Berakhirnya Sebuah Kisah # 37

in #steempress6 years ago

“Alhamdulillah, terima kasih banyak Pak Sarma ... Nendo juga tadi menegaskan keinginannya, untuk bisa mempersunting Mara secepatnya ... bagaimana, Pak Sarma?”

“Secepat mungkin, itu kapan ya, Bu?” tanya Pakde Sarma. Alisnya berkerut dalam. Adiknya saat ini masih di rumah sakit.

“Besok, Pak!” Nendo tidak bisa menahan keinginannya untuk berkata.

Perkataan Nendo disambut gelak tawa seisi ruangan.

“Tapi ayah Mara masih di rumah sakit? Bagaimana, De ... lagi pula persiapannya juga kan, tidak bisa terburu-buru?” tanya Pakde Sarma pada orangtua Mara.

“Kami akan mengurus segala sesuatunya,” sela Sayati lembut. “Yang terpenting, kesediaan keluarga Mara.”

“Kalau Mara sudah menerima lamaran Nendo, semakin cepat dilaksanakan semakin baik, Mas, ” sahut Ayah Mara.

“Karena mendadak, bagaimana kalau hanya acara akad nikah saja, di sini?” sela Mara tiba-tiba.

Kepala Pakde Sarma menganguk-angguk. “Kalau memang Nak Nendo ingin besok diadakannya, itu adalah cara yang paling mungkin.”

“Kamu tidak ingin mengadakan pesta, Mara?” tanya Nendo pada Mara.

“Tidak,” sahut Mara yakin. Pak Nendo sudah terlalu banyak mengeluarkan uang untuknya.

“Ya ... kalau memang itu keinginan Mara ... tapi kita tetap harus mengadakan pengajian dan acara syukuran, Mara ... untuk menghindari fitnah ... dan memberitahu tetangga kau sudah menikah ... karena hari raya tinggal dua hari lagi, bagaimana kalau pengajian sore ini dan syukurannya kita adakan besok malam sekalian, Bu Sayati.”

“Bagus sekali , Pak Sarma,” Bu Sayati menyetujui usul Pak Sarma. “Ok, kalau sudah disetujui, kami akan bersiap-siap sekarang.”

“Urusan penghulu, nanti kami yang mengurus, Bu Sayati,” ujar Pakde Sarma lagi.

“Alhamdulillah, terima kasih banyak sebelumnya, Pak Sarma. OK, kalau begitu kami akan mengurus sisanya. Bolehkah Mara pergi bersama saya?” tanya Sayati kepada Ibu Mara. "Nendo biar di sini, bantu-bantu persiapan bersama teman-teman saya."

Mama Mara keliatan ragu-ragu.

“Iya ... Bu. Silakan,” sahutnya dengan suara pasrah. Dia tidak bisa meninggalkan suaminya yang tengah berbaring. Lagipula, dalam waktu sesingkat ini, ia sendiri tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dia berdiri, mengantar Sayati ke pintu.

Sebelum pergi, Sayati menyelipkan sebuah amplop ke tangan Mama Mara. “Ini untuk pegangan Mama Mara,” katanya perlahan. “Untuk pengajian nanti sore dan acara besok, ada Bu Agus dan Bu Anita, teman saya, yang akan membantu Mama Mara. Tolong beritahu kebiasaan di daerah ini, pada mereka.”

“Terima kasih banyak , Bu Sayati .... Maaf .... seharusnya saya yang menemani Mara, mempersiapkan dirinya.” Wajahnya berubah merah, menahan malu.

Sayati memeluk Ibu Mara. Ia menyukai Mama Mara. “Tidak apa-apa. Kita kan sudah jadi keluarga. Karena Ibu sedang repot mengurus Bapak, dan waktu saya senggang, jadi biar saya yang menemani Mara ...” katanya setengah berbisik di telinga Mama Mara. Ia melepaskan pelukannya, Pandangannya mengarah ke dalam ruangan. “Mari Pak ... Bu ... semuanya.”

“Silakan ... Bu Sayati ...” sahut Pakde Sarma.

Overhead shot of assorted bouquet of tulips in bloom in spring, Vienna

source

Nendo berjalan di samping kanan Sayati. “Mama sudah memberi Mama Mara 10 juta untuk pegangan. Masalah makanan dan dekorasi rumah Mara dan ruang ayah Mara, serahkan saja pada teman-teman Mama. Mama sudah titip uang ke mereka. Kalau keliatannya kurang, kamu tambahin ya! Masih ada cash?”

“Masih, Ma. Terima kasih Ma ... eee ...."

“Ya, kamu engga boleh ikut kita. Bantuin di sini! Nanti disangkain kita mau bawa kabur Mara,” kata Sayati dengan nada bercanda. “Kenapa kamu?” Dia tidak bisa menahan tawa, melihat wajah Nendo, yang keliatan sangat berat berpisah dengan Mara.

Engga apa-apa,” Mata Nendo melirik Mara yang berjalan di sisi lain mamanya. Sejenak mata mereka bertemu. Jantungnya bergerak lebih cepat, ketika Mara mengalihkan pandangannya ke langit dengan wajah merona.

Sesaat kemudian, Mara mengalihkan pandangannya kembali padanya. “Saya masih ada sedikit urusan ….”

“Pergilah! Kami akan menunggu di sini. Jangan terlalu lama Mara!” ujar Nendo lembut. Dia tadi melihat Firman di gerbang rumah sakit.

