Pertemuan di Sultan Ahmet

in #steempress6 years ago (edited)

Kupercepat langkah kaki menuju mesjid biru, mesjid Sultan Ahmet yang fenomenal itu. Maghrib masih sekitar 45 menit lagi, masih ada waktu untuk membeli sepotong Simit, setidaknya bisa menunda lapar sampai setelah maghrib nanti.

"Lutfen bir simit" , rotinya satu, begitu kira-kira maksud dari kalimat itu. Kuberikan pecahan 1 Turkish lira (YTL) kepada si penjual.


Dengan simit yang masih hangat di tangan, aku berjalan menuju salah satu bangku taman yang kosong. Syukurlah salah satu spot terbaik masih kosong, di sebelah kiri ada mesjid Sutan Ahmet, sedang di kanan ada museum Hagia Shopia. Yang kurang hanya segelas turkish cai, teh turki. Di hari-hari yang lain, setiap ada kesempatan ke daerah sini, selalu kusempatkan untuk duduk dan baca buku di salah satu sudut taman ini, tentunya selama cuaca sebersahabat hari ini.

Semakin sore, cuacanya semakin sejuk. Suasana di musim semi memang sedikit galau. Kadang panas sekali seharian, begitu sore langsung dingin dan malam lebih enakan duduk di ruangan tertutup dengan segelas kopi, atau cai. Matahari masih nangkring dengan cantiknya, tapi hembusan angin cukup mampu menghilangkan hangat dari sinar matahari.

Kuhabiskan simit dengan cepat, dan berjalan menuju Sultan Ahmet, sebelum kehabisan tempat yang memang hanya disediakan sedikit saja di pojokan mesjid untuk jamaah perempuan. Seperti dugaan awal, jamaah perempuan sudah mulai memadati. Bagian ujung shaf, tentu yang paling aman dan nyaman ditengah padatnya jamaah dan anak kecil yang ikut ibunya salat di sini.

Suara azan, dilanjutkan dengan salat jamaah yang khidmat sekali. Setelah hampir dua tahun tak pernah sebegininya bisa berlama-lama di mesjid, rasanya sangat menenangkan. Sayangnya, kali ini pun aku tidak bisa berlama-lama, aku harus menemukan cara menghubungi teman-temanku yang mungkin masih berasa di Eminonu.


“Hi, sorry, do I know you?? From Sarajevo maybe” , seorang laki-laki dengan kacamata berlensa tebal menyapa dengan bahasa inggris logat Turki yang sangat kental.

“ Yes, I was there for couple of years, but I am not sure if we know each other”, jawabku, mencoba kabur dari seseorang yang bisa saja penipu. Maklum, turis asing biasanya cukup menarik perhatian.

Tatapanku berubah sumringah ketika sadar yang saat ini berdiri di depanku adalah kawan lama, satu major, bahkan mengambil dua minor yang sama dan tidak menyelesaikan keduanya. Ah, major itu maksudnya jurusan perkuliahan yang utama, sedang minor adalah jurusan tambahan, boleh diambil jika mampu.

“Naber Mira, you came here without contacting me, how bad you are”, aku merespon kalimat kekecewaan Sadik, si teman, dengan cengiran bercampur rasa bersalah.

“Sen nasilsin Sadik? Really, really long time no see” , kutanyakan kabarnya. Tanpa bertanya pun aku bisa melihat perubahan yang cukup significant, rambut panjang, kacamata dengan model yang cukup trendy dibandingkan dulu, and suit?? bentar, dan seorang balita di gendongan. Wow

“Nothing change Mira, I still can read your mind”, lanjut Sadik lagi, aku pun menanggapinya dengan tertawa.

“ Let sit there, we have a lot to catch up”, ajakan Sadik untuk ngobrol sambil duduk di bangku depan mesjid kuiyakan.

“So…. 2009?? “ Kupastikan kapan terakhir kali Kita bertemu. Sadik mengangguk mengiyakan. Setelah 4 tahun kelulusan, bertemu di tempat yang sama sekali bukan kampung halaman kita berdua, memang terkesan ajaib. Siapa sangka, Sadik yang tinggal di Budapest mampir di Istanbul sebelum pulang ke kampungnya di Konya, dan kami bertemu di mesjid ini. Out of other places in Istanbul

Sadik membisikkan sesuatu pada si gadis kecil di gendongannya. Anak yang cantik sekali, tipikal berdarah campuran, pikirku.

“What should she calls you?”, Tanya Sadik
“Which language?” tanyaku balik sambil tertawa.

Sadik blasteran Turki dan Austria, istrinya blasteran Hungari dan Bosnia, sedang kita berdua sama-sama menguasai beberapa bahasa lainnya.

“Let's make Bosnian. We have that in common. Tetka? ”, aku menawarkan panggilan ala Bosnia, menambah satu dalam deretan panggilan dari ponakan. Acut, bunda, tante, cecek, sekarang tetka.

Satu yang menarik dengan persahabatan. Kita tak perlu bertemu setiap hari, ngobrol setiap saat hanya untuk memperjelas hubungan pertemanan kita. Tapi sekalinya ketemu, pembicaraan kita masih sama dengan yang dulu, seolah tidak ada yang berubah dalam beberapa tahun terakhir.

Walaupun di kelas yang sama, kami berdua punya lingkaran pertemanan yang berbeda. Sadik dengan gaya hidup bebasnya, sedangkan aku cuma sebatas penikmat kopi di bascarsija yang kalau pulang agak larut deg-degan rasanya. Di kampus pun cuma bertemu jika ia merokok di balkon sedangkan aku ngopi sambil menikmati udara segar, di balkon dimana Sadik terkadang merokok. Rutinitas lama yang ngangenin.

Percakapan dengan Sadik tidak akan ada habisnya jika aku tak melihat si gadis kecil yang mulai bosan dengan kelakuan Baba dan Tetkanya. Tetiba aku teringat untuk menghubungi teman-teman yang menungguku di Eminonu.

“Can I borrow your phone. I need to make a short call to Ali or Zeyneb. Seharusnya sore ini aku bertemu dengan mereka di Eminonu”, kucoba menjelaskan seadanya.

“Mira, Mira, tega ya. Kalian janjian tanpa aku”, tipikal Sadik dengan jawabannya. Sadik meminta no Ali, tak lama ia mulai berbicara dalam bahasa Turki yang tak begitu kupahami.

“Ali dan Zeynep sedang menuju kemari. Mereka terlambat sampai di Eminonu karena traffic sore tadi. Lalu kebingungan bagaimana menghubungimu”, ujar Sadik.

Aku dapat bernafas lega sekarang, walaupun tetap ada rasa bersalah karena meninggalkan Eminonu begitu saja. Aku memutuskan untuk tetap duduk di tempat yang sama, sedang Sadik harus menjemput istrinya. Kutawari ia until bergabung setelahnya.

Rinduku untuk tanah ini sebagian terbayar dengan pertemuan tidak direncanakan dengan Sadik. Tapi di hati, ada kerinduan lainnya, yang lebih besar volumenya.

Kardesim, cok ozledim seni 💕


Posted from my blog with SteemPress : http://www.rahmanovic27.com/2018/09/02/pertemuan-di-sultan-ahmet/

Coin Marketplace

STEEM 0.18
TRX 0.15
JST 0.029
BTC 62915.59
ETH 2542.92
USDT 1.00
SBD 2.63