Rahasia di Balik Membelotnya Panglima Operasi GAM

in #story6 years ago

Senin dini hari, 12 Mei 2003, sekitar pukul 02.45 WIB, Panglima Operasi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Tiro, Amri bin Abdul Wahab membelot ke pihak Republik Indonesia. Dari markas Joint Security Committee (JSC) di Hotel Kuala Tripa, Banda Aceh ia menyatakan menyerahkan diri.

Penyerahan diri Amri itu disambut baik pihak Republik Indonesia (RI) dan dijadikan bahan propaganda agar anggota GAM lainnya menyerah. Amri secara rahasia diterbangkan ke Jakarta. Di sana konferensi pers digelar. Pemerintah berharap dengan menyerahnya Amri akan ada petinggi-petinggi GAM lainnya yang ikut menyerah.

Menyerahnya Amri mengagetkan banyak pihak. Apa lagi selama proses jeda kemanusian (CoHA) namanya sering muncul di media. Ketika turun ke lapangan bersama JSC ia selalu dielu-elukan oleh masyarakat. Berita tentang menyerahnya Amri menjadi tajuk utama berbagai media, baik lokal, nasional, maupun internasional. Peristiwa itu disampaikan ke media dalam konferensi pers di kantor Menkopolkam Jakarta, Selasa 13 Mei 2003. Saat konferensi pers Amri didampingi kuasa hukum dari kantor pengacara Henry Yosodininggrat and Asociate.
amri bin abdul wahab_konfren di jakarta ketika menyerah_BBCNews.jpg
Amri Bin Abdul Wahab menggelar konferensi pers du kantor Menkopolkam terkait penyerahan dirinya sumber

Ketua Komite Bersama Modalitas Keamanan (KBMK) JSC dari pihak RI, Brigjen Safzen Noerdin dalam konferensi pers itu mengungkapkan kronologis penyerahan diri Amri. Pada minggu malam sekitar pukul 11 tim JSC dari pihak RI di Hotel Kuala Tripa berkemas untuk kembali ke Jakarta esok pagi. Ia bersama Letkol Embu menginap di salah satu kamar di lantai dua hotel itu.

Pukul 02.45 WIB Senin dini hari Letkol Embu mendapat telepon dari lantai empat. Dari seberang telpon terdengar suara. “Pak Embu, saya ingin menghadap Pak Noerdin, saya ingin menyerah.” Ternyata suara di telepon itu adalah Amri. Letkol Embu kemudian menyampaikan itu kepada Safzen Noerdin. Keduanya antara percaya dan tidak. Tapi Amri terus meyakinkannya bahwa ia benar-benar ingin menyerah dan ikut ke Jakarta.

Yakin bahwa Amri benar-benar akan menyerah, mereka membicarakan tekniknya. Pukul 04.00 WIB Amri diminta turun ke lantai dua ke kamarnya Safzen. Sampai di sana ia digeledah dan dievakuasi ke Lanud Iskandar Muda. Saat menunggu pesawat, Amri diminta untuk membuat surat pernyataan menyerahkan diri dan menandatanganinya.

Membelotnya Amri menimbulkan berbagai persepsi dalam masyarakat. Ada yang mengatakan bahwa Amri bukan menyerah tapi diculik oleh Kopasus dari markas JSC di Hotel Kuala Tripa diterbangkan ke Jakarta. Penculikan dilakukan untuk melemahkan GAM dalam tim JSC, karena Amri merupakan panglima operasi GAM yang membawahi ratusan “perwira” GAM yang ditempatkan di TMT JSC. Dengan diculiknya Amri maka komando GAM dalam tim akan kacau.

Kondisi seperti itu merupakan sesuatu yang sudah lama diperkirakan oleh GAM. Penempatan Amri dan perwira sulapan lainnya di JSC oleh GAM merupakan sebuah upaya antisipasi kalangan GAM untuk menghindari pengalaman buruk seperti apa yang pernah terjadi di masa DI/TII pada tahun 1950-an.

Ketika perundingan batal, maka perwakilan-perwakilan DI/TII ditangkap. GAM sejak awal sudah memperkirakan hal itu, sehingga areal komando tetap dipegang oleh perwira GAM yang sesungguhnya di lapangan dengan komando pusat panglima tertinggi Abdullah Syafie, sehingga menyerahnya Amri tidak memberi dampak berarti bagi GAM.

Fakta sebenarnya, membelotnya Amri merupakan klimaks dari gagalnya upaya “penyelamatan” yang dilakukan pihak GAM terhadapnya. Tiga hari sebelum ia benar-benar menyerah ke pihak RI, para juru runding GAM di Hotel Kuala Tripa sudah mengetahuinya. Siapa orang sekamar Amri di lantai empat Hotel Kuala Tripa saat menelpon Safzen Noerdin masih misteri.

