Atjeh Hotel dan Kisah Tangisan Soekarno

in #story6 years ago

Bangunan itu awalnya bernama European Hotel. Terletak di tengah taman Vreddespark. Kini dikenal sebagai taman sari atau taman Bustanussalatin, Kota Banda Aceh. Hotel ini dibangun Pemerintah Kolonial Belanda sekitar tahun 1880. Boleh jadi merupakan hotel pertama yang dibangun di Aceh.

Para pelintas dari Eropa menetap di sini, sebelum melanjutkan perjalanan ke Batavia. Banyaknya pelintas Eropa yang singgah karena di sisi timur taman Vreddespark terdapat sebuah tempat hiburan khusus bagi bangsa Eropa. Tempat hiburan ini dinamai Juliana Club. Diambil dari nama putri Belanda masa itu. Di Juliana Club ini anak-anak dan bangsawan Eropa bermain musik dan berolahraga. Tentang Juliana Club ini akan saya tulis dalam tulisan lain nantinya.

european hotel.jpg
European Hotel di tengah taman Vreddespark (1880). Kini Taman Bustanussalatin Banda Aceh

Setelah zaman kemerdekaan, nama European Hotel diubah menjadi Atjeh Hotel. Salah satu ruangannya pernah dijadikan sebagai kantor Gabungan Saudagar Aceh (Gasida). Sayangnya, kini tak ada lagi sisa-sisa bangunan hotel bersejarah tersebut. Hotel tempat Presiden Soekarno menangis di tahun 1948.

Ya, di hadapan Gubernur Militer Aceh Langkat dan Tanah Karo, Teungku Muhammad Daod Beureueh, Presiden Soekarno menangis minta dibelikan pesawat untuk menopang diplomasi republik. Kompensasinya, Aceh akan diberi kebebasan menjalankan syariat Islam dan menjalankan pemerintahan sendiri secara otonom.

Rakyat Aceh menyanggupinya, bukan hanya satu, tapi dua pesawat jenis Dakota dibeli untuk republik ini. Replika kedua pesawat itu masih bisa dilihat sampai sekarang, satu di anjungan Aceh di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Satu lagi di monumen Blangpadang, Banda Aceh.

Kenyataannya kemudian, Soekarno ingkar janji. Aceh bukan hanya tak diizinkan menjalankan syariat Islam, tapi provinsi Aceh dileburkan dalam provinsi Sumatera Utara. Maka, tergeraklah darah pemberontakan itu, Daod Beureueh menggelorakan pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang membuat republik ini kembali kwalahan menghadapi Aceh.

20180227_090713.jpg
Bekas pondasi tangga depan Atjeh Hotel/European Hotel

Kembali ke Atjeh Hotel. Di mana hotel itu sekarang? Tak ada lagi sisa-sisa hotel penuh sejarah tersebut. Yang ada hanya pondasi bekas tangga depan hotel. Sebagai petanda bahwa di situ pernah berdiri bangunan bersejarah. Pada tahun 2008 silam Yayasan Bustanussalatin memasang monumen di sana, lengkap dengan keterangan tiga bahasa, bahasa Aceh, Indonesia dan Inggris. Versi bahasa Indonesia dalam plakat tembaga yang ditempel di monumen itu tertulis:

Di lokasi ini pernah berdiri Hotel Atjeh, tempat Presiden Soekarno singgah dalam kunjungannya ke Aceh pada Juni 1948. Di hotel inilah sempat Soekrno sambil menangis tatkala meminta rakyat Aceh untuk membantu membeli pesawat guna kepentingan diplomatik Indonesia. Kedua pesawat sumbangan rakyat Aceh itu kemudian diberi nama Seulawah 01 dan Seulawah 02.

20180227_090740.jpg
Monumen berisi informasi tentang Hotel Atjeh dan kunjungan Soekarno ke Aceh Juni 1948

Pesawat inilah yang kemudian menjadi cikal bakal maskapai pernerbangan Garuda Indonesia. Meski sejarahnya kini sudah dilupakan, bahkan oleh Garuda sendiri. Ketika Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dijabat mantan Pj Gubernur Aceh, Mustafa Abubakar, sejarah pesawat Seulawah sebagai cikal bakal Garuda Indonesia pernah dimasukkan dalam majalah maskapai penerbangan tersebut. Tapi kini hilang kembali.

Lalu bagaimana rakyat Aceh dalam waktu singkat bisa membeli dua pesawat untuk republik ini? Sejarawan Aceh, HM Zainuddin yang saat itu menjabat sebagai Komisaris Gasida menceritakan, atas intruksi Abu Daod Beureueh, hari itu juga Gasida menyerahkan dana tunai kepada Soekarno sebesar US$ 120.000.

Sementara seluruh jaringan Gasida di Aceh mengumpulkan sumbangan dari rakyat Aceh. Selama 27 hari terkumpul lagi sebesar US$ 120.000. Dana yang terkumpul itu diserahkan Gasida melalui cek kepada Residen Aceh untuk diserahkan ke Presiden Soekarno. Cek itu harus dicairkan di Penang, Malaysia melalui Firma Permai, perusahaan milik pengusaha Aceh yang juga pengurus Gasida cabang Malaysia.

Dengan dana itu kemudian Pemerintah Republik Indonesia membeli dua pesawat jenis Dakota. Untuk menghargai pemberian rakyat Aceh itu, dinamailah kedua pesawat tersebut Seulawah 01 dan Seulawah 02. Diambil dari nama gunung di Aceh Besar.

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.14
JST 0.028
BTC 59471.57
ETH 2618.20
USDT 1.00
SBD 2.40