Sebuah Malam, GSB di Bawah Temaram (1)

in #story7 years ago (edited)

image

Hujan baru saja berhenti, ketika @pungoisme menyapu ruang belakang Asrama Aceh Sabena. Puntung rokok, guguran daun, dan plastik-plastik tiap sudut dan sela-sela kursi, ditumpuk jadi satu, lalu diangkut ke tong sampah. Kemudian @kitablempap dan beberapa penghuni sabena, menata meja dan kursi yang dipaku dari kayu bekas, ke seisi ruang yang berukuran sekira setengah lapangan futsal.

Malam datang, beberapa pengisi Sabena lainnya pulang mengantongi belanjaan pasar. Dapur bergairah, tangan-tangan mengupas dan mengiris. Nyala api mendidihkan sayur bening labu. Berbarengan dengan ulekan asam kelapa. Sekejap kemudian, hidangan dibawa ke ruang belakang, diletakkan di atas meja, bawah pohon nangka. Sembari menunggu nasi matang dan orang-orang datang ke Gerakan Surah Buku (GSB), aku memutar musik lewat gawai, lagu Bek Peukota Droe miliknya Seungkak Malam Seulanyan, cukup bagus terdengar dari sound system Carter.

Aku sangat menyukai nyanyian @fooart itu, apalagi saat lirik Jak dalam gampông, bèk peukota droe, bèk piké droe, ka hayeu raya. Jak dalam gampông, bèk peugaya dro, bèk piké kamoe hana teupu la. Nada sederhana dan berkarakter, lumayan terngiang kendati hanya sekedar direkam lewat gawai. Itu lagu menyoal orang kota yang datang ke kampung tapi berlagak belagu.

image

Beberapa menit berlalu, gelanggang GSB didatangi banyak pemuda. Mahasiswa Aceh dari asrama beda, banyak kukenali, tahun lalu aku menetap sekira dua bulan di Jogja, wajah mereka tak asing lagi. Lalu ada beberapa pemuda datang bersamaan. @kitablempap menyambut, sekalian menyeduh kopi. Dari yang kudengar, lima laki-laki dan seorang perempuan itu bukan dari Aceh, melainkan dari Kalimantan, Sumatera, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Beberapa dari mereka pengikut rutin GSB, sisanya malam itu pengalaman pertama, termasuk Fawaz yang datang sendiri, ia keturunan Betawi, penulis buku Yang Menyublim di Sela Hujan.

Mendekati pukul setengah sepuluh, hajatan makan malam dipersilahkan, musik dimatikan. Aku yang sedari sore dilanda kelaparan, menjadi orang kedua menyodok nasi dalam wadah seukuran ember. Lalu melumuri piring dengan sayur bening, satu dua sendok asam kelapa dan ikan asin. Di belakangku meja hidangan dikerubungi para pelapar yang berbagi giliran, lalu menempati duduk di masing-masing tempat. Aku di meja tengah, di depan sebelah kanan aku melihat @senja.jingga sangat menikmati asam kelapa, "Nyo baro pah makanan selama padip uroe di Jogja."

Aku mengangguk setuju, maklum beberapa hari di tanah Jawa, lidah kami jarang dimanjakan asam, asin, dan pedas. Hanya masakan Padang, yang bikin kami masih waras di Jogja. Asam kelapa khas Aceh itu diracik @kitablempap, tak ada yang meragukan masakannya, sesekali terdengar ada yang menyebut "Masya Allah". Seseorang menyelutuk ke arahku, "Nyo tapajôh asam u sang-sang kan lagèe di Aceh keudéh, Tu (@kitablempap) memang mampu."

image

Selepas gala dinner, surah buku dimulai. Semua mata tetamu mengarah ke dinding bercat biru, disana tergambar sebuah pistol berujung kepala elang, tertulis "Gerakan Surah Buku" dan "Zona Diskusi 24 Jam." Di bawahnya @cucoabuchiek duduk membaca buku "Sejarah Intelektual" entah di halaman berapa aku sudah lupa. Pada tahap ini aku kesulitan menjelaskan, aku tidak menyimak dengan benar. Aku ingat beberapa kali ia menyebut kata liberalisme dan politik. Seusai membaca beberapa halaman, @cucoabuchiek melempar wacana ke para partisipan. Disinilah menariknya GSB, semua yang datang punya porsi dan kesempatan yang sama untuk berbagi gagasan sesuai tema yang didiskusikan.

Liberalisme dan politik memang menjadi wacana utama Jumat malam itu, dua kata yang tidak terlalu kuminati. Walau aku tetap berdiri agak ke tepi menyimak jalannya diskusi yang berjalan alot. Di satu sudut seseorang unjuk suara, partisipan lain menyimak dengar. Lalu, di sudut lain seseorang menanggapi dengan pengetahuan yang berbeda. Kemudian, di sudut lain lagi, gagasan juga disumbang oleh orang dengan kapasitasnya sendiri. Ada yang saling setuju, tak ayal juga saling mengkritisi. Sesekali lelucon-lelucon diselip agar membawa tawa di bawah temaram suasana.

Bersambung...

Sort:  

I've read your writing and i like it, please see my writing here https://steemit.com/story/@olet-rahma/a-journey-in-a-fairy-tale-word-058d72ae15874#

Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by zeds from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, theprophet0, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.

If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.

Coin Marketplace

STEEM 0.16
TRX 0.17
JST 0.029
BTC 69391.27
ETH 2511.15
USDT 1.00
SBD 2.57