SENYUMLAH PADA BUMI

in #story7 years ago

Screenshot_89.png

“ Jadi kau minta berhenti karena mereka tak lagi bisa tersenyum? “ kata ayah menggelengkan kepala.
“ Kalau mereka tidak bisa membayarkan kembali kuitansi dari apotek untuk obat-obatku,
itu tak jadi soal. Mereka memang tidak mampu. Perusahaan sudah makin gawat, hampir bangkrut. Aku tau, mereka mengerutkan kening melihat kuitansi. Terlalu mahal kata mereka. Perusahaan tidak bisa membayar, kata gadis bagian keuangan, mengernyitkan kening. Mengapa mereka tidak tersenyum atau ketawa saja “ ha ha ha “ menolak kuitansi itu?”
“ Nah masa depanmu akan jadi gelap mulai sekarang,” kata ayah, muram. Kakek menggoyang-goyangkan tubuhnya di kursi malas, menghembus pipanya, tersenyum ke langit-langit jendela.
“ Hidup haruslah tersenyum,” kata kakek tersenyum. Kakek sudah lama hidup dengan senyum dan ayah sering menjadi gusar karenanya. “ Hidup haruslah tersenyum “ kata kakek sekali lagi, tersenyum sambil menghisap pipanya dalam-dalam. Ayah merasa tersindir, mengernyitkan kening dan pergi ke ruang dalam.

“ Sulitnya manusia, mereka payah senyum. Mereka hidup mengernyitkan kening mereka pada angan-angan, mimpi, keringat, dan entah apa saja. Itulah sebabnya mereka tidak sering senyum. Dan kalaupun mereka senyum, mereka pada sesuatu yang tidak lagi memerlukan senyum,” kata kakek. Kakek tersenyum di laut. Menarik jangkar yang macet mesin tariknya, telapak tangan kakek lecet dan banyak mengeluarkan darah, tapi kakek tersenyum dan bernyanyi-nyanyi mengecat kapal. Ketika teman kakek jatuh ke laut, kakek tersenyum-senyum membiarkannya. Setelah nyawanya benar-benar tinggal sekarat, kakek terjun ke laut dan mengangkatnya ke geladak dengan tersenyum. Sekali ketika kapal dihempas topan dan tidak mungkin ada harapan, kapten memeritahkan semua meninggalkan kapal. Kakek tersenyum membiarkan teman-temannya berebut sekoci. Akhirya hanya kapten dan kakek saja yang masih dikapal. Kapten jadi gusar dan senang karena kakek masih tersenyum. Dan kapten menolong kakek dengan pelampung ke laut.
“ Senyumlah pada gadis-gadis, pada daratan, pada kota-kota, pada bumi, pada laut, pada kapal yang akan membawamu.” Kata kakek padaku, suami waktu. Aku mengangguk dan menggeleng dalam hati, tidak mengerti mengapa orang harus tersenyum, sering senyum dan semacamnya, ketika itu aku tak yakin dan belum tahu.

Tapi di kantor, bos sudah sebulan tidak tersenyum dan hanya mengernyitkan keningnya melamun lewat jendela. Wakil bos sudah tidak pernah lagi ketawa dan kelihatan sungguh-sungguh dan menciut. Dan ketika aku sodorkan kuitansi itu mereka tidak dapat membayar meskipun dengan senyum, tahulah aku bahwa orang terlalu mengernyitkan kening dan badannya karena angan-angan yang patah, mengepalkan tinju, dan menekan geraham karena kesulitan dan menjadi lebih sulit dan menjadi lebih sulit karena itu. Alangkah baiknya kalu mereka menolak kuitansi itu dengan tersenyum atau tawa atu bagian keuangan yang manis itu berjingkrak-jingkrak sedikit sambil tersenyum atau tertawa seperti dulu sering mereka lakukan waktu perushaan masih dapat kredit dari bank, mereka tersenyum dan tertawa-tawa sampai perusahaan menjual habis harta inventaris, sampai yang tinggal hanya senyum dan tawa, sampai perusahaan hanya memperdagangkan senyum dan tawa. Tentu sampai mampus aku tak minta berhenti.

Matahari mulai menunjukkan pansanya di luar. Dan aku menolong kakek mengangkat kursi malas ke pekarangan belakang.

“ Senyumlah kau. Senyumlah selalu pada hidup, pada bumi, pada langit. Senyumlah selalu dan kau akan mendapatkan sesuatu,” kata kakek sambil mengiringi aku dan mengepulkan asap pipanya ke langit dan tersenyum.
Di Barcelona, kakek tersenyum pada Adelita dan dapat Isabella. Di Marsaille,kakek tersenyum pada Francoise dan dapat helene. Di Yokahama, kakek tersenyum pada michiko, hiroko, dan dapat kumiko. Di Rotterdam, kakek tersyum pada polisi dan dapat tinju,seprai putih, kasur empuk, dan istirahat seminggu di rumah sakit dengan tanggungan perusahaan kapal tempat kakek berkerja.

“Selalu senyum, kau akan dapat sesuatu meskipun tidak selalu tepat seperti yang kau inginkan,” kata kakek.

Jika matahari pagi mulai panas senang duduk-duduk di pekarangan belakang di kursi malas dibawah rimbun pepohonan jambu dan mangga. Anak-anak SD yang pergi dan pulang sekolah sering singgah dulu di pekarangan. Kakek memberi mereka dongeng-dongeng tentang laut, kapal, Marseille, dengan tersenyum sambil mengepulkan asap pipa dan menggoyahkan kursi malasnya. Mereka senang karena membiarkan mereka melempar jambu dan mangga. Ibu dan sangat kuatir kalau-kalau kakek kena timpa buah-buahan atau batu yang mereka lemparkan dan sering melarang mereka. Tapi kakek terus tersenyum dan menceritakan Maeseille atau kota-kota lainnya kepada mereka dan membiarkan mereka melempar buah-buahan dan sambil tersenyum melarang ibu melarang mereka.
Bocah-bocah itu senang pada kakek dan barangkali mereka mengira kakek adalah masa tua penuh senyum yang kelak menantikan mereka.

Coin Marketplace

STEEM 0.22
TRX 0.27
JST 0.041
BTC 104435.36
ETH 3867.94
SBD 3.31