SELF-REPORT
Self-report adalah salah satu bentuk tes kepribadian di mana responden memberikan informasi tentang dirinya sendiri dengan cara menjawab sejumlah pertanyaan, menuliskan pada catatan pribadi atau melaporkan berbagai pemikiran dan/atau perilaku (Cohen & Swerdlik, 2005).
Self-report digunakan untuk mengukur ciri khusus dari seseorang seperti aspek emosi, motivasi dan sikap.Self-report juga dikenal dengan sebutan self-report inventory di mana istilah “inventori” digunakan karena hasil pengukuran yang diperoleh berasal dari jawaban pada serangkaian pertanyaan atau pernyataan responden mengenai dirinya sendiri (Markam, 2005). Self-report sering pula dianggap sebagai “kuesioner” karena pada dasarnya pembuatan self-report ini disusun dengan teknik pembuatan kuesioner (Anastasi & Urbina, 2005).
Awal mula pengembangan Self-report dimulai oleh seorang psikiater bernama Robert Woodworth saat Perang Dunia I. Woodworth kala itu ingin membakukan wawancara psikiatri sehingga prosedur pengetesan bisa dilakukan secara massal. Saat itu Ia mengumpulkan beberapa informasi mengenai simtom gangguan tertentu dari berbagai literatur serta dari diskusi dengan beberapa ahli. Berdasarkan berbagai rujukan informasi tersebut, Ia menyusun pertanyaanpertanyaan yang dikumpulkan ke dalam suatu inventori yang disebut sebagai Lembar Data Pribadi (Personal Data Sheet). Lembaran tersebut merupakan bentuk awal dari self-report (Cohen & Swerdlik, 2005).
Hingga kini, variasi dan penggunaan self-report sudah semakin berkembang. Beberapa self-report yang masih sering digunakan antara lain seperti Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI), California Personality Inventory, 16 Personality Factor (16PF), Five Factor Model dan lain sebagainya (Markam, 2005). Tidak hanya mengukur aspek kepribadian yang terkait bidang klinis, penggunaan self-report kini semakin luas di mana obyek pengukurannya semakin bervariasi, misalnya digunakan untuk mengukur self-esteem, perilaku seksual, value dan sebagainya (Paulhus, 1991).
Self-report memiliki kelebihan jika dibandingkan tes kepribadian lainnya (tes proyeksi) yaitu dapat diberikan pada sejumlah orang dalam satu sesi pengambilan data. Selain itu, administrasinya ketat serta pemberian nilai (skor) terhadap hasil jawaban lebih terstruktur (Kaplan & Saccuzzo, 2005). Hasil pengukuran self report dapat secara akurat menunjukkan pikiran dan perasaan dari seseorang, walaupun hasil tersebut bisa saja memberikan informasi sebaliknya. Penyebab terjadinya ketidakakuratan hasil pengukuran self-reportbisa disebabkan karena tes tidak terkonstruksi dengan baik, responden tes tidak memiliki pengetahuan yang akurat tentang diri atau secara sengaja melaporkan keadaan dirinya yang tidak sebenarnya (Anastasi & Urbina, 1997; Cohen & Swerdlik, 2005; Markam, 2005).
Salah satu penyebab ketidakakuratan self-report yang menjadi perhatian adalah kesengajaan responden untuk tidak memberikan jawaban yang sesungguhnya. Alasan responden enggan memberikan jawaban yang sesungguhnya adalah karena hal-hal yang diungkapkan bersifat sangat pribadi sehingga menimbulkan kekhawatiran mendatangkan penilaian negatif dari orang lain (Cohen & Swerdlik, 2005). Meskipun tidak dapat dipastikan apakah responden telah memberikan jawaban yang jujur (Cohen & Swerdlik, 2005), namun responden dalam memberikan jawaban yang sebenarnya dapat terkait dengan situasi yang melatarbelakangi kebutuhan responden dalam menjawab (Anastasi & Urbina, 1997; Spielberger, 2004).
Situasi yang memungkinkan responden memanipulasi jawabannya ketika responden menyadari bahwa hasil self-report yang dikerjakannya akan digunakan sebagai sumber penilaian orang lain tentang dirinya. Salah satu contoh dalam perekrutan karyawan baru di mana jika hasil tes menunjukkan bahwa seseorang memiliki kepribadian yang baik maka hal itu dapat membuatnya diterima sebagai karyawan di perusahaan itu (Spielberger, 2004). Dalam situasi demikian, responden berusaha melindungi citra dirinya agar terlihat positif (Cohen & Swerdlik, 2005). Contoh situasi lainnya adalah pada saat seseorang terjerat tuntutan hukum. Jika hasil tes psikologi menyimpulkan bahwa orang tersebut memiliki gangguan psikis tertentu maka ia akan terbebas dari jeratan hukum. Ketika orang tersebut menyadari keuntungan yang ia peroleh maka kemungkinan orang itu akan melaporkan keadaan dirinya yang tidak sebenarnya atau berpurapura memiliki gangguan tertentu (Spielberger, 2004).
Apabila responden cenderung memberikan jawaban yang tidak menggambarkan diri yang sebenarnya, maka bias respon akan terjadi pada hasil pengukuran suatu self-report. Bias respon menyebabkan ketidakakuratan hasil pengukuran self-report di mana self-report tidak mengukur aspek psikologis yang memang hendak diukur (Paulhus, 1991).
Sumber:
Anastasi, Anne & Urbina, Susana. (1997). Psychological testing. 7th edition. Pearson Prentice Hall.
Cohen, Ronald & Swerdlik, Mark. (2005). Psychological testing and assessment: An introduction to tests and measurement. 6th edition. McGraw-Hill International
Kaplan, Robert & Saccuzzo, Dennis. (2005). Psychological testing: Principles, applications and issues. 6th edition. Thomson Wadsworth.
Markam, Suprapti. (2005). Pengantar psikodiagnostik. Fakultas Psikologi UI: Perfecta.
Paulhus, DL. (1991). Measurement and control of response bias. In JP Robinson, PR Shaver & LS Wrightsman, Measures of personality and social psychological Attitudes, pp. 17-59, San Diego: Academic Press Inc.
Spielberger, Charles. (2004). Encyclopedia of applied psychology. Elsevier