Atas Nama Informasi; Sadisme yang Viral, Merosotnya Akal dan Kedunguan nan Aduhai
Informasi di jagat maya laksana buih di lautan, yang bergelombang pecah di bibir pantai. Banyak, tapi tak semuanya utuh. Maka, filter saja tidak cukup! Butuh kedewasaan, sering piknik, tidak latah dan tentu memiliki kadar caper yang tak lebai.
Saya akan mengawali tulisan ini dengan kalimat yang saya tanda kutipkan:
"Jika smartphone ibarat harimau, maka jempol adalah taringnya. Setiap kita ialah pawang untuk gadget masing-masing. Gadget memang benda mati yang dapat dihidupkan, tapi ia juga bisa mematikan yang hidup; menumpulkan akal dan melemahkan nalar". - i.c.m
Satu dua hari ini , kita digegerkan dengan kasus kekerasan terhadap perempuan di Bireuen. Dimana seorang cowok membegal pacarnya dengan parang. Akibatnya, sebahagian wajah korban dan hidung sobek parah.
Kabar tersebut langsung tersebar dan viral dengan seketika. Publik Aceh gempar! Bukan apa-apa, akhir-akhir ini kasus model demikian sedang marak di Aceh. Saudara tinggal search saja di google pasti terpampang jelas rentetan kekerasan terhadap perempuan dengan ragam motif.
Bagi saya, selain mengutuk keras tindakan si pelaku, ada kegeraman lain yang membuat saya sakit hati, kesal dan amarah saya memuncak, yaitu tersebarnya foto korban yang sadis tanpa adanya sensor.
Untuk melepaskan kegeraman saya, maka saya tulislah status pendek di WA dan juga saya bagikan di snapgram:
Terkadang, sebahagian masyarakat kita latah bercampur 'kemarok'. Entah dikiranya menviralkan info bisa asal like, share and comment semata.
Informasi itu penting, benar! Tapi jangan caper atas musibah dan kegentingan orang lain. Maksudnya (kadang) mulia, agar setiap orang dapat mengambil pelajaran dari setiap peristiwa, betul! Tapi berdakwah lewat gerakan viral juga punya tata kerama.
Sudah banyak yang mencoba menyentil dengan refleksi, coba bayangkan jika sang korban bagian dari keluarga kita. Entah itu ibu, kakak, adik, saudara atau siapapun itu. Pastinya tak rela! Tentunya sedih.
Ingatlah, dalam setiap informasi memuat nilai didalamnya, ada wilayah etik dan etis. Pun, untuk urusan foto, terkandung kode etik didalamnya. Tak bisa sembarang.
Dan celakanya, ada yang sensi ketika diingatkan dan malah menyerang balik, seperti; "udah ah, itu aja repot amat". Hello bro, sis?! Kesadisan bukan ajang gagah-gagah. Situ bangga jadi influencer kekerasan yang disuguhkan dengan cara bodoh?
Kita paham, bahwa di era medsos viralitas memegang peran penting yang resikonya kadang tak dipedulikan orang banyak. Setiap orang bebas jadi wartawan, setiap insan suka hati jadi hakim, dan semua kita bebas suka-suka.
Kita lupa, bebas itu tidak absolute. Ada hal-hal yang perlu diperhatikan, baik yang tertulis ataupun tidak. Terlebih sebagai orang dengan culture ketimuran.
Jaman now, belum kekinian kalo belum menspiralkan sesuatu :D
Baru lihat lagi, padahal ternyata sudah lama mulai nulis disini lagi ya.. apa kabar?
Itulah kak. Wah iya, seminggu ini lah mulai lagi. Entah berkah ramadan. Adek kabar bak, kakak adek apa kabarnya?
Alhamdulillah, baik juga.. baiklah, semoga tetap rajin nulis yaaa :)
Amin.
Cari sensasi bang biar banyak dapat like dan koment. Pengen dilihat dan pengen dianggap hebat eh teryata nampak tololnya.
Hehe. Makanya perlu kedewasaan.
iya. yang menyedihkan adalah... teknologi semakin canggih tapi banyak penggunanya semakin gak mikir.
Maka perlu kita amalkan taglinenya Cak Lontong; #makanyamikir. Haha
hahaha