Cuplikan dialog ulama besar di negeri ini

apa kabar para stemian semua?semoga kalian semua dalam keadaan sehat selalu dalam perlindungan tuhan yang maha esa.

How are you the stemian all? may you all in good health is always in the protection of the omnipotent god.

pada kali saya ingin membagikan sebuah cuplikan yang bermanfaat yang terjadi di Indonesia ini, yaitu

at times I would like to share a useful snippet that took place in Indonesia, that is

CUPLIKAN DIALOG ULAMA BESAR NEGERI INI

CUPLAH THIS BIG STATE RELEASE DIALOGUE

imagesource
Jawaban dari Ustadz Abdul Somad ketika ditanya oleh Aa Gym di Eco Pesantren Darut Tauhid tempo lalu cukup membuatku paham, betapa sulit perjuangan para Dai dalam menyampaikan dakwah,
Kesulitan apa yang paling Ustadz Abdul Somad rasakan selama berdakwah?"

The answer from Ustadz Abdul Somad when asked by Aa Gym at Eco Pesantren Darut Tauhid tempo ago enough to make me understand, how difficult the struggle of the Dai in delivering da'wah,
What difficulties did Ustadz Abdul Somad feel during his preaching? "

imagesource
Ustadz Abdul Somad mengambil mic,Paling berat adalah menyadarkan umat ini yang sering sekali menghabiskan waktu, pikiran dan tenaga untuk membahas masalah khilafiyah. Tentang qunut atau tidak qunut. Tentang pakai ushalli atau tidak saat berniat shalat. Kita sering ribut di wilayah itu terus. Berabad-abad kita mengurusi hal itu, bahkan jamaah ustadz satu mengolok-olok jamaah ustadz lain, sampai lupa orang di luar kita sudah melaju cepat, menguasai seluruh aspek kehidupan dunia. Mulai dari politik, ekonomi. Umat islam tertinggal jauh.

Ustadz Abdul Somad took the mic, Most heavy is to awaken this people who often spend time, thoughts and energy to discuss khilafiyah issues. About qunut or not qunut. About using ushalli or not when intending to pray. We often fuss in the area constantly. For centuries, we dealt with it, even one religious congregation made fun of other cleric worshipers, until we forgot that the people outside us were speeding up, mastering all aspects of world life. Starting from politics, economics. Muslims are lagging far behind.

Lalu apa solusinya, ustadz?
Untuk menjinakkan buaya, maka para pawang harus berkumpul.
Aa Gym nampak bingung, "Maksudnya gimana, ustadz ?Kok pakai ada buaya sama pawang segala?
Ucapan itu disambut gelak tawa jamaah.
Begini, itu hanya perumpamaan. Buaya ibarat jamaah, sedangkan Ustadz adalah pawangnya. Jika ingin jamaah akur satu sama lain, maka para ustadz harus kumpul. Bisa buat kajian bareng satu panggung. Memperlihatkan pada masyarakat bahwa mereka tak ada masalah antara satu dengan yang lain. Dengan begitu jamaah akan melihat, oh itu ustadz kita aja kumpul. Kenapa kita jamaahnya pada ribut?

Then what is the solution, ustadz?
To defuse crocodiles, the handlers must gather.
Aa Gym seemed confused, "What do you mean, cleric? How come there is a crocodile with all handlers?
The words were greeted by laughter.
Look, that's just a parable. Crocodile is like a congregation, while Ustadz is the keeper. If you want the congregation to get along with each other, the religious teachers must gather. Can make a study together one stage. Showing to the public that they have no problem with each other. That way the congregation will see, oh that our religious teacher just gathered. Why are we congregants in a fuss?

imagesource
Aa Gym mengangguk. Tanda paham.

Aa Gym nods. Understanding.

Miris melihat jamaah di sosmed begitu kasar terhadap Ustadz yang dianggap tidak sejalan dengan golongannya. Padahal Allah-lah nya sama, Nabinya sama, syahadatnya sama, tapi tak segan mereka akan menuduh, "Ustadz Ahli Syubhat."
Padahal Ustadz yang diolok-olok, merupakan lulusan Al-Azhar Kairo, mendapat beasiswa master di Maroko untuk bidang studi ilmu hadits.

Miris saw the congregation in sosmed so rude to Ustadz which is considered not in line with his class. Yet Allah is the same, the Prophet is the same, same shahadah, but not reluctant they will accuse, "Ustadz Ahli Syubhat."
Though Ustadz is mocked, is a graduate of Al-Azhar Cairo, got a master scholarship in Morocco for the field of studies of hadith.

Sedangkan aku yakin, para pengolok ini, sekolah agama pun cuma ala kadar. Metode dakwah juga tidak pernah belajar. Hanya berbekal nonton video ceramah di Youtube. Langsung merasa paling 'sunnah'. Celakanya, di saat yang sama mereka menyebut muslimin di luar jamaahnya dengan sebutan "Ahlus Syubhat.

While I'm sure, these mockers, religious schools were just ala levels. Dakwah method also never learn. Just watching a video lecture on Youtube. Immediately feel the most 'sunnah'. Unfortunately, at the same time they call Muslims outside their congregation as "Ahlus Syubhat.

Bahkan, andaikan ada orang yang mengikuti kajian Ustadz Sunnah namun juga masih berguru kepada Ustadz di luar golongannya, mereka tak ragu-ragu menjuluki, Orang bermanhaj lalat. Suka nemplok-nemplok.
Apakah seperti ini ulama salaf mengajarkan sopan santun? Hey, mereka yang kalian olok-olok itu masih muslim, loh. Bukankah muslim dengan muslim yang lain adalah saudara?
Hebatnya, orang-orang ini juga tak canggung mencibir ustadz, karena cara penyampaian tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan.

