Asal Mula Emas Tugu Monas Jakarta / The Origin of Gold Monument Monument Jakarta

in #wraiting7 years ago

Tugu Monas



[sumber]()

Teuku Markam, salah seorang saudagar Aceh yang pernah menjadi orang terkaya di Indonesia. Dia menyumbang 38 kilogram emas untuk puncak Tugu Monumen Nasional (Monas). Kejayaannya runtuh pada masa Orde Baru. Teuku Markam merupakan salah satu saudagar Aceh yang sukses dimasanya. Ada 38 kilogram emas yang dia sumbangkan untuk membalut puncak Tugu Monas Jakarta, yang merupakan simbol kebesaran Indonesia. Masyarakat hanya mengetahui, emas tersebut memang benar sumbangan saudagar Aceh. Namun, tak banyak yang tahu, kalau Teuku Markamlah yang dimaksud. Itu baru segelintir karya Teuku Markam untuk kepentingan negeri ini. Karya lainnya, ia pun ikut membebaskan lahan Senayan untuk dijadikan pusat olah raga terbesar Indonesia. Tentu saja banyak bantuan Teuku Markam lainnya yang pantas dicatat dalam memajukan perekonomian Indonesia di zaman Soekarno, hingga menempatkan Teuku Markam dalam sebuah legenda. Di masa Orde Baru (Orba), karyanya yang terbilang monumental adalah pembangunan infrastruktur di Aceh dan Jawa Barat. Jalan Medan-Banda Aceh, Bireuen-Takengon, Meulaboh, Tapaktuan dan lainnya adalah karya dari Teuku Markam yang didanai Bank Dunia. Sampai sekarang, jalan-jalan itu tetap awet. Teuku Markam pernah memiliki sejumlah kapal, dok kapal di Jakarta, Makassar, Medan, Palembang. Dia tercatat sebagai eksportir pertama mobil Toyota Hardtop dari Jepang. Usaha lain adalah mengimpor plat baja, besi beton sampai senjata untuk militer. Mengingat perannya yang begitu besar dalam kancah bisnis dan perekonomian Indonesia, Teuku Markam pernah disebut-sebut sebagai anggota kabinet bayangan pemerintahan Soekarno. Peran Teuku Markam menjadi hancur dan runtuh seiring dengan berkuasanya pemerintahan Soeharto. Ia ditahan selama delapan tahun dengan tuduhan terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI). Harta kekayaannya diambil alih begitu saja oleh Rezim Orba. Pernah mencoba bangkit setelah keluar dari penjara, tapi tidak sempat bertahan lama.Teuku Markam lahir tahun 1925. Dia merupakan salah satu turunan ulee balang. Ayahnya Teuku Marhaban, berasal dari Kampung Seuneudon dan Alue Capli, Panton Labu Aceh Utara. Sejak kecil Teuku Markam sudah menjadi yatim piatu. Ketika usia sembilan tahun, Teuku Marhaban meninggal dunia. Sedangkan ibunya telah lebih dulu meninggal. Teuku Markam kemudian diasuh kakaknya Cut Nyak Putroe. Sempat mengecap pendidikan sampai kelas empat Sekolah Rakyat (SR). Teuku Markam tumbuh dewasa menjadi pemuda dan memasuki pendidikan wajib militer di Koeta Radja (Banda Aceh sekarang) dan tamat dengan pangkat letnan