Sekolah Baru, Kawan-kawan baru

Mencari sekolah baru penuh liku, sampai akhirnya saya resmi tercatat sebagai siswa salah satu SMP di Lampinenung, Banda Aceh. Kisahnya tak panjang-panjang amat, tapi harus dilalui setiap siswa setelah setelah menamatkan sebuah sekolah.

Bermula usai tamat di Sekolah Dasar (SD) di Peurada, Banda Aceh, sebelum Ramadan dua bulan lalu. Pendaftaran untuk sekolah lanjutan dimulai usai Idul Fitri, lewat sebuah situs khusus yang difasilitasi Dinas Pendidikan Kota Banda Aceh, http://ppdb.bandaacehkota.go.id/.

Saya dibantu ayah mendaftar di situs itu pada 21 Juni 2018, tak sulit bahkan sangat santai sambil minum teh bersama adik di sebuah warung kopi. Sebentar saja siap, memilih sekolah unggul pilihan pertama sesuai rayon dan menentukan sekolah lain sebagai pilihan selanjutnya, sampai enam pilihan.

“Ayah dulu tak seperti ini, datang ke sekolah bawa ijazah dan selesai,” kata ayah saat membantu pengisian data. “Itu dulu ayah, sekarang sudah canggih,” saya menimpali sekenanya. Maklum saja, saya juga tak pernah tahu bagaimana dulu yang dimaksud, selain dari ceritanya.

Usai sudah proses daftar, verifikasi kelengkapan berkas, membawa foto ke sebuah sekolah yang ditunjuk SMP 6, harus dilakukan. Maka kami datang ke sana pada 2 Juli 2018 untuk kepentingan tersebut. Lalu guru petugas memberi bukti verifikasi seperti nomor ujian.

Tidak ada tes apapun seperti saat masuk SD dulu. Nilai USBN menjadi patokan untuk distribusi para siswa dari seluruh SD ke seluruh SMP yang ada di Banda Aceh. Sebagian kawan punya pilhan beda, tergantung pilihan dan petunjuk orangtua.

Pengumuman kelulusan juga disampaikan melalui website, pada 5 Juli 2018. Tapi saat ayah membuka website tersebut pada pukul 14.00 WIB, ‘error’ dan belum ada informasi apapun, malam juga. Dan baru siang esoknya, pengumuman bisa terlihat. Saya lulus pada sekolah pilihan kedua.

Daftar ulang ke sekolah baru saya lakukan pada 10 Juli sekaligus mengambil seragam. Bersama orangtua juga menyiapkan beberapa seragam yang tidak disediakan di sekolah dan perlengkapan lainnya. Pada 15 Juli 2018, saya mulai sekolah.

Tak banyak kawan lama atau satu SD di sekolah baru, hanya beberapa orang. Salah satunya Ainur yang satu lokal di SD dan kebetulan juga satu lokal di SMP, kami duduk berdua. Saya mulai berkenalan dengan kawan-kawan baru, dan setiap pulang sekolah, ayah selalu bertanya siapa kenalan baru saya. “Belum banyak yang akrab, kan masih baru,” jelas saya.

Begitulah kisah saya menemukan sekolah baru dengan kawan-kawan baru. []

@yasliapoetry