Should Outline Before Writing? | Perlukah Outline Sebelum Menulis? | #AyoMenulis_03
BANYAK panduan menyarankan untuk menyiapkan sebuah outline sebelum menulis sebuah novel. Outline dipandang sebagai bagian yang sama pentingnya untuk menyelesaikan keseluruhan cerita. Bahkan ada yang berpendapat, jika sudah menyusun outline dengan bagus, artinya kita sudah menyelesaikan 80 persen tulisan. Benarkah?
Jika membaca buku “Proses Kreatif, Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang” yang merangkum proses kreatif puluhan pengarang lintas generasi mulai jilid pertama sampai terakhir, kita akan menjumpai setiap penulis mempunyai cara berbeda, termasuk dalam memperlakukan sebuah outline. Ada penulis yang menganggap outline penting dalam menulis novel yang notabene lebih panjang dari jenis tulisan lainnya.Namun, ada juga yang langsung menulis tanpa membutuhkan sebuah outline, termasuk dalam menuliskan sebuah novel.
Sebenarnya, seberapa pentingkah sebuah outline?
Outline atau kerangka atau ringkasan atau panduan umum, dibutuhkan untuk panduan dalam penulisan novel. Dalam outline, kita sudah mengetahui secara garis besar kisah per bab, mulai dari bab pertama sampai selesai. Bagus tidaknya sebuah novel bisa terlihat dari outline-nya. Beberapa referensi menyebutkan outline juga membuat kita bisa mempertahankan “emosi” cerita dari awal sampai akhir. Ada kalanya, seorang penulis terlalu jor-joran di bab-bab awal, lalu keteteran di bab pertengahan atau bab akhir. Novel yang menarik mampu mempertahankan kontruksi emosi pembaga tetap terjaga sejak awal sampai akhir.
Outline juga membantu penulis untuk menghindari hambatan dalam penulisan atau written block (masalah ini, akan kita diskusikan dalam bab berikutnya). Menulis novel yang membutuhkan napas panjang, harus dipandu dengan outline agar penulis fokus, tidak keluar dari jalur. Sering terjadi, ketika sudah menulis outline, di tengah jalan kita menemukan sebuah ide baru yang kelihatannya lebih cemerlang. Kalau mengubah outline, kita harus merevisi kisah yang sudah ditulis, barangkali mengganti, menambah atau mengurangi karakter penokohan. Sedangkan kalau tidak mengubah, kita terlalu sayang dengan ide baru tersebut.
Nah, bagaimana menghadapi situasi ini?
Seorang teman penulis novel yang sama-sama diundang ke Ubud Writer and Reader Festival (UWRF) 2012, Guntur Alam, mengaku sering menghadapi situasi demikian. Ia tidak mempunyai pilihan standar dalam mengatasi kondisi tersebut. Kalau ide baru itu relevan dengan cerita yang sudah ada, ia menggunakan ide tambahan tersebut untuk memperkuat kisah yang sudah ditulis. Kalau tidak, meski idenya sungguh luar biasa, maka ia memilih untuk mencatat ide itu tetapi tidak digunakan dalam kisah yang sedang ditulis. Barangkali ide itu bisa menjadi cerita tersendiri. Dengan mencatat, kita mengikat ide itu agar tidak terlupakan.
Karena menulis novel membutuhkan waktu lama, sangat dimungkinkan adanya ide-ide baru yang “mengganggu” ide dasar. Kita sering tergoda untuk mengubah cerita. Saran sering berdamai dengan kondisi demikian dengan mencatat semua ide baru yang masuk dan mencari relevansinya dengan cerita yang sedang saya tulis. Untuk tulisan yang lebih pendek seperti cerpen, saya memilih untuk menulis cerita lain karena konflik dalam sebuah cerpen biasanya tunggal.
