Kisah Pemuda Sosialis Indonesia Melepaskan Diri Dari Haluan PKI

in #story6 years ago

Pada 10 November 1945, konggres Pemuda Republik Indonesia (PRI) di Yogjakarta memutuskan, mengubah nama organisasi PRI menjadi Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo). Hal yang kemudian dintentang oleh pemuda Aceh, karena Pesindo berhaluan kiri dan condong kepada Partai Komunis Indonesia (PKI).

Sejarawan Aceh, Teuku Alibasjah Talsya mengungkapkan, meski menentang perubahan tersebut, PRI Aceh juga mengubah namanya menjadi Pesindo. Organisasi ini dipimpin oleh Ali Hasjmy. Meski demikian dalam perjalannya Pesindo Aceh mengambil jalan sendiri, jika Pesindo Pusat beraliran kiri, Pesindo Aceh malah sebaliknya, yakni beraliran kanan.

Bagi Ali Hasymi dan pemuda Aceh yang tergabung dalam Pesindo, organisasi ini merupakan himpunan dari tokoh-tokoh masyarakat, tokoh Islam dan para pemuda militan, haluannya jelas sangat religius, bukan bealiran kiri. Karena perbedaan jalan tersebut, Komisariat Dewan Pusat Pesindo Sumatera menganggap Pesindo Aceh tidak sah dan pengurusnya diganti.

Pesindo Aceh.jpg
Markas Daerah Pesindo Aceh dengan pasukan bersenjata Divisi Rencong sumber

Pesindo Aceh semakin tersisih ketika secara terbuka menyatakan menentang pemberontakan PKI pimpinan Muso yang dikenal sebagai pemberontakan Madiun. Pesindo Aceh kemudian juga menyatakan keluar dan tidak tunduk kepada Pesindo Pusat yang sudah dipengarui anasir PKI. Pesindo Aceh mengambil jalan sendiri, tetap setia berjuang membela Pemerintahan Republik Indonesia yang saat itu berpusat di Yogjakarta.

Melihat sikap Pesindo Aceh tersebut, Pesindo Pusat dan Pesindo Sumatera membujuk Ali Hasymi dan para pemuda Pesindo Aceh untuk kembali bergabung dalam komando Pesindo Pusat. Bujukan tersebut malah dijawab dengan tegas oleh Ali Hasymi bahwa Pesindo Aceh memutuskan hubungan dengan organisasi dan memisahan diri dari Pesindo Pusat pada 19 Oktober 1948.

Sebelumnya pada 17 Desember 1945, pertemuan para pengurus Pesindo Aceh di Banda Aceh menegaskan sikap bahwa landasan perjuangannya tetap pada prinsip awal, yakni Islam dan perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Ali Hasymi malah menegaskan akan membendung orang-orang komunis (PKI) masuk ke Pesindo Aceh.

Muso Pemimpin Pemberontakan PKI Madiun.jpg
Paul Mussotte alias Muso Munowar Pimpinan pemberontakan PKI Madiun sumber

Selajutnya Pesindo Aceh juga mengubah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) organisasi yang jauh bersebarang dengan Pesindo Pusat. Tujuannya hanya satu, melepaskan diri dari pengaruh PKI. Ali Hasymi menegaskan, iklim politik di Aceh dengan daerah lain sangat berbeda, maka untuk mencapai tujuan revolusi akan menempuh cara yang berbeda dengan daerah lain.

Pada 20 Desember 1945, Ali Hasymi juga mengubah nama Barisan Perjuangan PRI menjadi Ksatria Pesindo. Markas angkatan bersenjata ini berada di Lhoknga dipimpin oleh seorang pemuda bernama Nyak Neh.

Dalam perjalan selanjutnya, Ksatria Pesindo ini berubah menjadi pasukan Divisi Rencong. Organisasi bersenjata ini wilayah operasionalnya meliputi seluruh Aceh dan Sumatera Timur.