satu. Teuku Markam bergabung dengan Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dan ikut pertempuran di Tembung, Sumatera Utara bersama-sama dengan Jenderal Bejo, Kaharuddin Nasution, Bustanil Arifin dan lain-lain.Selama bertugas di Sumatera Utara, Teuku Markam aktif di berbagai lapangan pertempuran. Bahkan ia ikut mendamaikan clash antara pasukan Simbolon dengan pasukan Manaf Lubis. Teuku Markam sebagai prajurit penghubung, lalu diutus oleh Panglima Jenderal Bejo ke Jakarta untuk bertemu pimpinan pemerintah. Oleh pimpinannya, Teuku Markam diutus lagi ke Bandung untuk menjadi ajudan Jenderal Gatot Soebroto. Tugas itu dijalankan dan diemban Teuku Markam sampai Gatot Soebroto meninggal dunia. Jenderal Gatot Soebroto juga yang mempercayakan Teuku Markam untuk bertemu dengan Presiden Soekarno. Waktu itu, Bung Karno memang menginginkan adanya pengusaha pribumi (pengusaha putra daerah-red) yang betul-betul mampu menghendel masalah perekonomian Indonesia. Ketika 1957, Teuku Markam berpangkat Kapten (NRP 12276), kembali ke Aceh dan mendirikan PT Karkam. Ia sempat bentrok dengan Teuku Hamzah (Panglima Kodam Iskandar Muda—red) karena ada orang tidak senang kepadanya dengan membuat berita buruk. Akibatnya Teuku Markam ditahan dan baru keluar 1958. Pertentangan dengan Teuku Hamzah berhasil didamaikan oleh Sjamaun Gaharu. Sejak keluar dari tahanan, Teuku Markam kembali ke Jakarta dengan membawa PT Karkam. Perusahaan itu dipercaya Pemerintah RI mengelola pampasan perang untuk dijadikan dana revolusi. Setelah itu, Teuku Markam benar-benar menggeluti dunia usaha dengan sejumlah aset berupa kapal dan beberapa dok kapal di Palembang, Medan, Jakarta, Makassar dan Surabaya. Bisnis Teuku Markam, semakin luas karena ia juga terjun dalam ekspor-impor dengan sejumlah negara. Diantaranya mengimpor mobil Toyota Hardtop dari Jepang, besi beton, plat baja dan bahkan sempat mengimpor senjata atas persetujuan Departemen Pertahanan dan Keamanan (Dephankam) dan Presiden. Komitmen dan tekad Teuku Markam adalah mendukung perjuangan RI, sepenuhnya termasuk pembebasan Irian Barat serta pemberantasan buta huruf yang waktu itu digenjot habis-habisan oleh Soekarno. Hasil bisnis Teuku Markam konon juga ikut menjadi sumber Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), serta mengumpulkan sejumlah 28 kilogram emas untuk ditempatkan di puncak Monumen Nasional (Monas). Seperti kita tahu, proyek Monas merupakan salah satu impian Soekarno dalam meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Peran Teuku Markam, menyukseskan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Afrika tidak kecil dana yang dikeluarkan, berkat bantuan sejumlah dana untuk keperluan KTT itu.



