Sejarah Perebutan Senjata Jepang di Bireuen

in #realityhubs4 years ago

Jepang menempatkan sebuah resimen tentara yang disebut Suzuki Rensei-Tai dan dua datasemen khusus menjaga lapangan terbang militer darurat di Geulanggang Labu, dekat kota Matang Geulumpang Dua.

Lokasi tersebut terletak sekitar 12 kilometer dari Kota Bireuen. Sejumlah senjata berat di tempatkan di Kota Bireuen. Pasukan ini bertugas menjaga dan mengamankan gudang-gudang sejata serta logistik di desa Juli yang letaknya 5 kilometer dari kota Bireuen.

Yang ditugaskan untuk melucuti senjata Jepang di kota ini adalah Wakil Markas daerah II API (Resimen III) dengan Komandan Teuku Muhammad Daod Samalanga dibantu oleh Komandan Samalanga Teuku Hamzah, Komandan Kota Bireuen Husein Jusuf, dan Komandan untuk Bireuen dan sekitarnya Agus Husein.

Usaha perampasan senjata ke markas Resimen tentara Jepang dilakukan pada Oktober 1945 oleh API/TKR dipimpin oleh Mayor Teuku Muhammad Daod Samalanga selaku KOmandan Wakil Markas Daerah III di Bireuen untuk meminta agar tentara Jepang mau menyerahkan semua senjata secara sukarela kepada API/TKR. Perundingan dengan Jepang telah beberapa kali dilakukan, akan tetapi gagal, karena Jepang tidak mau menyerahkan senjata mereka.

Melalui telepon Kepala Staf API/TKR Mayor Teuku Hamid Azwar di Kutaraja (Banda Aceh) melakukan perubahan strategi dalam menghadapi Jepang di Bireuen. Ia menginstruksikan intimidasi dengan menggerakka laskar rakyat sebanyak mungkin. Dengan strategi itu Jepang akhirnya menyerahkan seluruh senjata mereka secara damai.

Mereka yang terlibat dalam pelucutan senjata Jepang di Bireuen antara lain: Haji Afan, Na’am Rasmadin, Marzuki Abubakar, Syamsudin bin Geumpa dan pelajar Islam dari Normal Islam serta Wedana Bireuen Teuku Idris Panteraja.

Penyerahan satu resimen tentara Jepang Suzuki Reinsei-Tai dilakukan pada 18 November 1945 kepada pimpinan Wakil Markas Daerah III API/TKR Mayor Teuku Muhammad Daod Samalanga di Bireuen dalam sebuah upacara militer. Mayor Teuku Hamid Azwar sebagai Kepala Staf TKR Divisi V Komandemen Sumatera khusus datang dari Kutaraja ke Bireuen untuk menyaksikan penyerahan senjata Jepang tersebut.

Kota Bireuen pernah menjadi tempat pendidikan militer bagi perwira-perwira TKR/TRI dan kemudian mengingat peranannya yang sangat menentukan dalam membantu pertempuran di Fron Medan Area, Kota Bireuen dijuluki sebagai “Kota Perjuangan”. Sewaktu Presiden Soekarno berkunjung ke Aceh pada tahun 1948, Kota Bireuen tidak ketinggalan mendapat tempat di hati Bung Karno untuk disinggahi. Di kota ini Presiden memberi amanatnya kepada rakyat.

hamid azwar.jpg
Buku Aceh Dalam Perang Mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan 1945-1949 dan Peranan Teuku Hamid Azwar Sebagai Pejuang Sumber

Pangkalan Udara Cot Gapu
Di Bireuen dan sekitarnya terdapat banyak lokasi penyimpanan senjata Jepang, salah satunya di pangkalan udara militer darurat Cot Gapu. Pangkalan udara militer darurat Cot Gapu ini sebelumnya dijadikan Resimen Induk Jepang yang memasok kebutuhan logistik militer Jepang di seluruh Kabupaten Aceh Utara (dulu Bireuen merupakan bagian dari Aceh Utara).

Ketika Jepang meninggalkan Aceh menuju Medan, masih tersimpan bahan mesiu, senjata, logistik, bahkan sejumlah tank Jepang tergeletak di situ, tetapi onderdilnya sudah banyak dipreteli.

Dari sekian banyak tank Jepang yang menyemak, ada delapan tank yang masih bisa difungsikan. Ini berkat ketekunan seorang montir bis bernama Muhammad Yusuf Ahmad. Tank itu diperbaiki dan dioperasikannya oleh Muhammad Yusuf Ahmad bersama pemuda pejuang menuju perang Front Medan Area di Sumatera Utara.

Para pejuang Aceh dari berbagai laskar digerakkan ke Medan untuk menghalau tentara Sekutu/NICA. Pasukan-pasukan dari Aceh yang dikirim ke Front Medan Area ini disatukan dalam satu komando Resimen Istimewa Medan Area (RIMA). Karena itu pula Sekutu/NICA tidak pernah bisa masuk ke Aceh, Aceh satu-satunya daerah yang tidak bisa dimasuki Sekutu/NICA, itu pula yang menjadi salah satu alasan Presiden Soekarno menjuluki Aceh sebagai “Daerah Modal Perjuangan Kemerdekaan” disamping banyak alasan lainnya tentang peranan Aceh dalam menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia.

lebih jelas bisa dibaca dalam buku Aceh Dalam Perang Mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan 1945-1949 dan Peranan Teuku Hamid Azwar Sebagai Pejuang. Buku ini ditulis oleh Tgk AK Jakobi diterbitkan di Jakarta pada tahun 2004 atas kerja sama PT Gramedia Pustaka Utama dengan Yayasan Seulawah RI-001.[**]


Posted on RealityHubs - Rewarding Reviewers

Coin Marketplace

STEEM 0.30
TRX 0.12
JST 0.034
BTC 63475.77
ETH 3117.23
USDT 1.00
SBD 3.94