Tak Ada Alasan untuk Menyerah [No Reason to Give Up]

in #wisdom7 years ago (edited)


Source

One day I was shocked and amused because of a media headline. A young mother who was three months pregnant, was killed by hanging herself. According to information collected from related parties, the alleged cause of the young woman chose to end his life solely because of the economic crush.

In fact not only this poor woman, lately is more and more news that preach people who feel pressed and defeated by the battle of life, then choose out the arena with shortcuts.

Unfortunately, this way later became popular. Imagine, an elementary school student, embarrassed because of late pay tuition is also desperate suicide. Some other cases, in many places too. They easily chose a shortcut, ending their lives so that all the burden was not continuously carried.

Said the wise man, life is like a tree. The taller the tree, the more wind blows it. But what sets us apart? Why some people give up easily and some do not?


Source

Educational patterns are considered to be one of the factors behind this. Our education is more concerned with intelligent quotient (IQ) slowly began to shift. Some of the educators began to feel the importance of developing emotional quotient (EQ) which until now still used as benchmarks of empathy ability with others.

Daniel Goleman's thinking is now added with the importance of enhancing spiritual quotient (SQ). But apparently, that is not enough. There is still a miss, Adversity Quotient (AQ).

Intelligence popularized Paul G. Stoltz, Ph.D is important when life does not seem beautiful anymore. Adversity Quotient measures our ability to overcome difficulties. Life certainly will never get out of trouble and because that's the problem that we become better in dealing with life. In difficulty, there is always a chance, so says the wise man.

When struggling with problems, we are actually perfecting life. Sometimes, something uncomfortable in this life, is actually a perfecting of the spiritual side for us. The most dangerous enemy is actually ourselves. Who is the first person to say we are not smart? Who is the first to say, we can not succeed? Ourselves.

We do not even trust ourselves that the intelligence we have is more than what we have today. The brain power we use is like the iceberg phenomenon. Only the peak is visible. That's the bit that our new capabilities take advantage of.

Being a child today is actually more to be learned. In addition to the accumulation of curriculum that must be pursued, students should have a lesson to know life early on. The pressure on the issues they feel must be recognized as a response. Teaching them in the simplest language, certainly gives understanding to them not easy to despair.

Like a high wall when they must be on the other side, children should be taught to find a way out. Do not act stupidly by banging yourself against a hard wall because it's so painful.


Suatu hari saya terkejut dan bertafakkur gara-gara headline sebuah media. Seorang ibu muda yang sedang hamil tiga bulan, tewas dengan cara gantung diri. Menurut informasi yang berhasil dihimpun dari pihak terkait, dugaan penyebab wanita muda itu memilih mengakhiri hidupnya semata-mata karena himpitan ekonomi.

Sesungguhnya tak hanya wanita malang ini, belakangan memang semakin banyak berita yang mengabarkan orang-orang yang merasa terdesak dan kalah oleh pertarungan hidup, kemudian memilih keluar arena dengan cara pintas.

Sayangnya, cara ini kemudian menjadi populer. Bayangkan, seorang murid sekolah dasar, malu karena telat bayar SPP juga nekat bunuh diri. Beberapa kasus lain, di banyak tempat juga demikian. Mereka dengan mudah memilih jalan pintas, mengakhiri hidupnya agar semua beban itu tidak terus menerus dipikulnya.

Kata orang bijak, kehidupan ini ibarat pohon. Makin tinggi batang pohon itu, maka makin kencang angin meniupnya. Namun, apa yang membedakan kita? Mengapa ada orang yang mudah menyerah dan sebagian lagi tidak?


Sumber

Pola pendidikan dinilai menjadi salah satu faktor di balik ini semua. Pendidikan kita yang lebih mementingkan intelligent quotient (IQ) perlahan mulai tergeser. Sebagian kalangan pendidik mulai merasakan pentingnya mengembangkan emotional quotient (EQ) yang sampai sekarang masih dijadikan tolok ukur kemampuan berempati dengan orang lain.

Pemikiran Daniel Goleman itu pun kini ditambah lagi dengan pentingnya mempertinggi spiritual quotient (SQ). Namun rupanya, itu belum cukup. Masih ada yang ketinggalan, Adversity Quotient (AQ).

Kecerdasan yang dipopulerkan Paul G. Stoltz, Ph.D ini penting saat hidup serasa tak indah lagi. Adversity Quotient mengukur kemampuan kita dalam mengatasi kesulitan. Hidup tentu tak akan pernah lepas dari masalah dan karena masalah itulah kita menjadi lebih baik dalam menyikapi hidup. Dalam kesulitan, selalu ada kesempatan, begitu kata orang bijak.

