Dipaksa? # 33
"Sudah ... engga penting," ujar Dania sembari memasukkan gawai ke dalam tas. Dia mengarahkan pandangan ke jendela samping. Dahinya mengernyit sedikit. Dia sendiri tidak mengerti, mengapa bisa sekuat ini. Bram adalah cinta pertamanya. Sepuluh tahun terakhir, hanya Bram laki-laki dalam hidupnya.
Memang ada kalanya dia merasa kehilangan, saat ingat, bagaimana Bram begitu sering menemuinya, saat harus kerja praktek di desa. Padahal tempat prakteknya dengan laki-laki itu, harus ditempuh perjalanan mobil selama lima jam, karena banyak sekali lubang-lubang rusaknya.
Banda melirik adiknya, begitu Dania berhenti bicara. Adiknya seperti tenggelam dalam lamunan. Walaupun terlihat kuat, pasti Dania mengganggu dengan kejadian ini. Rasa aman yang disediakan kedua orangtua mereka selama ini, memang membuat hidup adiknya, berlalu tanpa gejolak. Ditambah kecerdasan dan komitmen Dania terhadap apa pun yang dia pilih. Hidup adiknya bisa diibaratkan seperti jalan bebas hambatan. Dia memusatkan perhatian ke jalanan.
Source
Tiba-tiba Dania menarik lengan kaosnya perlahan. Wajahnya berseri-seri. Senyum lebar, tersungging di bibirnya. “Terima kasih, Kak, sudah tidak banyak bertanya, ” ujar Dania, “ … perasaanku lebih tenang sekarang.”
Tidak seperti biasanya, saat itu, dia hanya menepuk perlahan bahu Dania. Tersenyum, tanpa mengatakan sepatah kata pun. Satu fase emosional sulit terlewati. Dania mulai bisa menata emosinya. Dia sangat bangga melihat adiknya.
You are so perfect. Smart, talented, and beautiful.
Dia mengingatkan diri sendiri, bisa jadi Galang terpaksa datang, kemudian menolaknya mentah-mentah. Dania tertawa, membayangkan kemungkinan terburuk itu. Namun Dania memang tidak mengharapkan apa pun. Keinginannya hanya satu, melihat mamanya bahagia.
Keinginan dari dalam hatinya yang paling dalam, untuk membahagiakan mama, membuatnya lebih rileks dan percaya diri. Toh, yang diinginkan mama, sebenarnya, adalah sebuah penjajakan, mungkinkah mereka berdua bersatu? Bukan mendorongnya ke jurang penderitaan. Lagi-lagi senyum terukir di bibirnya.
Pertemuannya dengan Galang beberapa hari lalu, membuatnya lebih nyaman, menghadapi situasi ini. Minimal dia tahu, orang seperi apa orang yang akan dipertemukan dengannya. Walaupun saat itu mereka sama sekali tidak membicarakan mengenai perjodohan, namun Dania tidak menganggap Galang, sebagai orang yang asing lagi.
Tiba-tiba wajahnya memerah, saat teringat ia tiba-tiba memeluk Galang. Kenapa aku bisa setakut itu, hingga bisa melakukan hal memalukan seperti itu.
Dania menarik nafas dalam. Entah kenapa, dia ingin tampil cantik malam ini. Malah dia menyempatkan diri luluran dan creambath. Sudah lama sekali dia tidak memanjakan diri. Menyenangkan sekali rasanya, menyiapkan ini semua. Dania merasa lebih gembira.
Pandangannya tertuju ke cermin. Baju yang dibelinya, setelah sedikit dirombak, terlihat sangat pas membalut tubuh. Brokat Perancis biru gelap dengan payet Jepang, dipadu dengan nuansa putih songket Palembang, membuatnya kelihatan lebih putih dan bersinar.
Sahabatnya yang mengetahui dia akan bertemu keluarga Galang, langsung mengirim makeup artist dan seorang hair style. Rambutnya disanggul seperti pramugari yang sedang bertugas. Menegaskan bentuk oval wajahnya. Wajahnya terlihat sangat cerah. Riasan yang tidak biasa, namun tetap terlihat natural, membuat matanya terlihat lebih hidup. Dia tersenyum gembira melihat bayangannya di cermin.
“Dania, keluar dong sayang!” seru Mama Dania setelah mengetuk pintu kamarnya. "Waaaa, Mama lupa manasin makanan ... kamu ke ruang tamu sendiri ya!" Tanpa menunggu jawaban, suara kaki mamanya terdengar menjauh.
Dania tertawa kecil. Kesibukan mama belum juga berkurang.
Tamu mama hanya tiga orang, karena anak tante Miranda hanya seorang. Papa, Mama dan Kak Banda sudah ada di ruang tamu juga. Perlahan-lahan Dania keluar dari kamarnya.
Bi Sari yang pertama melihatnya menganga.
“Neng Dania, cantiknya …!” Dania mengacungkan dua jempol ke arah Bi Sari, sebagai ucapan terima kasih atas pujiannya.
Dengan langkah perlahan, sambil melafazkan la ilaha illallah tanpa henti, Dania menuju ruang tamu. Harum bunga merebak tercium. Mama benar-benar mempersiapkan segalanya. Langkahnya terhenti. Matanya tidak berkedip, melihat Galang yang sedang tertawa, menanggapi cerita Kak Banda.
Galang dengan kaos santai, menghilang. Berganti wujud dengan seorang eksekutif sukses yang sangat menarik. Rambutnya disisir rapi, tidak berantakan seperti saat mereka bertemu di pantai. Jas pas badan yang dikenakan laki-laki itu, membentuk tubuh proporsional yang terbentuk karena olahraga. Dia bersyukur, memilih kebaya modern ini. Busananya terlihat sepadan, dengan setelan jas mahal galang.
Tiba-tiba Galang menoleh ke arahnya. Resah menyerbunya, melihat Galang hanya terdiam dan tanpa ekspresi menatapnya. Dia menarik nafas dalam, meredakan secuil kecewa di hati.
Galang dipaksa Tante Miranda datang malam ini?
Bandung Barat, Rabu 12 Desember 2018
Salam
Cici SW
Posted from my blog with SteemPress : https://cicisw.com/2018/12/12/dipaksa-33/