!” 

Dengan mata kuyu berjubah putih ia selalu hadir. Aku ketakutan. Menjerit dalam mimpi hingga terbawa ke alam nyata. 

Dan biasanya Ibu menghujatku, bahkan memercik air ke muka hingga aku terjaga, “Kamu selalu ribut! Apa yang kamu mimpikan?!” tanyanya.  


 *** 

Sepi merangkul rumah. Sudah beberapa hari Mulaki tak datang. Aku tak begitu peduli sebab itu bukan urusanku. Suara cakapan tak kudengar malam ini. Ibu hanya sendiri, hingga kuyakini sebuah ketukan terdengar nyaring. Ketukan tengah malam yang membuatku bertanya, siapa di luar sana? Malam larut seperti ini jarang yang ingin bertamu. 

Suaranya semakin menderas keras. Kutunggu beberapa saat berharap Ibu terbangun untuk membuka pintu. Mungkin saja Mulaki datang setelah berjanji dengan Ibu. 

Namun, ketukan itu semakin keras membuatku tak sabar. Untuk apa lelaki itu datang tengah malam begini? Kembali terngiang perkataan Ibu sudah-sudah, “Jika Mulaki datang lekas buka pintu. Persilahkan ia masuk, tak masalah jika larut malam”. 

Aku tak ingin diguyur amarah atau tempeleng pedas dari tangannya yang tak pernah mengurusi rumah. Bergegas aku memberanikan diri. Ketika ketukannya semakin keras, aku semakin tergesa. Tanpa perlu menyibak tirai, cepatku memutar kunci. 

Kagetku berubah ketakutan. Lelaki yang ingin kuhindari, kini hadir di depanku! 

Mata kuyu berjubah putih itu hanya diam tanpa ekspresi. Aku mati langkah. Peganganku melemah. Aku gemetar.   

Perlahan dia berlalu tanpa melirikku. Masuk ke kamar Ibu yang berjarak tak jauh dari pintu masuk. Berselang menit kemudian, kudengar Ibu berteriak tak karuan. 

Perasaanku berubah. Dan bersegera ingin tidur. [Tamat]


Coin Marketplace

STEEM 0.19
TRX 0.12
JST 0.028
BTC 65160.59
ETH 3545.92
USDT 1.00
SBD 2.43