Apakah kita bisa menulis novel tanpa harus didahului dengan outline? Tentu saja bisa. Semuanya tergantung kebiasaan masing-masing. Kalau boleh berbagi pengalaman, novel Alon Buluek (2005) yang pernah menjadi juara 3 Lomba Novel Nasional Grasindo – Radio Nederlan, saya tulis tanpa menggunakan outline. Namun, untuk semua novel lain saya membutuhkan outline sebagai panduan, meski dalam prakteknya saya memperlakukan outline secara elastis. Artinya, selalu terbuka ruang untuk menulis cerita yang berbeda dengan outline kalau pilihan itu memperkuat keseluruhan cerita. Kalau dengan outline membuat kita terkekang, tidak bebas berimajinasi, mengapa harus memaksakan diri? Tapi ingat, penulis lain tidak sependapat dengan prinsip ini dan itu sah-sah saja. Setiap penulis memiliki metode masing-masing. Temukan metodemu sendiri dan itulah yang terbaik.
Salah seorang penulis yang saya sukai, Haruki Murakami, dalam sebuah artikel mengaku tidak menulis outline termasuk untuk novel 1Q84 yang dahsyat itu. Menurutnya, outline sudah ada dalam kepala sebelum ditulis. Haruki mengandung ide itu hingga matang sebelum menuliskannya. Jadi, kisah yang lahir bukanlah sebuah karya instan. Mau meniru Haruki? Sebaiknya mengembangkan metode sendiri.
Kalau baru memulai sebuah novel, baiknya sih memulainya dengan outline. Seperti orang yang hendak berjalan jauh, lebih baik ia menyiapkan bekal agar lancar dalam perjalanan. Seperti kata orang bijak, bila disediakan waktu 10 jam untuk menebang pohon, gunakan 8 jam untuk mengasah kapak. Sisa waktu 2 jam digunakan untuk menebang. Jadi, outline adalah peta atau proses mengasah kapak agar tajam.
Kalau menulis blog seperti di Steemit, membutuhkan outline atau tidak? Masing-masing Steemians pasti memiliki formula sendiri. Formula ini kita temukan dengan pergelutan yang terus-menerus, melalui sakit, dan kedisiplinan. Kalau baru mulai menulis setahun dua tahun, sulitlah mendapatkan lailatulaqadar tiba-tiba memiliki sebuah formula yang bisa menghasilkan tulisan keren dalam sekejap.
Tulisan di blog yang hanya beberapa paragraph tentunya tidak membutuhkan outline karena semua yang ditulis sudah tergambar di kepala. Tapi bila bingung mau menulis apa dan bagaimana, tak ada salahnya mencoba dengan outline meski tulisannya pendek. Setidaknya Steemians tidak meraba-raba dan hanya menatap layar monitor selama berjam-jam.
Dalam memberi tugas kepada mahasiswa, saya sering meminta mereka membuat kerangka tulisan dalam bentuk mind map atau pemetaan pemikiran. Konsep menulis yang dikembangkan Tony Buzan itu sangat membantu dalam membuat kerangka karangan. Saya membaca buku pintar Mind Map Tony Buzan yag diterbitkan Gramedia Pustaka Utama (2007) berulang-ulang ketika mentok dalam menulis. Memang tidak selalu mendapatkan jalan keluar, tetapi itu menjadi salah satu pilihan.
Silakan mencoba…!
English:
Should Outline Before Writing?
By @ayijufridar
MANY guides suggest to set up an outline before writing a novel. Outline is seen as an equally important part of completing the whole story. Some even argue, if it has compiled a good outline, it means we have completed 80 percent of writing. Is it true?
If you read the book "Creative Process, Why and How I Make Up" that summarize the creative process of dozens of authors across generations from the first to the last volume, we will see each author having different ways, including treating an outline. There are authors who consider an important outline in writing a novel that in fact is longer than other types of writing. However, there is also a direct write without requiring an outline, including in writing a novel.
Actually, how important is an outline?
An outline or framework or summary or general guide, is needed for guidance in novel writing. In the outline, we already know the outline of the story per chapter, from the first chapter to the end. Whether or not a novel can be seen from the outline. Some references mention outlines also make us able to retain the "emotion" story from beginning to end. Sometimes, a writer is too jorulous in the early chapters, then slump in the middle chapter or final chapter. Interesting novels are able to maintain the emotional construction of the guard is maintained from start to finish.
