_NAHRAZI_

Adakala garis kehidupan terlalu rumit untuk di jelaskan, Perjalanan hidup anak manusia seperti misteri yang enggan untuk diurai, Geliatnya tidak seperti malam yang diawali senja.

Nahrazi...
28 tahun yang lalu aku membayangkan nasibnya tidak seperti sore ini ketika secara tak sengaja bertemu dengannya di sebuah Lepau ujung jembatan Idi Rayeuk.
Pria kelahiran Moskow yang kutemui tadi bukanlah sosok yang bertaut di sebagian memory ku 28 tahun yang lalu, Aku kehilangan rupa, kehilangan segalanya pada wujud yang tak berbekas.

Setelah Tsunami aku sempat depresi, Sampai sekarang aku belum berumah tangga dan tak punya pekerjaan Ucap Nahrazi ketika kutanya tentang keluarganya.

Ku raih sehelai daun yang jatuh dari pohon mahoni tua didepan lepau yang berwarna buram itu.
Alangkah indahnya sebuah perjalanan bila kita bisa melihat dengan baik, Mendengar dengan baik dan merasakan dengan baik setiap langkah yang telah kita rencanakan.

Hanya belasan kalimat yang keluar dari mulut Nahrazi selama 1 jam kami bertemu, Kalimat-kalimat lirih seperti berbisik pada dirinya sendiri, Hanya dia sendiri yang mampu memahami apa yang telah dia capai.

Sekuat tenaga aku berusaha kembali kemasa lalu untuk mengidentifikasi sosok Nahrazi sahabatku di SMAN IDI dengan Nahrazi yang ada didepanku, Yang masih tersisa hanya kejujuran dan sifat pendiamnya, Selebihnya sia-sia.

Semua keinginan masih mungkin kau wujudkan dalam hidupmu, kecuali keinginan untuk bertemu dengan orang-orang terkasih yang telah mendahului kita
Nahrazi tercenung mendengar kata ku, Mungkin dia terkenang saat Ayahnya masih bekerja di kedutaan Besar Uni Soviet tempat dia dilahirkan atau sedang menggali lamunan tentang sosok kekasihnya yang terhempas tsunami.

Ada saatnya hidup menjadi diam dan tak bergerak, Menjadi nyata dan tak berjarak, Menjadi bisu dan tak berdetak.

Aku tak ingin kau berhenti di masa lalu kataku mengakhiri pembicaraan, Nahrazi tersenyum dan menjabat tanganku, Dia hanya mengangguk kalem saat aku pamit, Sekalem sosok pendiam yang ku kenal 28 tahun yang lalu.

Nahrazi sadar bahwa dia telah memasung hidupnya pada kenangan masa lalu, Dengan jujur dia mengakui telah melakukan beberapa kesalahan, Tapi bagiku itu lebih terhormat daripada orang-orang yang merasakan dirinya benar tapi tak pernah melakukan apa-apa. Bahkan aku tak ingin menjadi hakim atas sebuah pengakuan nyeleneh Nahrazi, Biarlah kekhilafannya menjadi urusannya dengan mahkamah akhirat.
Ku perhatikan Nahrazi yang meninggalkanku lebih dulu, Dia menoleh dan tersenyum sekali lagi.

Seorang peminta-minta bertubuh tegap mengusik perhatianku pada langkah Nahrazi, Dengan berat Ku ulurkan sekeping logam, Bukan berarti aku mengasihinya sebagai penghuni bumi tapi karena aku ingin dikasihi oleh penghuni langit...

Sahabat stemians...
Teruslah bergerak, Agar jantungmu tak berhenti berdetak

Ateuh Cot Paloh Lada