Teuku Markam termasuk salah satu konglomerat Indonesia yang dikenal dekat dengan pemerintahan Soekarno dan sejumlah pejabat lain seperti Menteri PU Ir Sutami, politisi Adam Malik, Soepardjo Rustam, Kaharuddin Nasution, Bustanil Arifin, Suhardiman, pengusaha Probosutedjo dan lain-lain. Pada masa Soekarno, nama Teuku Markam memang luar biasa populer. Sampai-sampai Teuku Markam pernah dikatakan sebagai kabinet bayangan Soekarno. Sejarah kemudian berbalik. Peran dan sumbangan Teuku Markam dalam membangun perekonomian Indonesia seakan menjadi tiada artinya di mata pemerintahan Orba. Ia difitnah terlibat PKI dan dituding sebagai koruptor dan Soekarnoisme. Tuduhan itulah yang kemudian mengantarkan Teuku Markam ke penjara pada 1966. Ia dijebloskan ke dalam sel tanpa ada proses pengadilan. Pertama-tama ia dimasukkan dalam tahanan bersama Budi Utomo, lalu dipindahkan ke Guntur, selanjutnya berpindah ke penjara Salemba, Jalan Percetakan Negara. Lalu dipindahkan lagi ke tahanan Cipinang, dan terakhir dipindahkan ke tahanan Nirbaya, tahanan untuk politisi di Kawasan Pondok Gede Jakarta Timur. Pada 1972, ia jatuh sakit dan terpaksa dirawat di RSPAD Gatot Subroto selama kurang lebih dua tahun. Semua terjadi begitu cepat. Peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto membuat hidup Teuku Markam menjadi sulit dan prihatin. Dia baru bebas 1974. Ini pun, kabarnya, berkat jasa- jasa baik dari sejumlah teman setianya. Teuku Markam dilepaskan begitu saja tanpa ada konpensasi apapun dari pemerintahan Orde barua. “Memang betul, saat itu Teuku Markam tidak akan menuntut hak- haknya. Tapi waktu itu ia tertindas dan teraniaya,” kata Teuku Syauki Markam, salah seorang putra Teuku Markam. Soeharto selaku Ketua Presidium Kabinet Ampera, pada 14 Agustus 1966 mengambil alih aset Teuku Markam berupa perkantoran, tanah dan lain-lain yang kemudian dikelola PT. PP Berdikari yang di dirikan Suhardiman untuk dan atas nama pemerintahan RI. Suhardiman, Bustanil Arifin, Amran Zamzami (dua orang terakhir ini adalah tokoh Aceh di Jakarta) termasuk teman-teman Teuku Markam. Namun, tidak banyak menolong mengembalikan aset PT Teuku Karkam. Justru mereka ikut mengelola aset-aset tersebut di bawah bendera PT. PP Berdikari. Suhardiman adalah orang pertama yang memimpin perusahaan tersebut. Di jajaran direktur tertera Sukotriwarno, Edhy Tjahaja, dan Amran Zamzami. Selanjutnya PP Berdikari dipimpin Letjen Achmad Tirtosudiro, Drs Ahman Nurhani, dan Bustanil Arifin SH.Pada 1974, Soeharto mengeluarkan Keppres N0 31 Tahun 1974. Isinya antara lain penegasan status harta kekayaan eks PT. Teuku Karkam atau PT. Aslam atau PT. Sinar Pagi yang diambil alih pemerintahan RI tahun 1966 berstatus “pinjaman” yang nilainya Rp 411.314.924,29 sebagai penyertaan modal negara di PT. PP Berdikari. Kepres itu terbit persis pada tahun dibebaskannya Teuku Markam dari tahanan. Proyek Bank Dunia saat dia keluar dari penjara (1974), Teuku Markam mendirikan PT. Marjaya dan menggarap proyek-prorek Bank Dunia untuk pembangunan infrastruktur di Aceh dan Jawa Barat. Tapi tidak satupun dari proyek-proyek raksasa yang dikerjakan PT. Marjaya baik di Aceh maupun di Jawa Barat, mau diresmikan pemerintahan Soeharto. Proyek PT. Marjaya di Aceh antara lain pembangunan Jalan Bireuen - Takengon, Aceh Barat, Aceh Selatan, Medan-Banda Aceh, PT. PIM dan lain-lain. Teuku Syauki menduga, Rezim Orba sangat takut apabila Teuku Markam kembali bangkit. Untuk itulah, kata Teuku Syauki, proyek-proyek Markam “dianggap” angin lalu. Teuku Markam meninggal tahun 1985 akibat komplikasi berbagai penyakit di Jakarta. Sampai akhir hayatnya, pemerintah tidak pernah merehabilitasi namanya. Bahkan sampai sekarang. “Air susu dibalas air tuba,” itulah nasib ayah kami, kata Teuku Syauki mengenai perilaku penguasa Orba. Untuk mengembalikan aset PT. Karkam yang dikuasai pemerintah. Selaku ahli waris, Teuku Syauki Markam menyurati Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Wapres Megawati Soekarno putri, ketika itu. Kekayaan Teuku Markam yang diambil alih itu ditaksir bernilai Rp 40 triliun lebih. Sejak Teuku Markam meninggal dunia, aktivitas bisnisnya ditekan habis-habisan. Ahli warisnya hidup terlunta-lunta sampai ada yang menderita depresi mental. Hingga kekuasaan Orba berakhir, nama baik Teuku Markam tidak pernah direhabilitir. Anak-anaknya mencoba bertahan hidup dengan segala daya upaya dan memanfaatkan bekas koneksi-koneksi bisnis Teuku Markam. Dan kini, ahli waris Teuku Markam tengah berjuang mengembalikan hak-hak orang tuanya.

