Seniman dan Karya

in #tungang7 years ago

Para seniman, kini sedang butuh usaha menciptakan kondisi-kondisi baru bagi kesadaran publik demi mengembangkan suatu ‘budaya keterlibatan’ (a culture of enggagement) pada masalah-masalah kemanusian, lingkungan, dan kebudayaan. Para seniman, dalam cara dan upaya mereka masing-masing, kini terpanggil agar mampu merekonstruksi nilai-nilai keyakinan dan pengalaman di sekitar diri, seni, serta sikap kultural demi melawan sikap ketidakpedulian, kesalahapahaman, ketimpangan serta tekanan sosial dari kisaran konflik kekerasan yang terjadi dimana-mana.

Dalam prakteknya adalah perlawanan terhadap segala manifestasi tentang landasan ketidakpastian nilai atas nama logika atau hukum, dan pemandangan kekerasan politik yang dipertontonkan pada lingkaran kekuasaan yang memegang kendali secara sepihak.

Budaya keterlibatan seperti tersebut di atas berhubungan erat dengan penciptaan karya-karya seni rupa Mahdi Abdullah yang oleh Wicaksono Adi dalam “Kronik Khatulistiwa” (katalog pameran komunitas Cibubur, 9-21 Juli 2011 di NAD Tsunami Museum), mengatakan: Tak sedikit seniman kontemporer Indonesia yang mengangkat tema kekerasan dalam karya-karya mereka. Hal itu tentu berkaitan dengan perjalanan sejarah negeri ini yang tak lepas dari berbagai peristiwa kekerasan dalam skala besar maupun kecil, baik yang berlatar belakang politik, konflik atas nama agama, maupun kekerasan akibat tekanan sosial yang kian berat.

Dalam banyak kasus, kekerasan berlatar belakang politik biasanya menjadi lebih kelam karena cenderung dihilangkan jejaknya. Tapi meski upaya penggelapan jejak itu terus dilakukan, tetap saja tak sepenuhnya dapat lenyap dari memori kolektif sehingga diam-diam bertumpuk seperti api dalam sekam atau bom waktu yang dapat meledak setiap saat. Berbagai kekerasan itu telah meninggalkan trauma yang panjang dalam sejarah bangsa kita.

Para seniman yang mengangkat tema kekerasan biasanya tidak bermaksud untuk memperparah trauma, tapi justru hendak menjadikan seni rupa sebagai wahana untuk membebaskan diri dari trauma tersebut. Mula-mula seni rupa memang menjadi semacam upaya untuk melakukan pembongkaran sejarah kelam sehingga kita dapat maju satu langkah, menuju apa yang dapat kita sebut sebagai proses “sublimasi”.

Coba kita lihat pada karya Mahdi Abdullah yang menggambarkan seorang perempuan tua memanggul setumpuk senapan karatan dengan magazin yang menjuntai penuh peluru mengilat dan menggetarkan. Lukisan ini bukan hanya menggambarkan suatu simbol kekerasan melainkan juga menjadi sebuah paradoks yang tajam: perempuan renta sebagai wakil rakyat jelata tak berdosa yang sangat rapuh dan hidup sengsara, sebagai simbol kemurnian hidup. Biasanya dia pergi ke hutan atau ladang mengumpulkan kayu bakar, tapi kini kayu bakar itu berubah bentuk menjadi senapan.

Dia adalah sosok yang menggetarkan dalam hidupnya yang murni, sederhana dan lugu dia sangat akrab dengan peluru dan senapan. Boleh jadi dia adalah penduduk di sebuah kampung tempat di mana pernah terjadi konflik bersenjata, boleh jadi juga dia adalah korban. Paradoksnya kian jelas: dalam dirinya yang murni, rapuh dan sederhana, ternyata terkandung sejarah kekerasan yang mengerikan. Hal itu kian dipertegas oleh gambar pisau yang melayang lurus di udara siap menembus tubuh rapuh dan renta itu.

Mahdi juga melukis seorang lelaki tua renta sedang memanggul keranjang di punggungnya. Dalam keranjang terdapat bom waktu yang bernama tabung gas. Ini adalah sebuah gambaran paling tragis dari rakyat jelata yang tak berdosa tapi di antara mereka banyak yang harus mati karena ledakan tabung gas.

