Ali Djauhari, Sebuah Kenangan Untuk Sang Dermawan

Kelahiran, takdir dan kematian adalah batas- batas yang paling mendasar pada setiap makhluk ciptaan-Nya. Tentang kematian, almarhum penyair W.S. Rendra pernah berkata:

Kematian akan datang kepada setiap orang. Ia batas yang paling nyata untuk dimengerti bagi hidup manusia di dunia ini. Inilah batas terakhir tetapi utama untuk gairah hidup manusia.

Bang Ali Djauhari (foto: facebook Ali Djauhari).

Beberapa hari yang lalu, seorang pelanggan buku saya, Bang Ali Djauhari telah berpulang ke Rahmatullah. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Saya baru mengenalnya dua tahun belakangan ini, tapi belum pernah bertemu secara fisik, karena kami hanya berinteraksi di dunia "maya". Sampai dengan saat ini, saya masih memendam kesedihan yang amat dalam, mengingat ia sering kali membantu saya.

Bang Ali adalah pelanggan buku-buku lawas bertema sejarah dan sastra, seperti buku-buku sejarah Aceh, sejarah Indonesia klasik, novel-novel lawas karya Hamka, buku-buku sastra karya W.S. Rendra, dll. Tiap kali saya memposting jualan buku dengan tema tersebut, ia selalu berkomentar "OK"-- tanda ia pesan/beli. Dan ia tak pernah nego soal harga, malah setiap membayar tagihan rekap pesanan bukunya ia selalu transfer lebih, kadang lebihnya terlalu banyak, bisa 3-4 kali lipat dari total harga bukunya.

Saya ingat pertama kali ia membeli buku, saat itu dalam bulan ramadhan, seminggu lagi mau lebaran Idul Fitri, ia beli beberapa buku seharga Rp. 300.000, tapi ia lebihkan pembayaran sebanyak Rp. 1.000.000, katanya yang lebih untuk saya belikan daging meugang. Saya tercengang, karena Ia baru saja mengenal saya, itu pun lewat facebook. Dan sejak itu ia jadi pelanggan setia buku-buku yamg saya jual, dan setiap kali membeli selalu saja memberikan lebih.

Sampai suatu kali, karena merasa tidak enak saya "protes" kenapa tiap beli buku selalu kasih lebih, ia hanya menjawab:

Saya disenangkan Tuhan melalui orang-orang baik. Setidaknya saya harus berbuat yang sama. Tak usah risau. Usahakan selalu berbuat baik dan jangan mengharapkan balasan. Tuhan Maha Pemurah, selalu membalas berlipat ganda. Bahkan tak terbatas.

Samuel Becket mengatakan bahwa setiap orang tak bisa menghindarkan diri dari "menunggu Godot", ialah menunggu yang tak pernah pasti. Biarpun ia sudah beragama atau berTuhan, biarpun ia sudah menemui jodoh, menemui kemakmuran, dan menemui posisi sosial yang dikehendakinya, ia tetap saja menunggu sesuatu... yang masih misteri, yaitu kematian. Ia tidak pasti bagi kita makhluk, maksutnya kita tidak tau kapan ajal menjemput. Tapi ia telah ditulis Tuhan dalam suratan takdir hamba-hambaNya.

Tiga hari sebelum berpulang ke Rahmatullah, ia baru saja memesan buku lagi, dan minta dikirimkan minggu depannya karena saat itu ia sedang berada di London untuk sebuah keperluan bisnis --Bang Ali seorang pengusaha pertambangan-- tapi beberapa hari kemudian saya membaca berita duka di facebook dari seorang temannya, bahwa Bang Ali telah wafat di sana, padahal saya belum mengirimkan buku pesanannya.

Dari beberapa koleganya, saya tau ia memang seorang dermawan, ia kerap membantu teman yang membutuhkan. Ia juga sering membantu masyarakat Aceh Singkil, kampung asalnya, dengan aktivitas sosial. Bang Ali juga sering mensponsori kegiatan pentas budaya dan sastra untuk penggalangan dana sosial. Dan saya juga baru tau, ternyata ia sahabat karib penyair W.S. Rendra.

Operasi katarak gratis untuk masyarakat miskin di Kota Subussalam dan Aceh Singkil, kegiatan yang disponsori oleh Bang Ali Djauhari (foto: facebook Ali Djauhari)

Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa' fu'anhu... Selamat jalan Bang Ali, sang dermawan, aku bersaksi engkau adalah orang baik. Terimakasih telah mengajarkan banyak hal tentang kebajikan.