Afirmasi # 19

in #steempress6 years ago

A white pennant that says explore on a dark wooden floor

source

 

“Masih,” jawaban semangat Mara membuat kepala Nendo menoleh ke arah gadis itu.

Nendo kembali ke tempat duduknya. Sepasang mata yang ditatapnya, mengungkapkan rasa terima kasih yang sangat mendalam. Dadanya menggelembung dengan kepuasan aneh.

“Terima kasih banyak, Pak, untuk pinjaman kartu perpus waktu itu,” sahut Mara.

Nendo tersenyum senang, gadis itu berani menatap matanya, saat mereka berbicara.“Pinjem buku apa?”

Di wajah Mara tersungging senyum kecil. “Sejenis selfhelp, Pak.”

Lagi-lagi dahi Nendo terangkat sedikit. “Kenapa milih buku itu?”

Wajah Mara merona. Dia tersenyum seraya kembali melihat mata Nendo, terlihat berpikir sesaat, “Dari semua yang harus dilakukan, yang paling saya butuhkan saat ini adalah pengembangan diri.”

A hiker staring at a winter waterfall from the bottom of a mountain in Ithaca, New York

source

“Pengembangan diri, kenapa?” Alis Nendo berkerut dalam. Pengamatannya benar. Mara dihadapannya saat ini, bukan Mara yang ditemuinya dua minggu lalu.

Nendo sekilas memperhatikan pakaian Mara. Penampilan Mara tedak berubah. Dia harus mencari tahu, apa yang telah membuat gadis di hadapannya keliatan berbeda, hanya dalam hitungan minggu.

Mara memainkan rambutnya yang diekor kuda. “Saya hanya merasa harus jadi lebih kuat aja sekarang. Kalau saya lebih kuat, saya bisa lebih bahagia dan gembira.”

Alis Nendo terangkat sedikit. “Kamu sekarang tidak bahagia?”

“Sekarang ... lebih banyak netralnya,” Mara mengakui dengan suara lirih, “... tapi ke depan, pasti lebih banyak ketawanya.” Wajahnya memancarkan keyakinan yang teguh.

“Kenapa bisa?” Nendo menegakkan punggungnya. Untuk gadis seumurnya, Mara begitu tak terduga.

“Mulai sekarang, saya hanya akan sering memikirkan betapa beruntungnya saya.”

“Bagus sekali, Mara.” Senyum Nendo menyetujui tekad Mara.

“Saya baca dari buku yang saya pinjam, atas nama Bapak,” kilah Mara ketika mendengar pujian Pak Nendo.

“Sudah mulai dipraktekkan?” Nendo memastikan.

Mara mengangguk senang. Dia melihat langsung ke mata Nendo.

Nendo terdiam sesaat. Pandangannya terpaku pada mata berbinar Mara. “Apa hasilnya?” tanyanya setelah sekuat tenaga mengumpulkan konsentrasi.

Mara tersenyum lebar. Mudah sekali bicara dengan Pak Nendo. Pak Nendo mengerti apa yang dikatakannya. Dia tidak perlu menjelaskan dan berargumentasi panjang lebar. Hati Mara berdebar kencang karena semangat.

Kepala Mara mengangguk. Dia merasa bisa mengatakan apa pun pada Pak Nendo. Badannya sedikit dicondongkan ke arah Nendo. setelah melihat sekeliling, memastikan tidak ada orang lain, kemudian dengan suara perlahan berkata, “Saya mengatakan di depan kaca, ‘Mara, kamu cantik sekali. Saya menyayangmu.’ Selama lima menit. Beberapa kali sehari. Setelah itu perasaan saya jadi jauh lebih gembira.”

Ketika melihat Nendo hanya menatapnya beberapa saat, tanpa mengatakan apa pun, baru dia tersadar. Mara menutup mulutnya dengan tangan kanan, karena sangat terkejut. Mara yang dulu, lebih suka menyimpan pikiran untuk diri sendiri.

“Tapi tidak cuma itu,” Mara menegakkan tubuh. Dengan cepat dia menambahkan, “Saya juga mengatakan ‘Aku sangat menyayangimu. Sekarang kamu sangat percaya diri.”

Hening sesaat. Pipinya terasa panas. Mara meremas tangannya. Khawatir menanti reaksi Nendo.

“Kau memang keliatan lebih cantik dan percaya diri sekarang,” ujar Nendo, setelah tertawa lepas, melihat gadis di hadapannya salah tingkah dengan wajah merah padam.

“Alhamdulillah. Terima kasih, Pak!” sahut Mara cepat. Wajah itu terlihat lega.

“Kenapa bilang terima kasih?” tanya Nendo setelah tawanya mereda.

“Belum ada yang pernah muji saya, soal wajah,” sahut Mara dengan suara pasrah mengakui. “Benarkah saya keliatan lebih cantik dan percaya diri?” tanyanya lagi, sesaat kemudian dengan wajah bersinar.

Sambil mengangguk, Nendo kembali tertawa terbahak-bahak. Baru kali ini dia bertemu dengan seseorang yang membuatnya sering mengerutkan dahi, sekaligus mampu membuatnya tertawa lepas. Gadis di hadapannya begitu tidak terduga. Biasanya sekali melihat orang, dia bisa mengetahui banyak hal mengenai orang tersebut. Seperti ada tabir yang menutupi Mara, hingga penilaiannya tidak sejelas biasa

“Wah, Pak Nendo suara ketawanya kedengerannya seneng bener?” seru Pak Deni yang tiba-tiba muncul di ambang pintu.

“Pak Deni ...” Nendo berdiri. Menjabat tangan Pak Deni, “Mara lucu,” sahut Nendo ketika tawanya mereda. Ketika Mara memandangnya dengan mata terbelalak, Nendo memberikan isyarat akan menutup mulut, dengan tangannya.

Wajah Mara terlihat lega. “Sudah ada Pak Deni, saya pamit duluan.”

“Terima kasih Mara, sudah nemenin Pak Nendo,” kata Pak Deni

“Sama-sama, Pak Deni.”

“Kamu ditunggu Heri di tempat parkir.”

Mara mengangguk riang. ”Terima kasih, Pak Deni. Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam... eee Mara, sudah daftar pelatihan kewirausahaan?” tanya Pak Deni lagi.

“Sudah, Pak.” Setengah berlari Mara meninggalkan ruang komputer.

Tiba-tiba tubuh Pak Deni menggigil. Dia menoleh ke arah Nendo. Tawa di sana, berganti dengan wajah tanpa ekspresi. Udara di sekelilingnya berubah dingin.

 

Jangan Lupa Bahagia

Bandung Barat, Jumat 20 Juli 2018

Salam

Cici SW

 

 

 


Posted from my blog with SteemPress : https://cicisw.com/2018/07/20/novel002-019/

Coin Marketplace

STEEM 0.30
TRX 0.12
JST 0.034
BTC 64038.60
ETH 3148.89
USDT 1.00
SBD 3.97