Taman Mungil Ku Untuk Mu
Ulat kecil berwarna hijau kekuningan dengan dua buah garis merah sejajar di punggungnya, merangkak perlahan seperti bayi di taman kecil sudut rumah ku. ia bayi yang sangat lambat dalam merangkak. Cahaya pagi yang sangat cerah menyinari punggungnya.
Perlahan merangkak dari tanah ke tanah, dari batu ke batu, lalu ia memanjat tanaman hias kesayangan ku. Memanjat dari dahan ke dahan, dari ranting ke ranting, hingga ia temukan daun kering dan diam disana, ia seperti sedang ketakutan dan bersembunyi. Ku perhatikan kegelisahannya, dia bergeser perlahan saat sinar matahari pagi mendekatinya. Apakah ia takut pada cahaya matahari pagi?, Bukankah cahaya matahari pagi itu menyehatkan?. Namun aku tak peduli dan ku biarkan ia tetap diam disana.
Sore harinya aku melihat si ulat sudah berada pada tunas hijau muda tanaman hias kesayangan ku ini dan hanya ada satu tunas dari dua tunas sebelumnya. Tanpa rasa bersalah ia terus mengunyah daun yang satunya lagi tanpa menoleh sedikitpun.
Aku sangat kesal pada si tukang ngunyah ini. Ingin rasanya ku ambil ranting patah, mencongkelnya dari daun ku dan ku lempar jauh-jauh.
Lalu tiba-tiba ia menoleh ke arah ku dengan perlahan, sangat perlahan. Mukanya sangat lesu, matanya yang berbinar kecil dan tubuh mungilnya membuat ku begitu kasihan. Ku biarkan ia menghabiskan daun muda itu. Lagi pula nanti akan tumbuh tunas baru lagi.
Keesokan paginya saat baru bangun tidur aku jadi berprasangka. Jangan-jangan si ulat sudah menghabiskan seluruh daun tanaman hias kesayangan ku. Cepat-cepat aku keluar tanpa mencuci muka terlebih dahulu.
Aku sangat senang melihat daun-daun lainnya masih seperti semula. Bahkan daun yang ia makan terakhir saat sore hari ku lihat, masih ada sisa sebagian.
Aku tersenyum lebar saat melihat ada sebuah bongkahan bulat agak panjang diranting tanaman hias ku. Dan aku sangat yakin bahwa itu adalah kepompong. Aku berharap ia akan menjadi kupu-kupu cantik yang akan menghiasi taman kecil ku. Ku biarkan ia berkembang mempercantik dirinya disana.
Sore hari aku langsung menjenguk, apakah kepompong sudah terbuka. Namun tak ada perubahan disana. Aku terlalu tergesa-gesa untuk kupu-kupu ku ini.
Pagi hari setelah bangun tidur tanpa mencuci muka terlebih dulu aku langsung bergerak menuju taman mungil disudut rumah ku. Aku sudah tak sabar melihat kupu-kupu terbang bebas ditaman mungil ku. Namun bongkahan yang agak bulat berwarna coklat itu masih tetap sama disana. Tak ada perubahan sama sekali.
Sudah lebih satu minggu aku menunggu ia keluar namun sepertinya ia masih nyaman tidur didalam sana.
Sudah tak ingat lagi ini pagi keberapa aku menjenguknya, dan kali ini aku sangat senang. Ada retakan mulai dari tengah hingga bawah cangkang. Tampak berwarna kuning dan ada seperti bintik merah disana, ku yakin itu sayap indahnya. warna dasarnya yang dulu hijau tak tampak, mungkin karna cangkangnya belum terbuka.
Aku kembali melakukan aktivitas sehari-hari ku. Seperti biasanya sore hari baru kembali. Sesampai di rumah, aku langsung melangkah ke taman mungil sudut rumah ku. Ku lihat cangkangnya sudah terbelah dua. Perlahan ku mendekat mengamati cangkang tersebut. Cangkang itu sudah kosong, ia sudah keluar.
Aku berkeliling melihat seluruh isi taman. Ada banyak bunga disana. Pasti ia sangat lapar setelah sekian lama terkurung didalam cangkang yang sangat sempit dan sedang menikmati manisnya sari bunga ditaman ku.
Tak luput satu tanaman pun aku mencarinya, namun ia tak juga terlihat. Ku perhatikan disekeliling ku, pada pohon-pohon tinggi, kabel-kabel listrik. Namun ia seperti menghilang. Perasaan ku sungguh tak menentu. Ia pergi begitu saja setelah lama ku nanti.
Setiap pagi ku kunjungi taman mungil ku, berharap ia kembali. Namun ia seperti tak peduli ataupun mungkin ia tak mengerti akan penantian.
Terkadang aku bertanya dalam hati "haruskah aku melupakannya atau aku harus membangun taman ku lebih besar dan lebih indah"