Ketika Pesona Hamka Di Indonesia Kalah Dengan Malaysia
Prof. Dr. Hamka (Foto: Buku Hamka Di Mata Hati Umat)
Beberapa waktu yang lalu, saya pernah memposting jual buku roman Tenggelamnja Kapal van der Wijck, karangan ulama besar Indonesia yang juga sastrawan, Buya Hamka, di facebook. Tidak menunggu lama, selang beberapa menit kemudian, seorang pembeli dari Malaysia lansung berkomentar "untuk saya ya", dan terjuallah buku tersebut ke Negeri Jiran. Saya sempat terpikir, kenapa orang Malaysia suka sekali dengan buku-buku Hamka, karena selama ini banyak pembeli dari Malaysia yang membeli buku-buku Hamka dari lapak saya.
Penerbit PN. Balai Pustaka, tjetakan VI 1957. (Dokumentasi pribadi)
Selang beberapa jam kemudian, tiba-tiba seorang bapak yang nama belakangnya tidak asing bagi saya berkomentar tentang pengalaman menarik yang pernah dialaminya. Beliau bercerita ketika acara bedah buku Tenggelamnya Kapal van der Wijck yang disponsori oleh Penerbit Balai Pustaka dan Produser film TKVDW beberapa tahun lalu, di salah satu kampus universitas swasta di Jakarta. Di hadapan ratusan mahasiswa yang hadir--beliau pada saat itu mendampingi penyair gaek Taufik Ismail sebagai pembicara--mengacungkan tangan sambil memegang buku TKVDW terbitan terbaru seraya bertanya kepada para mahasiswa yang hadir. "Siapa di antara kalian yang pernah membaca buku ini?", ternyata hanya satu orang saja yang mengacungkan tangan, seorang mahasiswi. Barulah beliau sadar, ternyata mereka ramai hadir karena mau bertemu "bintang" pemeran film TKVDW yang acaranya diadakan setelah bedah buku.
Di waktu yang lain, Bapak itu kembali melanjutkan, ketika dipentaskan "Sandiwara Panggung TKVDW" di Gedung Istana Budaya Kuala Lumpur, Malaysia, beliau berkesempatan diundang hadir di hadapan ratusan remaja Malaysia termasuk para pemain sandiwara itu. Usia mereka rata-rata belum tingkat mahasiswa. Beliau juga bertanya, "Siapa di antara kalian yang pernah membaca novel TKVDW?" Beliau takjub, semua, tanpa terkecuali mengangkat tangan. Bahkan ada yang membuat beliau terkagum-kagum, "Saya hafal di luar kepala isi surat Hayati kepada Zainuddin, Pak Affif..!", kata seorang gadis dengan begitu bangga. "Saya juga", sambut cewek yang lain.
Pengalaman itu diceritakan oleh Pak Affif Hamka, yang tak lain adalah anak kandung Buya Hamka. Maka tak heran, di Indonesia, pemeran film TKVDW, Pervita Pearce dan Herjunot Ali lebih terkenal dari Buya Hamka, sang pengarang novel.
Penerbit Pustaka ,,Timur" Medan, 1949. (Dokumentasi pribadi)
Saya sendiri juga pernah punya pengalaman yang sampai sekarang merasa sangat terharu jika mengingatnya. Pada satu waktu, ada seorang puan dari Malaysia yang mengirimkan pesan lewat Whatsapp,
"Kamaruzzaman, Alhamdulillah buku sudah saya terima. Terimakasih banyak sudah banyak bantu saya carikan buku-buku Buya Hamka. Sebenarnya pekerjaan kamu (menjual buku) itu banyak bantu orang termasuk saya, Alhamdulilah bulan depan saya sidang disertasi, insya Allah pada kata pengantar saya ada tuliskan nama kamu sebagai salah seorang yang patut saya berterimakasih. Kamu sudah banyak bantu saya, buku-buku Hamka yang telah kamu jual ke saya Alhamdulillah sangat membantu sebagai bahan disertasi saya." Dari cerita puan ini, rupanya beliau menyusun proposal disertasinya tentang peranan dakwah dalam Tasauf Modern, karangan Buya Hamka.
Mata saya lansung berseri-seri tatkala membaca pesan tersebut, belum pernah selama berjualan buku ada orang yang sebegitu luar biasanya mengapresiasi, sampai-sampai nama saya dicatutnya dalam naskah disertasinya, walau hanya pada kata pengantar. Sebenarnya tanpa begitu pun, saya telah menerima manfaat dengan uang yang lumayan dari buku-buku yang saya jual itu, dan tentu saja rasa terimakasih para pembeli setiap selesai transaksi.
Semoga Tuhan Swt melimpahkan segala rahmatnya kepada almarhum Buya Hamka dan para pengagum beliau. Amin!
Lhokseumawe, 29 Maret 2018
@akukamaruzzaman
Beberapa koleksi lain karangan Buya Hamka (Dokumentasi pribadi):
Penerbit NV. Nusantara, tjetakan IV 1960.
Penerbit Pustaka Nasional, Medan, tjetakan II 1950.
Penerbit Pustaka Antara, tjetakan II, 1949.
Penerbit Widjaya, tjetakan II, 1954.
Majalah Pedoman Masjarakat tahun 1938, yang diredakturi Hamka.
Hamka memang mendapat tempat yang cukup baik di Malaysia, berbeda dengan Indonesia yang sedang dok hoax.
Tulisan2 ttg Hamka juga dihargai di Tanah Semenanjung.
Artikel saya tentang Hamka juga terbit dalam kompilasi buku tentang Hamka penerbit Jejak Tarbiyah, 2018
Mantab sekali bukunya tuan, apa pesan lansung dari Semenajung? Berhasrat pula saya untuk milikinya
“Pantang pisang berbuah dua kali, pantang pemuda makan sisa!”.... Hanya itu yang saya ingat kata 2 zainuddin yang memilukan hayati.... Terima kasih bang @akukamaruzzaman atas ulasan tentang karya buya hamka sekaligus film favorite ku..
Sama-sama, terimakasih sudah berkunjung dan berkenan membaca :)