Lebah dan Kunang-Kunang - Bagian 4 (Golongan Warna Cahaya Melahirkan Kelompok Lebah)
Terdapat perbedaan warna cahaya yang dipancarkan lebah. Secara umum, warna yang dihasilkan pada lebah ada tiga, merah, hijau, dan putih. Perbedaan ini memberikan ciri-ciri khas dalam keterlibatan sosialnya. Keterlibatan sosial ini berupa pilihan tradisi dirinya di tengah-tengah bangsanya. Arti pilihan tradisi di sini merupakan bentuk sikap lebah dalam memilih bersikap bermasyarakat berupa bagaimana memerankan dirinya sesuai pattren cara menghasilkan warna cahaya. Adanya perbedaan pancaran warna yang dihasilkan menciptakan tiga golongan besar. Tiga golongan ini berperan dalam konstelasi pada banyak aspek di dunia lebah. Namun yang paling nampak berupa konstelasi budaya dan kepemimpinan bangsa lebah.
Golongan-golongan ini adalah hulu yang menentukan budaya yang berlaku di sarang lebah. Setiap golongan masih tetap saling berdialog dan bekerjasama dalam membahas aspek budaya, sosial, dan arah masyarakat bahkan masih melibatkan kelompok lebah minoritas yang konservatif sebagai kebutuhan saran dan arahan. Golongan-golongan ini bukanlah instrumen kekuasaan. Golongan ini merupakan arah atau genre budaya masyarakat lebah pemancar cahaya. Secara langsung, tidak ada hubungannya hal ini dengan kekuatan kekuasaan dalam dunia lebah. Ada kalanya kelompok-kelompok lebah menggunakan atribut yang mencerminkan golongan yang ada. Tidak ada kelompok-kelompok yang secara utuh mewakili golongan-golongan tersebut. Kelompok tersebut sekedar menggunakan atribut salah satu golongan sebagai upaya untuk mendapat dukungan masyarakat dari tiap-tiap golongan. Visi dan misi tiap-tiap kelompok beragam walaupun sama-sama menggunakan atribut salah satu golongan.
Seiring berjalannya waktu dan semakin banyak keterlibatan masyarakat lebah masuk secara keanggotaan resmi ke dalam kelompok-kelompok tertentu kerap kali dijumpai kelompok-kelompok yang menggiring dan memanfaatkan golongan masyarakat lebah kepada tujuan kelompok yang diikutinya. Keberadaan kelompok-kelompok ini mulai memiliki pengaruh kepada masyarakat lebah bercahaya. Keterlibatan masyarakat ke dalam kelompok-kelompok secara tidak langsung telah menciptakan kekuatan kekuasaan. Setiap kelompok mengajarkan pemahaman yang mengajarkan anggota-anggotanya cara melibatkan diri ke dalam bangsanya. Setiap anggotanya diharapkan mampu melaksanakan pedoman bermasyarakat yang dibuat oleh kelompoknya. Berdasarkan pedoman, kelompok-kelompok lebah dapat dibagi menjadi tiga kluster yaitu kelompok yang menggunakan nilai budaya memancarkan cahaya, kelompok yang menggunakan nilai budaya aktivitas bangsa lebah, dan kelompok yang menggunakan nilai kebersamaan bangsa lebah. Masing-masing kelompok saling menopang sistem kekuasaan yang disepakati bersama. Wilayah keterlibatan kekuasaan tiap-tiap kelompok berdasarkan prinsip yang telah dibuat kelompoknya dan tidak harus terlibat langsung dalam proses kekuasaan bahkan hanya terlibat dalam kondisi-kondisi yang dirasa perlu untuk memberikan perbaikan secara bijaksana. Kelompok-kelompok ini telah melahirkan struktur sistem kepemimpinan baru dalam masyarakat lebah. Keberadaan kelompok-kelompok ini sangat efektif mewakili golongan lebah di aspek kekuasaan. Sebagai simbol jati diri bangsa lebah, Sang Ratu masih dijunjung tinggi dan dihormati eksistensinya meskipun budaya memancarkan cahaya yang dibawa bangsa kunang-kunang telah mengakar di segala aspek kehidupan bangsa lebah.
Kelompok-kelompok lebah telah melahirkan peradaban baru dengan cara meracik nilai-nilai yang ada pada golongan-golongan lebah. Kelak pada suatu saat, kelompok-kelompok yang ada akan melebur dalam peradaban seiring silih bergantinya generasi lebah. Trend, tradisi, dan budaya akan menjadi penutur cerita keberadaan kelompok-kelompok lebah masa lalu yang pernah terlibat melahirkan peradaban bangsa lebah. Mereka akan dikenang dan dikenal oleh generasi berikutnya dengan nama dan tanpa nama.