Kisah Spionase Azhar Azis ke Markas Sekutu (NICA)

in #story6 years ago

Seorang pemuda dari Ikatan Pemuda Indonesia (IPI) Banda Aceh, Azhar Azis dikirim ke markas tentara Nederlandsch Indië Civil Administratie atau Netherlands-Indies Civil Administration (NICA) di Sabang pada 28 September 1945.

Azhar Aziz yang fasih berbahasa Inggris dan Belanda, menyamar ke markas NICA untuk melakukan spionase, tentang rencana Belanda menyerang Aceh, setelah Pulau Weh, Sabang diserahkan Jepang kepada Sekutu sebulan sebelumnya, yakni pada 25 Agustus 1945.

Belanda akan menyerang Aceh untuk menaklukkan kembali seluruh wilayah Republik Indonesia yang baru memproklamirkan kemerdekaan. Aceh merupakan satu-satunya wilayah republik yang tidak bisa dimasuki Belanda pada agresi kedua tersebut.

pendaratan sekutu.jpg
Pendaratan tentara Sekutu di Indonesia sumber

Untuk memata-matai pergerakan dan rencana tentara Belanda dan sekutunya Inggris di Sabang itu, Azhar Aziz mengemban tugas spionase di pulau paling barat Sumetera tersebut. Ia berhasil menyelundup ke markas NICA dan bekerja sebagai jongos di sana.

Teuku Alibasjah Talsya dalam buku Batu Karang di Tengah Lautan mengungkapkan, dalam menjalankan aksinya spionase tersebut, Azhar Aziz benar-benar mampu menyembunyikan identitasnya sebagai pemuda terpelajar. Ia berlagak seperti orang dungu dan berhasil bekerja pada seorang perwira Belanda.

Kesempatan tersebut dipakai untuk mendengar setiap pembicaraan “tuannya” dengan para pejabat militer, khususnya tentang rencana penyerangan Aceh. Bukan hanya itu, ia juga berhasil membawa masuk beberapa kawannya untuk bekerja di sana, baik sebagai tukang kebun, tukang masak, bahkan pesuruh, salah satu kawannya itu adalah Mohammad Junus yang dipercayakan sebagai krani.

pasukan KNIL di Sabang_Nederlands foto museum.jpg
Tentara dari pasukan KNIL berpose dengan latar Pelabuhan Sabang sumber

Sehari kemudian, 29 September 1945, tokoh muda Aceh, MR Teuku Muhammad Hasan diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai wakil pemerintah pusat untuk seluruh Sumatera, melalui surat keputusan No.P.I/2/15. Rakyat Aceh menyambut baik keputusan tersebut.

Tapi pada hari yang sama juga berita radio dari Jakarta mengabarkan bahwa tentara Sekutu telah mendarat di Jakarta. Hal ini membuat suasana gusar di Aceh. Pasalnya, pasukan sekutu dengan kapal perang berbendera Inggris sudah sebulan berada si Sabang, bahkan mereka telah membuat susunan pemerintahan di Sabang.

Kegusaran itu semakin bertambah ketika Azhar Aziz yang melakukan spionase di markas NICA membocorkan informasi bahwa pasukan 26th Indian Division yang dipimpin Mayor Jenderal HM Chamber telah ditugaskan untuk menduduki Sumatera. Berita itu diperkuat dengan selebaran yang dijatuhan (disebarkan) dari udara oleh pesawat Belanda.

Untuk menghadapi kemungkinan masuknya Belanda dan sekutunya ke Aceh, rakyat Aceh terus memperkuat angkatan bersenjata Angkatan Pemuda Indonesia (API) dengan senjata-senjata rampasan dari Jepang.

Sepanjang jalan utama di Banda Aceh di dinding-dinding bagunan digrafiri semboyan-semboyan perjuangan oleh para pemuda. Grafiti tersebut isinya seperti : Medeka 100 Persen, Merdeka atau Mati, Berjuang dan Syahid di Jalan Allah. Selebaran-selebaran dengan isi senada juga ditempelkan di pohon-pohon dan bangunan di jalan-jalan protokol.

nyak arief.jpg
Teuku Nyak Arief sumber

Pada 30 September 1945, sebelum Belanda dan Sekutu masuk ke Aceh, Teuku Nyak Arif yang menjabat sebagai Ketua Aceh Syu Sangi Kai (Ketua Depan Perwakilan Daerah Aceh) masa Jepang berkuasa, mengambil inisiatif untuk menarik kekuasaan dari Jepang sebelum diambil oleh Sekutu.

Teuku Nyak Arief menugaskan teman dekat seperjuangannya, Teuku Panglima Polem Muhammad Ali untuk mengantar sepucuk surat kepada Chokang (Residen Jepang) di Aceh, Syozaburo Iino di kediamannya.

Isi surat tersebut, Teuku Nyak Arif meminta secara resmi agar Chokang menyerahkan pemerintahan daerah Aceh kepada masyarakat Aceh (Indonesia). Namum permintaan itu ditolak oleh Jepang. Akibatnya timbul ketegangan antara Teuku Nyak Arief dengan para pejabat Jepang di Aceh.

Teuku Nyak Arief kemudian memobilisai massa dan pemuda pejuang untuk mengepung kediaman petinggi Jepang tersebut. senjata-senjata Jepang juga dirampas. Perampasan senjata Jepang kemudian juga menjalar hingga ke luar Banda Aceh seperti di tangsi (markas) tentara Jepang di Lhoknga dan Seulimuem, bahkan kemudian menjalar hingga ke seluruh Aceh.

Dengan senjata-senjata rampasan tersebut, pasukan API dan barisan pemuda pejuang kemerdekaan di Aceh semakin kuat. Sebagaimana pejuang Aceh mengirim Azhar Azis ke markas NICA untuk spionase, begitu juga NICA menyebar mata-matanya ke Banda Aceh. Hasilnya, Belanda tak jadi menyerang Aceh setelah mengetahui kesiapan rakyat Aceh untuk berperang. Sejarah akhirnya mencatat, Aceh merupakan satu-satunya daerah yang tidak berhasil ditaklukkan Belanda pada agresi kedua. Dan menjadi daerah modal perjuangan mempertahankan kemerdekaan saat Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta ditawan Belanda setelah pusat pemerintahan di Yogjakarta dikuasai Belanda.

Coin Marketplace

STEEM 0.27
TRX 0.13
JST 0.032
BTC 62726.22
ETH 2961.65
USDT 1.00
SBD 3.60