Demikian sedikit saya ceritakan asal mula sejarah berdirinya tugu monas jakarta, semoga bangsa kita tidak melupakan sejarah perjuangan para leluhur.

Terimakasih telah membaca postingan saya, semoga bermanfaat, salam bukhairidin...


Monas Monument



[sumber]()

Teuku Markam, one of Aceh's traders who once became the richest man in Indonesia. He donated 38 kilograms of gold for the top of the National Monument Monument (Monas). His glory collapsed during the New Order. Teuku Markam is one of the successful Acehnese merchants of his time. There are 38 kilograms of gold that he donated to wrap the top of Monas Monument Jakarta, which is a symbol of the greatness of Indonesia. Society only know, the gold is true contribution of the Acehnese merchants. However, not many know, if Teuku Markamlah referred. That's just a handful of Teuku Markam's works for the benefit of this country. Other works, he also helped to free the land of Senayan to become Indonesia's largest sports center. Of course, many other Teuku Markam aids are worthy of note in advancing the Indonesian economy in the Soekarno era, to put Teuku Markam in a legend. In the New Order (Orba), his monumental monumental work was the development of infrastructure in Aceh and West Java. Medan-Banda Aceh Road, Bireuen-Takengon, Meulaboh, Tapaktuan and others are works from Teuku Markam funded by the World Bank. Until now, the streets remain durable. Teuku Markam once owned a number of ships, boat docks in Jakarta, Makassar, Medan, Palembang. He was listed as the first exporter of Toyota Hardtop cars from Japan. Another attempt was to import steel plates, concrete iron to weapons for the military. Given his enormous role in the business and economic scene of Indonesia, Teuku Markam was once mentioned as a member of the shadow cabinet of Soekarno's government. The role of Teuku Markam became devastated and collapsed with the reign of Soeharto. He was detained for eight years on charges of involvement with the Indonesian Communist Party (PKI). His wealth was taken over by the New Order regime. Ever tried to get up after getting out of jail, but did not have time to survive lama.Teuku Markam born in 1925. He is one of the ulee derivatives of the balang. His father Teuku Marhaban, originally from Seuneudon and Alue Capli villages, Panton Labu Aceh Utara. Since childhood Teuku Markam has become an orphan. When the age of nine, Teuku Marhaban died. While his mother had already died. Teuku Markam was later raised by his brother Cut Nyak Putroe. Had tasted education until the fourth grade of Sekolah Rakyat (SR). Teuku Markam grew up to be a young man and entered a compulsory military education in Koeta Radja (Banda Aceh now) and graduated with the rank of first lieutenant. Teuku Markam joined the Indonesian People's Army (TRI) and joined the battle in Tembung, North Sumatra together with General Bejo, Kaharuddin Nasution, Bustanil Arifin and others. During his stint in North Sumatra, Teuku Markam was active in various battlefields. He even reconciled the clash between Simbolon and Manaf Lubis forces. Teuku Markam as a liaison officer, then sent by Commander General Bejo to Jakarta to meet the government leaders. By his leadership, Teuku Markam was sent again to Bandung to become the adjutant of General Gatot Soebroto. The task was carried out and carried Teuku Markam until Gatot Soebroto passed away. General Gatot Soebroto also entrusted Teuku Markam to meet with President Soekarno. At that time, Bung Karno did want the indigenous businessmen (entrepreneurs son of the region-red) who really could handle the problems of the Indonesian economy. When 1957, Teuku Markam held the rank of Captain (NRP 12276), returned to Aceh and established PT Karkam. He had clashed with Teuku Hamzah (Commander of Kodam Iskandar Muda-red) because there are people not happy with him by making bad news. As a result, Teuku Markam was arrested and only out of 1958. The conflict with Teuku Hamzah was successfully reconciled by Sjamaun Gaharu. Since getting out of detention, Teuku Markam returned to Jakarta with PT Karkam. The company is trusted by the Government of RI to manage the war reparation to be used as revolution fund. After that, Teuku Markam really wrestle the business world with a number of assets in the form of ships and some boat docks in Palembang, Medan, Jakarta, Makassar and Surabaya. Business Teuku Markam, increasingly widespread because he also plunged in export-import with a number of countries. Among others are importing Toyota Hardtop cars from Japan, concrete iron, steel plate and even had time to import weapons with the approval of the Ministry of Defense and Security (Dephankam) and the President. The commitment and determination of Teuku Markam is to support the struggle of RI, including the liberation of West Irian as well as the eradication of illiteracy which at that time was spurred by Soekarno. The business results of Teuku Markam are also said to be the source of the State Budget (APBN), and collect 28 kilograms of gold to be placed at the top of the National Monument (Monas). As we know, the Monas project is one of Soekarno's dreams in improving the nation's dignity. The role of Teuku Markam, the success of the Asia Africa Summit is not a small amount of money spent, thanks to the assistance of some funds for the purposes of the Summit.



