Tenaga Medis di Tengah Wabah

in #steempress4 years ago


Tentunya kita tidak perlu lagi berpanjang-panjang kalam tentang ancaman wabah yang semakin menggila akhir-akhir ini. Untuk wabah terbesar sepanjang sejarah, cukuplah kasus flu Spanyol menjadi contoh. Demikian pula untuk wabah Corona, cukuplah Italia, Spanyol dan China sebagai misal. Tak perlu lagi berdebat.

Dalam kondisi semacam ini yang merupakan saat-saat paling genting di tengah serangan wabah penyakit, diakui atau pun tidak, tenaga medis adalah pejuang yang berada di barisan paling depan. Tak peduli apakah mereka dokter, perawat atau petugas kebersihan. Siapa pun mereka yang bertugas di rumah sakit adalah pihak yang paling berisiko tertular.

Kita tentu tak perlu bertele-tele menyajikan bukti tentang besarnya peran-peran mereka. Tidak perlu pula pura-pura bertanya sudah berapa banyak awak medis yang menjadi korban.

Jika pun bertanya itu dibolehkan, maka pertanyaan paling mendesak adalah: "Seberapa besar keseriusan pemerintah dalam melindungi mereka?" Lalu, siapa pula yang mampu menjawab pertanyaan ini?

Beberapa hari lalu saya dan kita semua sempat membaca "keluhan" seorang dokter yang tersebar di media sosial tentang bagaimana "malangnya" nasib mereka.

Mungkin sebagian kita akan mencibir, "Itu kan risiko." Ini adalah cibiran paling konyol sejagat sebab risiko yang mereka tanggung belum tentu sebanding dengan apa yang mereka dapatkan. Dan seperti kita tahu, tidak semua mereka mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapat.

Dokter dan perawat juga manusia biasa. Mereka bukan Superman yang bisa terbang menghindari wabah dan bukan Robocop yang tahan virus. Karena itulah harus dilindungi dan bukannya "dijadikan tumbal" untuk menyelesaikan masalah dan lalu ditinggal di "tong sampah."

Melindungi awak medis tidak cukup hanya dengan menyebut mereka sebagai pahlawan dan lalu membiarkan mereka berjuang sendiri bersama virus yang menyebar seperti api dan lantas mereka pun terbakar.

Dari beberapa berita yang kita baca, awak medis sudah mulai menjadi korban dari keganasan wabah. Bahkan mirisnya, kononnya, kabarnya, sebagian mereka bekerja dengan pengamanan yang sangat minim.

Melawan wabah tidak sama seperti anak-anak bermain perang-perangan. Perang dalam permainan anak cukup menggunakan potongan-potongan kayu yang dianggap mirip Ak-47 dan lalu menembak sembari suaranya mengeluarkan suara mirip senapan. Sehebat apa pun peperangan itu tetap hanya permainan. Hari ini mereka mati kena tembak, besok hidup lagi untuk membalas.

Tapi, melawan wabah bukan permainan. Bukan pula hiburan. Tapi perjuangan hidup mati demi sebuah bakti yang kemudian belum tentu dihargai.

Kita tentu tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika awak medis angkat tangan dan menolak pasien demi menyelamatkan hidup mereka yang juga terancam? Atau katakanlah mereka tetap berbakti dengan segala keterbatasan dan lalu menjadi korban atau mungkin "kurban."

Lantas, apa yang bisa negara lakukan jika itu terjadi? Mampukah pejabat-pejabat tinggi negeri ini menghadapi wabah tanpa mereka? Katakanlah mampu, tapi sudikah?

Maka dari itu, sebelum terlambat, hendaknya penguasa segera memberikan perlindungan kepada mereka sebagai salah satu jalan untuk melindungi negeri ini.

Untuk saat ini, saya kira mereka tidak butuh gelar pahlawan untuk sebuah bakti, tapi minimal APD dan insentif memadai sudah lebih dari cukup untuk kategori negeri kita yang tongkat kayu jadi tanaman.

Ilustrasi: sandiegouniontribune.com



Posted from my blog with SteemPress : http://khairilmiswar.com/tenaga-medis-di-tengah-wabah/

Coin Marketplace

STEEM 0.30
TRX 0.12
JST 0.033
BTC 64386.10
ETH 3142.17
USDT 1.00
SBD 3.98