Diajak Ayah Mengenal Kuah Beulangong

Saya tahu kuah belanggong, tapi tak pernah tahu cara orang memasaknya. Apalagi dalam beberapa belanga besar yang katanya menjaga tradisi di bulan Ramadan.

Minggu siang lalu sedang asyik menonton televisi, ayah memanggil mengajak ke meunasah untuk mengambil kuah belangong. "Kamu harus tahu, dan paham membantu orangtua," katanya.

Bergegas memakai jilbab, saya tak pernah membantah omongannya. Lalu mengambil wadah yang telah disiapkan bunda. Kami lalu ke meunasah di kampungku, Gla Meunasah Baro, Aceh Besar.

Selama ini saya menyukai kuah belangong. Sebagai anak 12 tahun, tak pernah peduli bagaimana makanan itu disiapkan. Belum lagi soal tradisi budaya, tak paham. Ingin tahu juga tidak, sampai ayah mengusikku.

Di meunasah kulihat ada sepuluh belanga besar yang disiapkan warga gampong. Sebagian tetangga terlihat sudah mengantre mengmbil kuahnya dengan daging lembu.

Saya melihat dari dekat, api menyala di bawah belanga membuat kuah mendidih. Seorang pemasak alias koki mengambil kuah dan daging untuk ditaruh pada puluhan ember kecil, lalu dipindahkan ke wadah yang kami bawa.

Saya lihat, kuah ini diracik memakai daging sebagai bahan utama dicampur nangka. Bumbunya saya tak tahu, tapi kata bunda, memakai cabe, bawang putih, merah, jintan, kapulaga, jahe, kunyit dan lainnya. Yang jelas kuah belangong enak disantap apalagi saat berbuka.

Memasak menu ini di meunasah kami adalah tradisi. Tak hanya di bulan Ramadan, tapi juga saat perayaan maulid. Dananya dikutip dari warga, kudengar per rumah diminta panitia sebesar 100 ribu.

Berbuka dengan menu ini pingin nambah lagi. Sekarang saya jadi tahu, bagaimana proses membuat kuah beulangong itu.

Demikian cerita saya, thanks untuk kawan steemians.
@yasliapoetry