Tentang Blockchain Dan Sistem Ekonomi Islam (Bagian 1)

in #threespeak-politics5 years ago (edited)

**Banyak yang salah pengertian tentang blockchain, mengira bahwa blockchain adalah hanya bitcoin dan atau soal uang kripto (crypto currency) semata. Tak sedikit juga yang terjebak dengan pemikiran bahwa ini adalah sebuah sistem untuk bisa cepat kaya dan mendapatkan keuntungan dengan mudah. Ini semua adalah kesalahan fatal dan menjadi salah satu factor yang membuat teknologi blockchain menjadi tidak/kurang berkembang di Indonesia. **


Foto : Saat menjelaskan soal blockchain di kampus Universitas Malikusalleh, Lhokseumawe, Aceh.

Apa sebenarnya blockchain dan bagaimana penerapannya bagi masa depan tidak/kurang diminati, apalagi karena memang perlu waktu dan wawasan cukup untuk benar paham. Blockchain ini bukan sekedar teknologi IT, ini adalah sebuah gerakan perubahan sistem ekonomi yang mempengaruhi selruh bidang termasuk politik dan budaya. Bakan bila dicermati dengan baik, ini aalah sebuah revolusi dan pemberontakan terhadap sistem ekonomi dan polirik yang ada saat ini secara “diam, perlahan, dan tanpa darah”. Begitulah saya dan kawan-kawan di luar sana menyebutnya.

Kemunculan blockchain diawali oleh diduga sekelompok orang yang menamakan diri Satoshi Nakamoto lewat tulisan-tulisannya. Tidak ada yang tahu hingga kini siapakah Satoshi Nakamoto sebenarnya, yang ada hanyalah spekulasi dan konspirasi yang beredar. Tulisan-tulisan pentingnya pun banyak yang hilang dan atau sengaja ditutup/dihilangkan. Apa yang sudah dilakukannya memang membahayakan masa depan kaum tamak, perubahan sistem ekonomi dari sentralisasi menjadi desentralisai mampu menghilangkan kekuasaan yang terlalu besar dari perbankan dan pengusaha serta politik, menghapus korupsi dan manipulasi, dan membuat demokrasi itu benar bisa diterapkan secara nyata. Apalagi kemudian menjadi heboh karena munculnya Bitcoin sebagai uang kripto pertama hasil dari penerapan blockchain ini. Gegerlah dunia sewaktu kemudian harga Bitcoin meledak tiba-tiba.

Banyak yang tidak pelajari sebab dan alasan mengapa harga Bitcoin ini bisa meledak, lebih banyak yang terpesona dan lalu ingin ikut cepat kaya. Terjebaklah kemudian oleh para penipu yang lagi-lagi menjual bualan. Ini terjadi sejak teknologi blockchain generasi kedua, yaitu Euthereum muncul ke permukaan. Di tahap ini, orang bisa memiliki dompet alias wallet sendiri dan bisa melakukan ICO (Initial Coin Offering). ICO ini serupa dengan IPO (Initial Public Offering) atau go public, namun bukan saham yang dilempar ke pasar, yaitu berupa coin/uang krypto yang dibuat berdasarkan jaminan program/proyek yang dibutuhkan untuk menjalankan program tersebut.


Foto: Dalam kuliah umum di SBM Insitut Teknologi Bandung soal Blockhain bersama Oracle-d.

Hal ini perlu dilakukan karena sistem yang ada dengan algoritma dan teknologi cryptography yang digunakan, membutuhkan kecepatan distribusi koin untuk mencapai jumlah koin sampai maksimal. Selalu ada batas jumlah koin yang bisa dibuat, dan bila sudah pada titik maksimal, tidak bisa lagi dibuat, maka diharapkan keuntungan didapat karena nilainya akan terus bertambah. Sesuai prinsip ekonomi supply–demand, bila supply makin sedikit dan terbatas sementara demand bertambah, maka harga akan naik.

Berbagai cara dilakukan untuk membuat disibusi dari koin ini semakin cepat, mulai dari pemberian hadiah dari mining, air drops, dan berbagai program penawran lainnya. Sayangnya, banyak yang menggunakannya hanya untuk mendapatkan uang cepat dan mudah, koin yang seyogyanya disimpan sebagai investasi dan menjadi vesting sharre, malah banyak yang segera dijual, sehingga kemudian mempermudah kaum tamak yang tidak suka dengan keberadaan teknologi ini untuk menghancurkan. Bukan hanya pribadi-pribadi yang “tertipu” namun Negara pun bisa tertipu, seperti contohnya adalah Venezuela.