In fact, if there were people who followed the study of Ustadz Sunnah but also still studied with Ustadz outside their group, they did not hesitate to call it, People have the direction of flies. Like to stick to it.
Does this Salaf scholar teach good manners? Hey, those you mocked are still Muslims, you know. Is not Muslim with another Muslim is a brother?
Amazingly, these people are also not awkward to scorn the cleric, because the way of delivery is not in accordance with what they want.

Mereka tidak tahu, betapa Ustadz Abdul Somad harus menyiapkan materi-materi lucu sebagai selipan kajian agar pendengar tidak merasa jenuh.

They do not know how Ustadz Abdul Somad should prepare materials as inserts studies funny that listeners do not feel bored.

imagesource
Mungkin mereka juga takkan mau mengerti, betapa Ustadz Hannan Attaki harus belajar memahami karakter anak-anak muda, mengamati kebiasaan-kebiasaan pemuda zaman now, lalu menyesuaikan tema dan cara tutur agar dakwah dapat diterima.

Maybe they also won't want to understand, how Ustadz Hannan Attaki must learn to understand the character of young people, observe the habits of young people today, then adjust the themes and speech ways so that da'wah can be accepted.

imagesource
Atau Ustadz Adi Hidayat yang berkali-kali berpesan, agar kita berhenti mencari perbedaan, dan fokus pada persamaan. Agar umat ini bersatu. Agar tak ada lagi saling olok sesama muslim. Mau sampai kapan? Mau sampai kapan kita tercerai berai menyikapi perbedaan mazhab? Padahal para pendiri madzhab itu pun saling menghormati, saling memuliakan.
Para ustadz melakukan itu supaya siraman hidayah bisa tercurah bagi semua orang. Bukan cuma untuk beberapa kalangan. Sukses dunia bersama, masuk surga bareng-bareng.

*Or Ustadz Adi Hidayat who repeatedly advised, so that we stop looking for differences, and focus on equality. For this people to unite. So that no more fun each other fellow Muslims. How long do you want to? Want to when do we scatter beraiapi dealing with the difference of sect? Yet the founders of the school were respected, honored each other.
The ustadz do it so that the spray of guidance can be poured out for everyone. Not just for some circles. The success of the world together, going to heaven together.

Jadi mengapa kita harus membatasi diri dari ilmu? Silakan ambil ilmu dari Ustadz Firanda, atau Ustadz Abdul Somad, atau Ustadz Hannan Attaki, atau Ustadz Adi Hidayat, atau atau Ustadz Felix Siauw, dan lain-lain. Kita bisa ambil isi ceramah yang baik, dan mengabaikan yang buruk, tanpa perlu menghina Ustadz tersebut. Sebab mereka juga manusia. Lidah mereka bisa terpeleset. Walaupun begitu, jangan sampai satu kesalahan menutup jutaan sumbangsih mereka terhadap dakwah ini.

So why should we limit ourselves from science? Please take knowledge from Ustadz Firanda, or Ustadz Abdul Somad, or Ustadz Hannan Attaki, or Ustadz Adi Hidayat, or Ustadz Felix Siauw, and others. We can take the contents of a good lecture, and ignore the bad, without needing to insult the Ustadz. Because they are human too. Their tongues can slip. Even so, do not let one mistake cover millions of their contributions to this mission.

Akan aku akhiri tulisan ini dengan mengutip nasehat dari Ustadz Salim A. Fillah,
Mungkin kita bisa berhenti sejenak dari kesibukan, lalu bertanya pada diri masing-masing, apakah setelah mengaji kita mulai merasa, Ana Khairum Minhum,Aku lebih baik darimu. Jika iya, maka atur ulang niat mengaji Anda. Pasti ada yang salah pada niat itu. Sebab kata-kata Ana Khairum Minhum,adalah ucapan yang membuat Iblis terusir dari Surga. Namun berbahagialah bagi Anda yang setelah mengaji, kemudian membuat Anda tersungkur sambil berucap, Rabbana dzalamna anfusaha wa illam taghfirlana watarhamna lanakunanna minal khosirin.
Ya Allah, selama ini ternyata kami dzalim pada diri sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni dan menyayangi kami, pasti kami akan jadi orang yang merugi. Berbahagialah, karena doa itu adalah sebuah kesadaran yang membuat Nabi Adam mendapatkan kembali kenikmatan yang sebelumnya dicabut oleh Allah di Surga.
Semoga kita mau merenungi nasehat ini...

I will end this paper by quoting advice from Ustadz Salim A. Fillah,
Maybe we can pause for a moment, then ask ourselves, whether after reading we begin to feel, Ana Khairum Minhum, I'm better than you. If so, then reset your intention to recite. There must be something wrong with that intention. Because the words of Ana Khairum Minhum, are the words that made the Devil driven out of Heaven. But be happy for you who after the recitation, then make you fall down while saying, Rabbana dzalamna anfusaha wa illam taghfirlana watarhamna lanakunanna minal khosirin.
Oh God, we've been tyrannical all along. If You do not forgive and love us, surely we will be the losers. Blessed, because prayer is an awareness that makes the Prophet Adam regain the pleasure previously revoked by Allah in Heaven.
Hopefully we will reflect on this advice

@tania22