Selanjutnya, pengantar kuratorial pada Pameran “Transmemorabilia: The World of Mahdi Abdullah” di Mada Gallery, Melbourne, Australia, 14-29 Sept. 2106, Mikke Susanto membaca karya-karya Mahdi sebagai “Monumentasi”.

Kata Mikke bahwa: “Monumentasi” Daerah Operasi Militer (DOM) inilah yang dilakukan oleh seorang pelukis bernama Mahdi Abdullah. Banyak peristiwa DOM yang diingatnya. Bukan hanya semata-mata melihat tubuh para korban yang berantakan, tetapi kenangannya mengenai DOM yang tak pernah luntur ini terus mengakar pada berbagai hal, terutama saat pasca-DOM. Maka lukisan-lukisan yang disajikan merupakan catatan-catatan pribadi mengenai akibat peristiwa DOM setelah dicabut.

Mahdi sendiri merupakan satu dari anggota masyarakat Aceh yang turut menjadi saksi sejarah DOM. Ia tak pernah lelah membukukan berbagai peristiwa pasca-DOM yang terjadi lebih dari 10 tahun yang lalu. Belum lagi kering air mata, Mahdi sebagai penduduk Aceh telah diguncang oleh persitiwa besar lain. Seusai peristiwa DOM, Aceh kemudian menjadi daerah yang terkena bencana gempa dan tsunami besar pada 2004.

Situasi dan kondisi ini menyebabkan Mahdi kehilangan banyak anggota keluarga dan kehilangan sebagian besar catatan-catatannya. Ia bercerita pada saya bahwa sebagai jurnalis Serambi kala itu banyak melahirkan tulisan, karikatur, dan foto-foto. Ia memotret banyak peristiwa maupun mendokumentasi kegiatannya sendiri, termasuk proses kreatifnya. Ia menyimpan sejumlah lukisan yang dikerjakan sebelum 2004. Tsunami Aceh telah merenggut sejumlah kekayaan intelektualnya tersebut.

Dengan mengetengahkan konsepsi mengenai ingatan kolektif semacam ini, segenap benda-benda memorial tersebut akhirnya membawa seni ke dalam sebuah arena baru, yakni lukisan sebagai “monumen sejarah”. Oleh sebab itulah saya menyebut hasil kerja kreatifnya sebagai gaya “narasi-simbolik” yang bersifat pengendapan peristiwa, bukan “narasi dokumentatif” yang merupakan kisah yang dicatat dari waktu ke waktu.

Secara teknik, medium fotografi menjadi langkah pertama Mahdi untuk mengungkap ekspresinya. Kamera foto bagi Mahdi adalah jalan awal yang paling mampu merekam situasi dan kondisi mental para saksi maupun keluarga korban. Hasil kamera ini lalu disajikan dengan cara ungkap maupun gaya visual realistik pada lukisan-lukisannya. Kemampunnya mentransfer hasil rekam kamera tersebut menjadikan Mahdi memiliki karakter kuat dalam menyajikan ide-idenya.

Ia bisa melakukan terobosan tertentu secara manual yang tak bisa dilakukan oleh kamera. Hasilnya memuaskan, realisme di tangan Mahdi melahirkan realisme yang mencerminkan kehendak lokal, berkisah tentang sesuatu yang sangat khusus. Secara visual hadir sebagai gaya super-realis.Penjaja Barang Antik.jpg
Studio_2.8.2016.jpg

Sort:  

Congratulations @artemahdi! You have completed some achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :

You published your First Post
You got a First Vote

Click on any badge to view your own Board of Honor on SteemitBoard.
For more information about SteemitBoard, click here

If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word STOP

Upvote this notification to help all Steemit users. Learn why here!

Congratulations @artemahdi, you have decided to take the next big step with your first post! The Steem Network Team wishes you a great time among this awesome community.


Thumbs up for Steem Network´s strategy

The proven road to boost your personal success in this amazing Steem Network

Do you already know that awesome content will get great profits by following these simple steps, that have been worked out by experts?

Hallo, hai @artemahdi.. Selamat gabung di Steemit! Suka melihat anda berkumpul.. telah upvote ya.. :]

Congratulations @artemahdi! You have completed some achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :

You made your First Comment

Click on any badge to view your own Board of Honor on SteemitBoard.
For more information about SteemitBoard, click here

If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word STOP

Upvote this notification to help all Steemit users. Learn why here!

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.15
JST 0.028
BTC 60445.30
ETH 2331.01
USDT 1.00
SBD 2.52