Outline also helps writers avoid obstacles in writing or written block (this issue, we will discuss in the next chapter). Writing a novel that takes a deep breath, should be guided by the outline for the author to focus, not out of line. It often happens when we write outline, in the middle of the road we find a new idea that looks more brilliant. If you change the outline, we should revise the story already written, perhaps replace, add or subtract characterizations. While if not change, we are too dear to the new idea.
Well, how to deal with this situation?
A friend of the same novel writer who was invited to Ubud Writer and Reader Festival (UWRF) 2012, Guntur Alam, admitted often faced with such situation. It does not have a standard option in overcoming the condition. If the new idea is relevant to an existing story, it uses the additional idea to reinforce the story already written. Otherwise, even though the idea is extraordinary, he chooses to record the idea but is not used in the story being written. Perhaps the idea could be a story of its own. By taking notes, we bind the idea in order not to be forgotten.
Because writing a novel takes a long time, it is possible to have new ideas that "disturb" the basic idea. We are often tempted to change stories. Suggestions often reconcile with such conditions by keeping track of all new ideas coming in and searching for relevance to the story I am writing. For shorter writing like short stories, I chose to write another story because of the conflict in a single story usually singular.
Can we write a novel without having to be preceded by an outline? Of course, I can. It all depends on each other's habits. If allowed to share the experience, Alon Buluek (2005) novel ever won 3rd National Grasindo Novel Competition - Radio Nederlan, I write without using outline. However, for all other novels I need an outline as a guide, although in practice I treat outlines elastically. That is, always open space to write a different story with an outline if that choice reinforces the whole story. If the outline makes us unfettered, not free to imagine, why must push yourself? But remember, other authors disagree with this principle and that's fine. Each author has their own method. Find your own method and that's the best.
One of the authors I like, Haruki Murakami, in an article claimed not to write an outline included for the powerful 1Q84 novel. According to him, outline already in the head before written. Haruki conceived the idea well before writing it down. So, the story that was born is not an instant work. Want to imitate Haruki? We recommend developing your own method.
If you're just starting a novel, it's good to start with an outline. Like someone who wants to walk a lot, he better prepare supplies to be smooth on the way. As the wise man says, if 10 hours is available to cut the tree, use 8 hours to sharpen the ax. The remaining 2 hours is used for cutting. So, the outline is a map or sharpening process of sharp ax.
If you write a blog like in Steemit, need an outline or not? Each Steemians must have their own formula. This formula we find with continuous wrinkling, through pain, and discipline. If you just start writing a year two years, it is difficult to get lailatulaqadar suddenly has a formula that can produce cool writing in an instant.
Posts on blogs that are only a few paragraphs certainly do not require an outline because everything written is drawn in the head. But if you are confused to write what and how, there is no harm in trying to outline even though the writing is short. At least the Steemians did not fumble and just stared at the screen for hours.
In assigning assignments to college students, I often ask them to create a writing frame in the form of mind maps or mapping thoughts. The concept of writing developed by Tony Buzan is very helpful in making the framework essay. I read the book of Mind Map Tony Buzan that published Gramedia Pustaka Utama (2007) repeatedly when stuck in writing. It does not always get the way out, but it becomes one of the options.
Please try it...!
I Like You're Post @ayijufridar
Thanks a lot for your support: comment and upvote. Saleum...
You're Welcome @ayijufridar
post yang sangat bermanfaat @ayijufridar
Terima kasih atas komentar dan upvote-nya. Semoga bermanfaat... saleum.
sama-sama @ayijufridar saleum
Tulisan indah, saran terbaik untuk di ikuti oleh tiap penulis.
Mari kita jadikan sebagai media untuk saling berdiskusi untuk menambah wawasan dan keterampilan menulis. Terima kasih @husaini.
Terima kasih telah berbagi @ayijufridar ,Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua :D
Sama-sama, @levycore. Terima kasih juga atas dukungannya selama ini.