Teuku Markam is one of the Indonesian conglomerates known closely to the Soekarno government and other officials such as Minister of Public Works Ir Sutami, politicians Adam Malik, Soepardjo Rustam, Kaharuddin Nasution, Bustanil Arifin, Suhardiman, Probosutedjo businessmen and others. In the time of Soekarno, the name of Teuku Markam was amazingly popular. To the extent that Teuku Markam once said as a shadow cabinet of Sukarno. History then turned around. The role and contribution of Teuku Markam in building the Indonesian economy seemed to be meaningless in the eyes of the New Order government. He was vilified against the PKI and accused as corrupt and Sukarnoisme. The allegations later led Teuku Markam to prison in 1966. He was thrown into a cell without trial. First he was put in custody with Budi Utomo, then transferred to Guntur, then moved to Salemba prison, Jalan Percetakan Negara. Then transferred again to Cipinang prisoner, and lastly transferred to Nirbaya prison, detainee for politician in Pondok Gede Area, East Jakarta. In 1972, he fell ill and was forced to be treated at RSPAD Gatot Subroto for about two years. It all happened so fast. The transition of power from Soekarno to Suharto made the life of Teuku Markam difficult and concerned. He was newly released 1974. This, too, was reportedly, thanks to the good merit of his loyal friends. Teuku Markam was released unceremoniously without any compensation from the New Order government. "It is true that Teuku Markam will not claim his rights at that time. But at that time he was oppressed and persecuted, "said Teuku Syauki Markam, one of Teuku Markam's sons. Soeharto as Chairman of the Presidium of Ampera Cabinet, on August 14, 1966 took over the assets of Teuku Markam in the form of offices, land and others which then managed by PT. PP Berdikari that established Suhardiman for and on behalf of the government of Indonesia. Suhardiman, Bustanil Arifin, Amran Zamzami (the last two are Aceh figures in Jakarta) including Teuku Markam friends. However, not much help to restore the assets of PT Teuku Karkam. Instead they manage the assets under the banner of PT. PP Berdikari. Suhardiman was the first person to lead the company. In the board of directors listed Sukotriwarno, Edhy Tjahaja, and Amran Zamzami. Next PP Berdikari led by Lieutenant Achmad Tirtosudiro, Drs Ahman Nurhani, and Bustanil Arifin SH.Pada 1974, Suharto issued Presidential Decree No. 31 Year 1974. The contents include assertion of the status of wealth ex PT. Teuku Karkam or PT. Aslam or PT. Sinar Pagi taken over the government of Indonesia in 1966 status "loan" whose value Rp 411.314.924.29 as state equity in PT. PP Berdikari. The presidential decree was published exactly in the year of Teuku Markam's release from detention. The World Bank project when he was released from prison (1974), Teuku Markam established PT. Marjaya and working on World Bank projects for infrastructure development in Aceh and West Java. But none of the giant projects PT. Marjaya, both in Aceh and West Java, would be inaugurated by the Soeharto government. Project PT. Marjaya in Aceh includes the construction of Bireuen - Takengon Road, Aceh Barat, Aceh Selatan, Medan - Banda Aceh, PT. PIM and others. Teuku Syauki guessed that the New Order regime was very afraid if Teuku Markam got up again. For that reason, said Teuku Syauki, Markam projects "considered" the wind ago. Teuku Markam died in 1985 due to complications of various diseases in Jakarta. Until his death, the government had never rehabilitated his name. Even now. "The milk is returned to the tuba," that is the fate of our father, Teuku Syauki said of the behavior of the New Order authorities. To return the assets of PT. Government-controlled Karkam. As an heir, Teuku Syauki Markam wrote to President Abdurrahman Wahid (Gus Dur) and Vice President Megawati Soekarno, at that time. The acquired Teuku Markam wealth is estimated to be worth Rp 40 trillion more. Since Teuku Markam passed away, his business activities have been squeezed out. His heirs live in a daze until someone suffers from mental depression. Until the power of the New Order came to an end, the good name of Teuku Markam was never rehabilitated. Her children try to survive with all effort and utilize the former business connections Teuku Markam. And now, Teuku Markam's heir is struggling to restore the rights of his parents.