Saat bergelut dengan masalah, sesungguhnya kita sedang menyempurnakan hidup. Kadang, sesuatu yang tak nyaman dalam kehidupan ini, sesungguhnya merupakan penyempurnaan sisi spiritual bagi diri kita.

Musuh yang paling berbahaya sesungguhnya adalah diri kita sendiri. Siapa orang pertama yang mengatakan kita tidak pintar? Siapa pula yang pertama berkata, kita tak bisa berhasil? Diri kita sendiri.

Kita bahkan tidak memercayai diri kita bahwa kecerdasan yang kita miliki lebih dari apa yang ada sekarang. Kemampuan otak yang kita gunakan seperti fenomena gunung es. Hanya puncaknya yang kelihatan. Sesedikit itulah kemampuan yang baru kita manfaatkan.

Menjadi anak zaman now sebenarnya lebih banyak yang harus dipelajari. Selain bertumpuknya kurikulum yang harus dikejar, anak didik sudah selayaknya mendapat pelajaran mengenal hidup sejak dini. Tekanan atas berbagai persoalan yang mereka rasakan harus bisa mereka kenali sebagai suatu respons. Mengajarkan kepada mereka dalam bahasa yang paling sederhana, tentu memberi pengertian agar mereka tak mudah putus asa.

Ibarat terhalang tembok tinggi padahal mereka harus berada di seberangnya, anak-anak harus diajari mencari jalan keluar. Jangan bertindak bodoh dengan membenturkan diri ke tembok yang keras karena itu sangat menyakitkan.

Sort:  

Luar biasa, saya dapat menyimpulkan bahwa : Setiap manusia sebenarnya harus memiliki kemampauan mengelola dan mengatasi kesulitan. Karena hidup ini tidak akan terlepas dari masalah yang harus diselesaikan. Disinilah kita membutuhkan kecerdasan intelektual yang beesinergi dengan kecerdasan emosional, spiritual dan kecerdasan mengatasi kesulitan.
Semua itu harus terkelola dengan baik dalam sebuah manajemen diri. Semoga kita selalu menjadi pribadi yang cerdas IQ, EQ, SQ dan AQ.

Terima kasih @zainalbakri, posting yang sangat bermanfaat, saya pikir artikel seperti ini lah yang layak mendapatkan upvote, sebuah tulisan yang yang berkualitas tentu harus mendapatkan reward.

Salam @rezqiwahyudi

Dalam hidup ini cobaan pasti ada tinggal kita menyakinkan akan diri sendiri untuk menjalani hidup, Ketika kita di timpa masalah maka kita harus bersabar dan tenang dalam menjalani kehidupan ini dan ingatlah kedepan kita akan mendapatkan keindahan yang luar biasa yaitu akan mendapatkan kemenangan ataupun senang, dan janganlah kita lalai dalam kemenangan dan senang karena kedepannya lagi kan mendapatkan kesulitan lagi, roda terus berputar dan kita tidak tahu akan berhenti mungkinkah disaat aja kita dijemput tidak juga dialam kubur juga akan mendapatkan hal yang sama, sebenarnya dalam hidup ini tinggal bagaimana cara menikmati dan mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Allah SWT karena didunia tidak kekal dan abadi, terima kasih @zainalbakri telah membuat postingan yang sangat luar biasa

kata yang sangat menarik bang

Apa yang saya tuliskan kemarin juga menggungat peran pendidikan (kurikulum) hanya berbeda dalam penajaman dampaknya dengan tulisan ini, salam

Mungkin itu semua terjadi karena adanya rasa kurang peduli antar sesama, dimulai dari tetangga yg kaya tidak peduli dengan tetangga yg miskin.

Benar sekali, tidak ada salah sedikitpun bang. tapi puncaknya adalahjadilah seperti padi, lebih merunduk ketika makin terisi

Luar biasa postinganya ...salam @zainalbakri

menyerah sebelum berjuang itu sama hal nya mengalah sebelum jadi pahlawan, banyak hal yang mungkin itu sering terjadi karena "Banyak orang baik yang tidak saling peduli"

Coin Marketplace

STEEM 0.19
TRX 0.15
JST 0.029
BTC 62890.35
ETH 2544.51
USDT 1.00
SBD 2.94