Balitok, Tentang Tambang di Cordillera - Sebuah Teater dari Philipina

in #seni7 years ago

IMG_7428.JPG


 Perjuangan warga Cordillera, Filipina, melawan perusahaan tambang asing berbuah bahagia. Gugatan warga ke mahkamah internasional mereka menangkan. Perusahaan harus angkat kaki, lubang-lubang tambang kemudian dikuasai warga. Namun, apakah ancaman konflik sosial dan kerusakan lingkungan benar-benar mereda? 

Cerita pertambangan emas di kawasan Cordillera, Kepulauan Luzon, Filipina itu diangkat ke panggung teater oleh Setsu Hanasaki, seorang sutradara teater dari Jepang. Balitok yang bermakna deru mesin dari gunung merupakan kisah heroik warga melawan perusahaan tambang. Pertunjukan teater balitok di gedung Aceh Community Center Sultan Selim Banda Aceh, Rabu (2/8), berhasil memikat penonton untuk tidak beranjak dari bangku sampai pertunjukan tuntas. 

Ruang teater dengan kapasitas 150 bangku itu penuh. Sebagian penonton terpaksa berdiri karena tidak kebagian bangku. Pertunjukan ini hasil kerjasama Komunitas Tikar Pandan (Aceh), Cordillera Green Network (Filipina), dan Asia Center-Japan Foundation. 

Sore itu, penonton seperti dibawa ke lokasi tambang untuk menyaksikan kehancuran alam dan merasakan penderitaan petani setelah tanaman mati karena terpapar zat kimia dan limbah dari pertambangan emas. 

Balitok mengisahkan bagaimana era demam emas yang telah mulai dirintis di kawasan itu sejak era penaklukan Spanyol abad 16. Lalu beralih tangan kepada perusahaan multinasional pada masa Filipina dijajah Amerika Serikat, selama berabad-abad menjadi ancaman terhadap kehidupan para petani. 

IMG_7545.JPG

Cerita dibuka dengan gambaran kehidupan warga pedesaan, bertani, mencuci baju di sungai, dan anak-anak tengah bermain permainan tradisional. Tidak sulit bagi penonton untuk memahami isi cerita. Cerita menggunakan alur maju sehingga penonton mudah mengikutinya. Warga mulai menyadari ketika menemukan air sungai tidak lagi jernih, sayur-sayuran, padi, dan tanaman kopi mati. 

Keserakahan perusahaan mengundang bencana bagi penduduk di sana.  Atas kesadaran kolektif warga bangkit melawan meski harus berhadapan tentara-tentara bayaran. 

Perlawanan dipelopori oleh perempuan. Bagi mereka diam berarti mati, sedangkan melawan berarti mati dengan terhormat. Di mahkamah internasional warga Cordillera menang. Perusahaan asing angkat kaki. 

Kemudian tambang dikuasai warga. Mereka membangun perusahaan kecil untuk mengambil emas. Ternyata ancaman kerusakan lingkungan tidak mereda. Hector Kawig aktor teater yang juga aktivis lingkungan di Cordillera mengatakan hingga kini pertambangan emas masih berlangsung. 

Bahkan, ayahnya sendiri mempunyai satu perusahaan tambang emas, namun skala kecil. “Sejak kecil saya menyaksikan orang mengeruk gunung mengambil emas. Namun, sekarang saya mulai sadar kerakusan merusak alam,” ujar Hector. 

Hector menuturkan, untuk tahap awal kampanye lebih difokuskan pada tambang ramah lingkungan seperti tidak menggunakan zat kimia berlebihan dan tidak mengeruk gunung secara besar-besaran.  Kata Hector, memaksa warga berhenti bertambang bukan pekerjaan mudah. Sebab, dari sanalah mereka bergantung hidup. 

Meski sebenarnya hasil tani mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka. Namun, bertambang lebih cepat menghasilkan uang. Lebih dari 50 persen dari luas Cordillera jadi wilayah pertambangan emas dan 25 persen cadangan emas Filipina terdapat di Cordillera. 

Penduduk lokal 

Teater ini melibatkan lebih dari 30 aktor, mereka umumnya mahasiswa. Menariknya mereka adalah penduduk asli Cordillera. Sebagian mereka berasal dari keluarga petambang. Mereka disiapkan menjadi agen baru untuk mengkampanyekan penyelamatan lingkungan yang ditimbulkan oleh pertambangan. 

Setsu mengatakan, naskah itu ditulis berdasarkan wawancara langsung dengan warga Cordillera. Narasumber merupakan mantan petambang, petambang yang masih aktif, dan warga biasa. Sebelum naskah ditulis, tim melakukan ekspedisi ke lubang-lubang tambang. 

Mereka merekam dengan mata sendiri kerusakan alam dan ancaman bencana akibat pertambangan. Meski aktivitas pertambangan tidak semasif dulu ancaman kerusakan lingkungan masih berlangsung. Bahan kimia seperti merkuri dan borak mengotori sungai-sungai warga. Sebagian petambang tewas tertimbun longsoran di lubang tambang. 

“Sekarang anak-anak di sana mulai paham bahaya yang ditimbulkan karena tambang,” ujar Setsu. 

![IMG_7510.JPG]()

Menurut Setsu kampanye dengan melibatkan penduduk lokal lebih mengenai sasaran, sebab, mereka orang pertama terdampak dari pertambangan. Teater itu ditampilkan di Aceh karena provinsi itu dianggap memiliki masalah dengan tambang emas. Di Aceh banyak pertambangan emas tanpa izin (PETI) di antaranya di Aceh Selatan, Pidie, Nagan Raya, Aceh Barat, dan Aceh Tengah. Penambang merupakan warga biasa yang modali oleh pengusaha lokal. 

Pertambangan rakyat di Aceh sama sekali tidak ramah lingkungan. Seperti yang terjadi di Manggamat Aceh Selatan. Pemisahan butiran emas menggunakan merkuri. Sisa merkuri dibuang ke selokan-selokan dan diserap sumur warga. Kesehatan penduduk terancam jika merkuri itu terpapar mereka. 

Kepala Rumah Produksi Kominitas Tikar Pandan Fauzan Santa mengatakan masalah lingkungan juga perlu dibawa ke ranah seni dan budaya untuk didiskusikan. 

![IMG_7564.JPG]()

Kekuatan seni pertunjukan bukan hanya pada kemampuan aktor mengaktualisasikan diri di panggung, namun juga pada materi yang disampaikan. 

Selain itu, pertunjukan teater balitok di Banda Aceh kata Fauzan dapat memperkaya seni pertunjukan di Aceh. 

“Dengan balitok seni pertunjukan di Aceh mendapat perspektif baru dan memperkuat jaringan di forum-forum kebudayaan global,” ujar Fauzan.  

Sort:  

Zul, jangan terlalu panjang di Steemit.

Zul, jangan terlalu panjang di Steemit.

Nice post! I will follow you from now on. +UP

Coin Marketplace

STEEM 0.20
TRX 0.12
JST 0.028
BTC 64269.55
ETH 3490.29
USDT 1.00
SBD 2.53