Kemudian pada 15 Januari 1945, Pesindo Aceh melakukan konferensi II di Banda Aceh. pembukaan konferensi berlangsung di ruang resepsi (aula) gedung Atjeh Bioskop, semantara sidang dan koferensi dilakukan di Markas Pesindo. Pada konferensi II inilah AD/ART Pesindo Aceh kembali dipertegas bersifat religius nasionalis, dan semakin jauh dari haluan Pesindo Pusat yang pro komunis.

abu beureueh imam sukarno.jpg
Presiden Soekarno shalat berjamaah di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh dengan imam Tgk Muhammad Daod Beureueh sumber

Pada hari yang sama, Presiden Soekarno menyampaikan ucapan selamat atas berlangsungnya Konferensi II Persindo Aceh tersebut. Meski mengatahui Pesindo Aceh telah memisahkan diri dan mengambil jalan sendiri, Presiden Soekarno dari Kudus, Jawa Tengah, secara khusus mengirim telegram ke Pesindo Aceh. Isi telegram tersebut adalah.

Markas daerah Pesindo Kutaraja
Saya mengucapkan salam merdeka kepada konggres dan mendakan berhasil baik. Ingatlah sekarang juga akan kewajiban pembangunan. Hanya negara yang kokoh sentosa dapat menentang segala usaha penjajahan, baik di hari sekarang maupun di hari kemudian.
Presiden Republik Indonesia
Soekarno.

Pada 17 Januari 1946, Konferensi II Pesindo Aceh berakhir dengan menghasilkan dua mosi kepada Pemerintah Republik Indonesia, Gubernur Sumatera Utara dan Residen Aceh.

Dalam mosi pertama dikemukakan bahwa: Meminta Sekutu memerintahkan tentara Inggris supaya segera menyelesaikan pelucutan senjata Jepang, mengurus tawanannya dan meminta supaya tentara Jepang dan Inggis segela keluar dari Indonesia. Meminta Inggris untuk tidak membuka jalan masuknya kembali penjajah Belanda ke Indonesia.

Kemudian meminta Sekutu tidak mengizinkan kapal perang asing berlayar dalam batas territorial Indonesia jika tidak mendapat izin dari Pemerintah Indonesia. Meminta tentara Sekutu tidak masuk ke Aceh karena di Aceh tidak ada lagi tentara Jepang dan tawanannya.

4. ali hasjmy dan syamaun gaharu.jpg
Ali Hasymi Ketua Pesindo Aceh berbincang dengan Komandan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Aceh Syamaun Gaharu sumber

Pesindo Aceh juga memprotes sikap Inggris yang mengirim tentara Jepang ke Langsa, sehingga terjadi pertempuran, dan meminta supaya Jepang yang masih berada di Kuala Simpang segera dikeluarkan dari Aceh. Kemudian meminta Pulau Weh (Sabang) yang telah menjadi markas Sekutu sejak 25 Januari 1945 untuk segera dikembalikan kepada Residen Aceh.

Sementara pada mosi kedua, Pesindo Aceh mengkritisi kinerja pemerintah di Residen Aceh yang belum optimal. Kedua mosi tersebut ditandatangani oleh Ketua Umum Markas Daerah Pesindo, Ali Hasymi.

Menariknya, karena kinerja kepolisian di Aceh tidak berjalan normal, pada 31 Januari 1945 Pemerintah Daerah Aceh memberikan hak menjalankan pekerjaan kepolisian kepada Badan Keamanan Pesindo. Maklumat pemberian hak itu ditandatangani oleh Wakil Residen Aceh T T Muhammad Daodsyah dan disetujui oleh Ketua Komite Nasional Daerah Aceh Mr SM Amin.

Coin Marketplace

STEEM 0.19
TRX 0.15
JST 0.029
BTC 63188.04
ETH 2570.49
USDT 1.00
SBD 2.79