So little I tell the origin of the history of monas monument Jakarta, hopefully our nation does not forget the history of the struggle of the ancestors.

Thank you for reading my post, hopefully useful, regards [bukhairidin ...] (https://steemit.com/@bukhairidin)

image

image

image

Sort:  

@minnowpond1 has voted on behalf of @minnowpond. If you would like to recieve upvotes from minnowponds team on all your posts, simply FOLLOW @minnowpond.

        To receive an upvote send 0.25 SBD to @minnowpond with your posts url as the memo
        To receive an reSteem send 0.75 SBD to @minnowpond with your posts url as the memo
        To receive an upvote and a reSteem send 1.00SBD to @minnowpond with your posts url as the memo

Sebuah sejarah yang bagus bang @bukhairidin, sejarah seperti ini harus selalu di update setiap tahunnya kalau perlu setiap 6 bulan. Supaya masyarakat dan khususnya generasi muda tidak lupa akan sejarah ini sepanjang masa sampai mata terlelap selamanya.

Terima kasih @hidayani..
Saya sangat sependapat, bilamana generasi kita bisa membacanya bisa tau sejarah bangsa kita ini. Jika tidak ditulis sejarah akan hilang termakan oleh usia, jadi harapan saya semoga sejarah-sejarah yang penting untuk segera ditulis atau dicatat dalam buku.

This post has been ranked within the top 80 most undervalued posts in the second half of Oct 19. We estimate that this post is undervalued by $13.75 as compared to a scenario in which every voter had an equal say.

See the full rankings and details in The Daily Tribune: Oct 19 - Part II. You can also read about some of our methodology, data analysis and technical details in our initial post.

If you are the author and would prefer not to receive these comments, simply reply "Stop" to this comment.

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.13
JST 0.027
BTC 61110.07
ETH 2731.78
USDT 1.00
SBD 2.45