Di dalam kekalutan soal ekonomi, pemerintah Venezuela tergiur menerbitkan uang kripto bernama Petra dengan harapan akan dapat segera mendapatkan modal dan keadaan ekonomi membaik. Pada waktu launching uang ini, Presiden Venezuela, Maduro, yang bisa dibilang sebagai “boneka kekuasaan asing”, dengan bangganya menyebutkan bahwa, “Saat ini, sebuah uang kripto dilahirkan dan akan menjadi Superman.” (Sumber: https://www.investopedia.com/news/why-venezuelas-cryptocurrency-petro-failure/).

Alasan utama kegagalan Petra ini bisa saja disebutkan karena koin tersebut tidak masuk ke dalam daftar koin yang ditawarkan di pasar uang kripto dan karena tidak ada keyakinan bahwa proyek yang diajukan benar ada/dikerjakan, namun sebenarnya menurut saya pribadi adalah karena memang ada unsur kesengajaan pihak tertentu yang ingin menguasai Venezuela. Beberapa bulan berikutnya terbukti terjadi chaos besar, di mana benar terjadi perebutan kekuasaan di sana yang dalangnya adalah Amerika dan China. Ini pelajaran berharga, jangan main-main dan salah kaprah pengertian soal blockchain ini, apalagi bila ingin diterapkan dan investasi.

Banyak pemerintah yang tidak suka dengan blockchain ini, termasuk Russia dan China. Pemerintah China sempat melarang warganya untuk terjun ke sana. Ini langkah yang merugikan karena banyak warganya adalah spekulan, mereka melarikan uang keluar dari China untuk berspekulasi di pasar uang kripto. Alhasil pemerintah China kebingungan karena mereka menjadi rugi besar, ekonomi dalam keadaan bahaya.

Akhirnya mereka pun membebaskan warganya untuk melakukan transaksi di pasar uang kripto meski bukan bagi pengembangan dan penerapan teknologi ini sendiri, yang memang bahaya karena bila diterapkan maka sulit untuk korupsi dan mengontrol warganya. Teknologi blockchain ini bila diterapkan memang memaksa semua untuk transparan dan bersikap demokratis, mau tak mau. Bagi Negara yang hanya seolah-olah demokratis dan memiliki masalah korupsi akut, kekuasaan masih dipegang oleh tirani, maka akan sangat mengerikan. Namun, secara pribadi, saya melihat hal ini sebagai celah untuk bisa mengalahkan mereka. Tidak ada yang bisa membendung kehadiran teknologi blockchain, meski sekeras apapun juga. Masalahnya hanya soal waktu dan keberanian dari warganya untuk benar memperjuangkan demokrasi dan mengalihkan kekuasaan serta kedaulatan penuh pada rakyat.

Dunia perbankan mulai goyah dengan kehadiran teknologi ini, karena dengan penerapan dan perkembangan teknologi blockchain, maka bank bisa tutup dan hancur. Sistem riba yang selama ini dilakukan oleh dunia perbankan memang sudah menghancurkan dunia. Uang yang dikelola dengan sistem sentralisasi memudahkan terjadinya korupsi, manipulasi, dan penjajahan secara tidak langsung lewat peminjaman dengan bunga yang memberatkan. Dunia usaha tidak menjadi lebih baik, malah Negara bisa tergadai oleh sistem sentralisasi perbankan ini. Uang yang seharusnya dicetak dengan kolateral atau jaminan emas, seiring waktu malah semakin tidak jelas. Uang terus dicetak sehingga terjadi inflasi dan nilai dari uang terus menurun. Bila dulu ketika pertama kali Rupiah dicetak, Rp. 1,- setara dengan 0.25 gram emas, sekarang 0.25 gram emas setara berapa Rupiah?!

Bank dunia pun mulai berpikir keras, begitu juga dengan bank sentral lainnya seperti yang ada di Eropa. Mereka harus antisipasi kehadiran dari teknologi Blockchain yang tidak mungkin bisa dihindari, apalagi di masa depan. Mereka terjebak dengan pemikiran dan penyebaran soal demokrasi dan keterbukaan, serta hak asasi manusia yang selama ini hanya digunakan sebagai alat untuk memperluas kekuasaan politik dan memperkaya kaum/kelompok tertentu. Bagaimana dengan Negara-negara yang tertinggal pengetahuannya soal ini seperti Indonesia? Simak kelanjutan tulisan ini ya.

Semoga berguna dan bermanfaat.

Bandung, 24 Juni 2019

Mariska Lubis

Sort:  

Good..pembahasan yang menarik... I like it...

Posted using Partiko Android

Coin Marketplace

STEEM 0.18
TRX 0.13
JST 0.029
BTC 57797.87
ETH 3067.72
USDT 1.00
SBD 2.29