Mantan juru runding GAM, Amni Bin Ahmad Marzuki sedikit membuka informasi tentang itu. Sebagai petinggi GAM di JSC ia mengenal baik semua personelnya karena dialah yang mempersiapkan para perwira sulapan untuk ditempatkan di Trie-partite Monitoring Team (TMT). Amri Bin Abdul Wahab merupakan salah satu dari perwira sulapan itu.
Amri.jpg
Amri bin Abdul Wahab ketika pelepasan tim JSC di halaman Masjid Raya Baiturrahman. sumber

Menurut Amni, sebelum bergabung dengan GAM, Amri merupakan seorang pedagang obat keliling. Ia memiliki kecakapan dalam komunikasi menarik pelanggan, karena itu pula, ketika pada tahun 1999 bergabung dengan GAM di wilayah Pase, ia ditempatkan di biro penerangan.

Ketika GAM membutuhkan seorang panglima/komandan untuk mengisi perwakilannya di JSC, Amri ditarik ke JSC sekaligus dinaikkan pangkatnya dan ditabalkan sebagai panglima operasi GAM pusat di Tiro. Sejak itulah ia menjadi perwira sulapan dan menjalankan tugansya sebagai panglima bayangan di JSC.

Dengan posisinya di JSC tersebut, Amri mendapat tempat yang luar biasa di mata masyarakat Aceh saat itu. Dengan perawakannya yang tinggi besar dan murah senyum ketika turun ke daerah, ia benar-benar mampu memperlihatkan sosoknya sebagai panglima apalagi keberadaannya selalu dikawal oleh simpatisan dan masyarakat yang ia kunjungi. Saat berada di Tiro untuk peresmian zona damai, ia dibopong dan diangkat oleh massa dengan teriakan-teriakan yang membahana.

Namun Amri tidak dapat menjalankan tugasnya sampai akhir di JSC. Keberadaannya mendapat tekanan dari kalangan pemerintah RI dan GAM di Swedia setelah sebuah sumber menyatakan ia terlibat dalam sebuah tim yang melakukan pemboman di Jakarta. Ada juga yang menyatakan Amri terlibat utang dengan pihak tertentu yang sudah berujung pada perselisihan yang sudah sangat meruncing. Hal ini kemudian menjadi tekanan baginya dan tim juru runding GAM di Banda Aceh.

Akhirnya ia mengatur langkah-langkah untuk keluar dari markas JSC di Kuala Tripa, tempat ia berkantor dan menginap. Ia bermaksud kembali ke markasnya di Pasee. Pada suatu hari ia turun dari hotel dan diantar oleh seorang juru runding GAM Amni Bin Ahmad Marzuki bersama sopirnya menuju tempat penjemputan yang sudah diatur sebagai rute pelariannya/perjalanannya ke Pasee. Namun usaha ini gagal, karena mereka menyadari ada beberapa hal aneh dan mengkhawatirkan kalau mereka sedang dibuntuti oleh aparat keamanan RI.

Lalu upaya pelarian itu hanya berujung kepada acara rekreasi kecil di pelabuhan Ulee Lheu. Mereka singgah ke sebuah cafe terbuka dan minum air kelapa muda. Dari sana mereka kemudian kembali lagi ke markas JSC di Hotel Kuala Tripa. Pada akhirnya Amri memilih jalannya sendiri dan membangun komunikasi dengan pihak RI untuk keamanannya sendiri.

Sort:  

Terima kasih bg Isnorman, membaca ini teringat 15 tahun yang lalu... Dmana berita ini sangat viral.. Tapi apa kabar beliau setelah itu

Amri bin Abdul wahab memilih jalan menyelamatkan diri dari banyak perkara. Dia kabarnya "diamankan" di pulau seberang.

Congratulations You Got Upvote
& Your Content Also Will Got Curation From

  • Community Coalition
IndonesiaPhillipinesArab
@sevenfingers@steemph.antipolo@arabsteem

Thanks alot for @sevenfingers and community coalition upvote in my post

Satu gal yang masih saya ingat betul, pada saat penyerahan diri beliau di publikasikan, seluruh elemen masyarakat memberi cap Panglima Tibang kepada beliau.

Betul, ini salah satu fragmen dari ribuan fragmen sejarah membangun perdamaian Aceh.

You received an upvote as your post was selected by the Community Support Coalition, courtesy of @sevenfingers

@arabsteem @sevenfingers @steemph.antipolo

Thank @arabsteem for community support for me

Coin Marketplace

STEEM 0.16
TRX 0.17
JST 0.030
BTC 70398.02
ETH 2518.89
USDT 1.00
SBD 2.55