Light Bulbs, Light Bulb, Light, Energy, Lamp, Idea

source

Mara menyodorkan kotak cincin hitam pada Firman. “Maafkan aku,” ujar Mara lirih. Matanya dengan tekun, memperhatikan ubin yang diinjak Firman.

“Aku yang seharusnya minta maaf,” ujar Firman tanpa mengambil kotak itu dari tangannya.

Mara menemukan wajah pucat pasi Firman, ketika dia mendongak. “Tidak ada yang perlu dimaafkan.”

“Aku benar-benar minta maaf. Aku engga nyangka, mama bisa setega itu bohong padaku.”

“Kamu tahu mama kamu bohong?” Mara memainkan kotak hitam itu di tangan kirinya.

Firman mengangguk lemah. “Aku bodoh sekali jadi laki-laki.”

“Kamu baik hati. Tidak pernah berprasangka buruk pada siapa pun,” sergah Mara cepat.

“Mara ….”

“Hati-hati memilih orang-orang terdekatmu. Mereka yang akan membawamu ke surga atau neraka,” ujar Mara lembut.

Firman menatap wajah Mara lama tanpa mengatakan apa pun. “Kamu benar-benar berubah,” sahutnya setelah terdiam cukup lama. “Kamu sudah dewasa sekarang, Mara.”

Mara lagi-lagi tersenyum lembut. Dia tidak pernah menyangka, akan bercakap-cakap seperti ini dengan Firman. “Mungkin karena aku punya banyak tantangan.”

Firman melihat melalui atas kepala Mara. “Kamu bahagia, Mara?”

Mara tersenyum pada wajah Firman. “Pak Nendo baik.”

“Kamu mau menikah, karena dia baik? Banyak orang baik di dunia ini, Mara. Aku salah satunya. Tadi kamu sendiri yang bilang! Kalau begitu, menikah saja denganku!” tuntut Firman setengah berteriak.

Mara mengernyitkan dahi, mendengar nada tinggi itu. Kenapa pandangan Firman tidak tertuju padanya?

“Firman, kita berdua belum siap menikah sekarang ... mereka benar ... tidak ada yang bisa aku berikan padamu. Hubungan kita, hanya akan jadi timbangan miring. Aku tidak mau jadi beban siapa pun. Ini akan menyakiti kita berdua, pada akhirnya.”

“Ada yang bisa kamu berikan pada dia?” tanya Firman tajam dengan alis berkerut. Rambutnya yang biasa rapi, tampak berantakan. Pandangan Firman kembali tertuju pada matanya. Ada lingkaran hitam di matanya.

“Ya,” sahut Mara yakin dengan kepala tegak. Matanya memaku wajah Firman dalam ingatannya. Terakhir kali dia boleh menatap wajah ketua OSIS-nya seperti ini.

"Selain tubuhmu?" tanya Firman lagi dengan nada tidak percaya.

Bangunan asa di kedalaman hatinya retak dan langsung luruh ke bumi. Bayangan yang baru saja dibuatnya, lenyap tanpa bekas. Kalimat yang keluar dari orang yang bertahun-tahun diimpikannya diam-diam, menyentuh titik paling rawan bawah sadarnya. Meninggalkan nyeri hebat. Tanpa sadar tangan kanan Mara melayang. Meninggalkan bilur merah di pipi putih Firman.

"Aku akan lupakan, kamu pernah mengatakan hal itu, padaku!" ujarnya lirih dengan bibir gemetar. Tangannya kembali menyodorkan kotak cincin hitam.

Firman menatap Mara dengan pandangan putus asa. “Maafkan aku ... maafkan aku, aku pasti sudah gila, sekarang!"

Pandangan Firman kembali mengarah ke atas kepalanya. "Laki-laki yang mendapatkanmu sangat beruntung. Bilang padanya, kalau dia tidak membuatmu bahagia, aku akan merebutmu dari tangannya!”

Firman mengambil kotak cincin yang disodorkan Mara. “Aku akan selalu berdoa untuk kebahagiaanmu.”

“Terima kasih,” ujar Mara lirih.

Mara tercenung melihat punggung Firman yang semakin menjauh. Menghilang di tengah kerumunan para pengunjung, yang akan kembali pulang. Sebuah kisah sudah menghilang dalam hidupnya. Dia menarik nafas dalam.

“Sampai kapan kamu mau berdiri di sini?” sebuah suara di telinga kanannya, membuat Mara terlonjak.

Mara membalikkan tubuh. “Pak Nendo! Sejak kapan Bapak di situ!”

Wajah Mara memerah, ketika sebuah kesadaran melintas. Firman tidak bicara padanya. Dia bicara pada Pak Nendo,

"Tidak bisakah saya punya waktu pribadi, sebelum saya menikah besok?"

Forest, Mist, Nature, Trees, Mystic, Atmosperic, Fog

source

Bandung Barat, Rabu 15 Agustus 2018

Salam

Cici SW

 


Posted from my blog with SteemPress : https://cicisw.com/2018/08/15/berakhirnya-sebuah-kisah-37/

Sort:  

Hmm menarik kisah Mara.
Jadi pengen lihat wajah asli Pak Nendo, hehe

Terima kasih Mbak @ammachemist :)
Hehehe

Narasi sblm Mara nampar Firman, keren banget kk 🤩

Coin Marketplace

STEEM 0.30
TRX 0.12
JST 0.034
BTC 63688.35
ETH 3125.30
USDT 1.00
SBD 3.97