The Secret Life of Mara # 7

in #writing6 years ago

“Sudah, jangan dipikirkan sekarang. Bukan hal penting. Kalau kamu sudah tenang, ayo kita temui Ayah kamu.”

Mara mengeluarkan nafas. Tadi rupanya dia lupa bernafas saking kagetnya. Hatinya terasa lebih lega. Firman akan selalu mendampinginya? Apakah dia tidak salah dengar?

Tapi berkali-kali melihat senyum Firman, menguatkan perkiraannya.Tanpa bisa ditahan, hatinya bernyanyi riang.

Tepat seperti yang diduganya, Ayah berusaha nampak sehat dan ceria. Walau wajahnya hampir tertutup perban. Mara tersenyum lebar. Kalau Ayah yang kesakitan saja bisa sekuat ini, dia tidak mau kalah sama Ayah.

Mara berdiri. Mengambil rok biru yang dibelikan Pakde Parman dua tahun lalu saat lebaran, karena dia jadi juara umum. Sudah pendek. Panjangnya hanya sampai setengah betis. Untung saja tubuhnya tetap kurus, jadi rok masih bisa dipakai.

Dia akan mengenakan kaos kaki panjang. Dan sepatu kulit hitam, hadiah dari Bu Supinah, yang hanya digunakannya saat mengikuti berbagai lomba. Memutuskan atasan putih terbaiknya, menjadi pasangan yang pas dengan rok itu.

Mara menyisir rambut panjangnya yang lurus. Hari ini dia akan menggerai rambut. Biasanya dia selalu mengikat rambut dengan model kuncir kuda. Setelah berkaca berkali-kali, dia langsung berangkat.

Untunglah tidak ada orang di rumah. Dia tidak perlu mengatakan kemana dia akan pergi. Pasti tidak akan memakan waktu lama. Mara bergegas berjalan dengan senyum terkulum. Bunga matahari yang ditanam Mama, banyak yang mekar hari ini. Pasti bunga matahari ini, yang terindah di dunia, pikir Mara takjub.

Tempat yang dipilih Firman, tidak terlalu jauh dari jalan raya. Namun jarang dilewati orang. Belum lama dia sampai di tempat yang dijanjikan, dari kejauhan terlihat Nida naik motor menuju ke arahnya. Kening Mara sedikit mengernyit, ketika Nida berhenti di depannya.

Mata Nida bengkak. Wajah cantik yang biasa tersenyum, nampak marah.
Tubuh Nida yang mungil dan langsing berdiri dengan tangan di pinggang.

“Dasar teman tidak tahu diuntung,” teriak Nida dengan jari telunjuk mengarah ke wajah Mara. “Tega-teganya kamu merebut pacar orang!”

Mara terpengarah. Belum sempat dia mengatakan sesuatu, teriakan Nida kembali terdengar.

“Kamu kan tahu, selama bertahun-tahun aku selalu ngejar-ngejar Firman. Puluhan laki-laki sudah aku tolak, karena aku cinta Firman. Kenapa kamu nusuk aku dari belakang?” Tangan Nida melayang ke pipi Mara.

Tanpa sadar Mara balas menampar Nida.

“Kurang ajar!” teriak Nida histeris. Tangannya merenggut rambut Mara. “Dasar orang kampung. Kamu pikir selama ini, kamu pantas berteman dengan aku. Kalau bukan gara-gara Firman yang suka nanya-nanyain kamu, aku engga bakalan sudi berteman denganmu.”

Sakit di kulit kepala Mara karena rambutnya dijambak Nida, tidak sesakit hatinya, mendengar kata-kata Nida. Jadi selama ini, persahabatan yang diulurkan Nida, bukan karena Nida menyukainya.

Mara balas menjambak rambut Nida. “Nida, lepasin rambut aku!”

“Tidak akan! Dasar perempuan jahat! Tukang rebut pacar orang!”

Lengan Mara yang terbiasa melempar bola basket dari jarak tiga meter segera bereaksi. Nida menjerit kesakitan. Nida yang gemulai bukan tandingannya. Tapi bekas sahabatnya itu sangat histeris. Tenaganya seperti berlipat ganda. Mereka bergulingan dengan tangan masih saling menjambak.

“Nida! Nida! Ya Allah!” samar-samar terdengar teriakan seorang wanita, dari kejauhan.

Mara merasa tangannya di rambut Nida, dengan paksa dilepaskan.

“Berhenti kamu! Dasar anak perempuan jahat! Anak tidak tahu diuntung! Jangan berani-berani sakitin Nida!”

Tangan Mara dengan berat hati melepaskan rambut Nida.

Jangan lupa bahagia

Bandung Barat, Jumat 29 Juni 2018
Salam

Cici SW

Source : 1, 2

Coin Marketplace

STEEM 0.20
TRX 0.15
JST 0.029
BTC 64440.63
ETH 2653.79
USDT 1.00
SBD 2.80