The Diary Game ( 4 Agustus 2020) Mereka yang berbahagia

Hari-hari yang sudah terlewati menciptakan sejarah bagi kehidupan manusia. Apapun bentuk kehidupan itu. Sedih, bahagia, damai, dan gelisah adalah jalur kehidupan yang jika sudah terjadi susah untuk kita hindari. Namun kita manusia disuruh mensyukuri nikmat hidup dalam keadaan apapun. Karena pada akhirnya semua akan berujung pada baik-baik saja.

Memasuki bulan Agustus, hari-hariku sedikit sibuk. Aku harus memenuhi beberapa undangan pesta perkawinan. Ada jarak yang lumayan jauh yang harus aku penuhi. Ada juga dikampung yang bersebelahan dengan kampungku. Aku bahagia sekaligus gelisah menghadiri pesta perkawinan teman-temanku itu. Betapa tidak setiap, aku menghadiri acara pesta, entah teman atau guru-guruku selalu bertanya dengan pertanyaan yang meneror; "kamu kapan pesta". Kemudian apapun jawaban yang kita jawab, akan menyebabkan candaan panjang yang harus dibendung dengan mental yang sehat dan kuat. Hahaha.

Kantor Urusan Agama, tempat melangsungkan pernikahan

Hari ini bertepatan dengan 4 Agustus bagi saudaraku yang se-ibu dan se-bapak ( lebih tepatnya Abang kandung sendiri), melepas masa lajangnya untuk memulai hidup baru. Aku mengantarnya ke KUA( Kantor Urusan Agama) pada pukul sembilan pagi. Di sana ada dua pasangan lain yang melangsungkan pernikahannya dan sedang menunggu beberapa saksi dan ahli agama yang mendukung sah atau tidaknya pernikahan tersebut.

Aku mengambil beberapa foto, agar menjadi kenang-kenangan bagi mereka. Aku yakin dalam hati pasangan itu, menggelora rasa bahagia yang terbendung dengan baik. Lalu aku berpikir adakah didunia ini yang hidupnya tak berpasang. Aku yakin tidak, karena semua yang ada di muka bumi telah tuhan ciptakan berpasang-pasangan. Seperti terang dan gelap, kiri dan kanan, atas- bawah, laut dan gunung, dan banyak lagi lainnya.

calon mempelai laki-laki dan di belakangnya perempuan sedang mendengarkan penjelasan dari tokoh agamawan

Foto bersama setelah melangsungkan akad Nikah

Usai menemani akad nikah abang kandungku. Aku menikmati kopi di sebuah warung di tengah kota kecil kampungku. Aku tidak tahu apakah kebiasaanku minum kopi setiap pagi dan sore, telah membuatku candu. Yang jelas, aku seperti kurang gairah jika belum menyeruput segalas kopi hitam.

Terlihat seorang peracik sedang mengangkat saringan kopi sebelum menuangnya dalam gelas

Sepulang dari warung kopi, aku menuju gang kecil memasuki jalan pasar diantara toko yang saling berhadap-hadapan. Di sana, masuk sedikit lebih kedalam ada seorang perempuan sekitar umur 40 tahun, menjual mie pecal. Dulu semasa aku remaja, aku sering membeli mie pecal, pada almarhum ibunya. Lidahku seperti mengajak mengulang mencicipi rasa lama. Dan hasrat itu terpenuhi. Rasa dan kualitas mie pecal masih sama seperti aku membeli kala aku masih anak sekolahan dulu.

suasana jalan gang pasar dengan pertokoan yang berhadap-hadapan

Penjual mie pecal legendaris di pasar kampungku

Bumbu mie pecal yang sedang di giling diatas batu penggiling

Aku hampir lupa menulis postingan untuk hari ini. Ketika @anroja memberikan kabar kepada kawan-kawan agar tak gentar dalam membuat konten, maka aku sadar bahwa untuk the diary game hari ini, aku belum menyiapkan cerita. Terimakasih kepada @anroja atas alarm hari ini, sehingga cerita singkat di kehidupanku tidak terlewatkan.