SEC19 W4: “The brands that shapes my style”

Saya ingin menyampaikan perspektif saya terhadap topik ini dan mungkin latar belakang serta argumentasi dan rasionalitas dari perspektif itu.

Keindahan adalah impian semua orang, begitu juga dengan kenyamanan. Keindahan dan kenyamanan bisa saja bersatu pada suatu hal, bisa saja tidak. Artinya yang tampak indah atau bagus, bisa saja tidak memberikan kenyamanan.

Indah/bagus dan nyaman sendiri terkadang bisa diperoleh dengan mudah tanpa harus mengeluarkan banyak biaya. Dan terkadang hanya bisa diperoleh dengan harus merogoh kocek yang lebih dalam.

Dan satu hal lagi yang terpenting adalah kualitas. Barang-barang yang branded memiliki kualitas yang unggul karena proses pembuatannya dilakukan sedemikian rupa dengan menggunakan bahan pilihan, sehingga konsekuensinya adalah harga yang mahal.

Nah, pada titik inilah kita sebagai konsumen harus menggunakan rasionalitas untuk menyikapinya. Apakah barang-barang yang branded itu cocok atau sesuai dengan kondisi keuangan kita.

Jangan-jangan kondisi keuangan kita tidak kompatibel dengan gaya hidup mewah. Atau ada hal lain yang harus menjadi prioritas seperti pendidikan bagi anak-anak dan lain-lain dibandingkan hanya untuk sekedar mengejar branded.

Sesekali membeli barang yang bagus sebagai hadiah untuk pasangan sebagai ungkapan cinta dan sayang kita, ya bolehlah. Asalkan masih terjangkau dan masih rasional.

^{Jam tangan merk Alexandre Christie, hadiah untuk pasangan.}

Agama Islam sendiri telah memberikan panduan untuk jangan berlebih-lebihan dan jangan menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang tidak penting. Toh, yang kita bawa mati hanyalah beberapa lapis kain putih (kain kafan) saja.

"Sesungguhnya mereka sebelumnya hidup bermewah-mewah. Dan mereka terus menerus mengerjakan dosa besar." Surat Al-Waqi'ah ayat 45 dan 46.

Dalam Alquran, orang yang hidup berlebih-lebihan atau bermewah-mewahan disebut dengan Ashhabusy-Syimâl sebagai golongan penghuni neraka. Na'uzubillah tsumma na'uzubillah...

Dalam budaya Aceh, ada panduan yang disampaikan oleh orang-orang terdahulu yaitu : Ngui beulaku teuboeh, pajoeh beulaku atra. Jak beulaku linggang, pinggang beulaku ija. Artinya segala sesuatu itu disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi kita.

Berdasarkan hal tersebut diatas, saya memandang bahwa hidup harus berdasarkan rasionalitas dan panduan agama, termasuk dalam memilih pakaian, dan barang-barang yang kita gunakan sehari-hari.

Sehingga secara pribadi saya menyebut diri saya sebagai pendukung MEREK YANG TIDAK BERMEREK.

Bagi saya, yang sangat penting adalah kenyamanan dan harga yang terjangkau serta kualitas yang sepadan dengan budget yang saya keluarkan (bersifat relatif).

Saya bukanlah pemburu merek karena berdasarkan pertimbangan rasionalitas diatas. Yang penting enak dipakai sesuai kebutuhan, dan tidak membebani keuangan saya atau mengorbankan kepentingan yang lebih utama.

Sebagai contoh, untuk handphone saya menggunakan merk OPPO dengan harga yang relatif terjangkau, tetapi bisa memberikan atau memenuhi kebutuhan saya dalam bekerja yang menggunakan handphone.

^{Kami pengusung Handphone sejuta umat, merk OPPO. Abaikan tampilan spring bednya, ya!☺️}

Satu lagi alasannya adalah karena adik kandung saya merupakan salahsatu supervisor di OPPO, sehingga kami sering bisa memperoleh edisi OPPO yang baru dengan harga promo yang lebih murah.

Kalo merujuk pada salahsatu orang terkaya dunia (Warren Buffett), ia hanya menggunakan handphone murah selama bertahun-tahun sebelum akhirnya menggunakan smartphone Apple pada tahun 2020.

Begitu pula dengan barang-barang yang lain semisal notebook, printer, pakaian, mobil dan barang-barang lainnya, saya lebih mementingkan kegunaan dan harga yang terjangkau daripada hanya sekedar merk.

^{Mobil kami, merk NISSAN Grand Livina XV 1,5 M/T keluaran tahun 2012.}

Saya tidak mendukung perilaku hidup mewah karena hal ini sering menimbulkan dampak yang tidak baik.

Terlalu banyak orang menghabiskan uang yang tidak mereka peroleh untuk membeli barang-barang yang tidak mereka inginkan untuk mengesankan orang yang tidak mereka sukai." - Will Rogers

Contohnya bisa dilihat dengan banyaknya kasus korupsi yang dilakukan oleh para pejabat untuk membiayai gaya hidup hedon keluarganya (anak dan istrinya) yang suka melakukan Flexing di medsos.

Jangan menabung apa yang tersisa setelah dibelanjakan, tetapi habiskan apa yang tersisa setelah menabung.- Warren Buffett

Warren Buffett yang merupakan salahsatu orang terkaya di dunia yang memiliki total harta US$108,6 miliar (Rp1.661,58 triliun) pun lebih menikmati hidup sederhana, hemat, dan dermawan.

Dia tetap tinggal di rumah yang sama yang dibelinya pada tahun 1958, memulai hari dengan sarapan murah, mengendarai mobil sederhana yaitu Cadillac XTS yang dibeli pada tahun 2014, menikmati hobby yang terjangkau (bermain bridge), memperlakukan teman-temannya dengan baik, tetapi tidak berlebihan serta menghindari pengeluaran yang tidak perlu.

Overall, saya memandang brand sebagai sesuatu yang harus disesuaikan dengan kondisi kita, karena sebenarnya ada pesan dan kesan yang ingin disampaikan melalui apa yang kita gunakan atau kita pakai.

Sejatinya kesan itu adalah original dan apa adanya kita. Bukan hanya citra dan kamuflase saja. Yang terpenting adalah kualitas kita secara keseluruhan (skill, pengetahuan, moral, etika dan lain-lain).

Dan saya bangga dengan apapun kondisi serta capaian saya hari ini karena memang itulah adanya saya. No tipu-tipu, no pansos dan no pencitraan. Apalagi saya tidak sedang "nyaleg" atau berambisi menjadi pejabat.... 😅

^{Saya, apa adanya. Bukan ada apanya.}

Itulah gaes, partisipasi saya kali ini pada kontes Minggu keempat SEC Season 19, dengan tema The brands that shapes my style. Stay Healthy and Fun, Ciao....!

Regards

@alee75

ABOUT ME