tuntunan sholat

in #piston8 years ago

 berdasarkan hadits Nasa’i dan Daraquthni: 

“Tetapi beliau terkadang menggenggamkan jari-jari tangan kanannya pada    lengan kirinya.”
(sanad shahih).

Bersedekap di dada
Menyedekapkan tangan di dada adalah perbuatan yang benar menurut sunnah berdasarkan    hadits: 

“Beliau meletakkan kedua tangannya di atas dadanya.”
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud,    Ibnu Khuzaimah, Ahmad dari Wail bin Hujur).

Cara-cara yang sesuai sunnah ini dilakukan oleh Imam Ishaq bin  Rahawaih. Imam    Mawarzi dalam Kitab Masa’il, halaman 222 berkata:  “Imam Ishaq meriwayatkan    hadits secara mutawatir kepada kami…. Beliau  mengangkat kedua tangannya    ketika berdo’a qunut dan melakukan qunut  sebeluim ruku’. Beliau menyedekapkan    tangannya berdekatan dengan  teteknya.” Pendapat yang semacam ini juga dikemukakan    oleh Qadhi  ‘Iyadh al Maliki dalam bab Mustahabatu ash Sholat pada Kitab Al I’lam,     beliau berkata: “Dia meletakkan tangan kanan pada punggung tangan kiri     di dada.”  MEMANDANG TEMPAT SUJUD
Pada saat mengerjakan sholat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  menundukkan    kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke tempat sujud.  Hal ini didasarkan pada    hadits yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin  ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:   

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengalihkan pandangannya    dari tempat sujud (di dalam sholat).”
(HR. Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).

Larangan menengadah ke langit
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang keras menengadah ke  langit (ketika    sholat). Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa  Rasulullah shallallahu ‘alaihi    wasallam bersabda: 

“Hendaklah sekelompok orang benar-benar menghentikan  pandangan matanya    yang terangkat ke langit ketika berdoa dalam sholat  atau hendaklah mereka benar-benar    menjaga pandangan mata mereka.”
(HR. Muslim, Nasa’i dan Ahmad).

Rasulullah juga melarang seseorang menoleh ke kanan atau ke kiri ketika sholat,    beliau bersabda: 

“Jika kalian sholat, janganlah menoleh ke kanan atau ke  kiri karena Allah    akan senantiasa menghadapkan wajah-Nya kepada hamba  yang sedang sholat selama    ia tidak menoleh ke kanan atau ke kiri.”
(HR. Tirmidzi dan Hakim).

Dalam Zaadul Ma’aad ( I/248 ) disebutkan bahwa makruh hukumnya orang  yang sedang    sholat menolehkan kepalanya tanpa ada keperluan. Ibnu  Abdil Bar berkata, “Jumhur    ulama mengatakan bawa menoleh yang ringan  tidak menyebabkan shalat menjadi rusak.” Juga dimakruhkan shalat dihadapan sesuatu yang bisa merusak  konsentrasi atau    di tempat yang ada gambar-gambarnya, diatas sajadah  yang ada lukisan atau ukiran,    dihadapan dinding yang bergambar dan  sebagainya.  MEMBACA DO’A ISTIFTAH
Doa istiftah yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  bermacam-macam.    Dalam doa istiftah tersebut beliau shallallahu  ‘alaihi wasallam mengucapkan pujian,    sanjungan dan kalimat keagungan  untuk Allah.Beliau pernah memerintahkan hal    ini kepada orang yang  salah melakukan sholatnya dengan sabdanya:   

“Tidak sempurna sholat seseorang sebelum ia bertakbir,  mengucapkan pujian,    mengucapkan kalimat keagungan (doa istiftah), dan  membaca ayat-ayat al Qur-an    yang dihafalnya…” (HR. Abu Dawud dan  Hakim, disahkan oleh Hakim, disetujui    oleh Dzahabi).

Adapun bacaan doa istiftah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam    diantaranya adalah:  

“ALLAHUUMMA BA’ID BAINII WA BAINA KHATHAAYAAYA KAMAA  BAA’ADTA BAINAL      MASYRIQI WAL MAGHRIBI, ALLAAHUMMA NAQQINII MIN  KHATHAAYAAYA KAMAA YUNAQQATS      TSAUBUL ABYADHU MINAD DANAS.  ALLAAHUMMAGHSILNII MIN KHATHAAYAAYA BIL MAA’I WATS TSALJI WAL       BARADI”

artinya: 

“Ya, Allah, jauhkanlah antara aku dan  kesalahan-kesalahanku sebagaimana    Engkau menjauhkan antara timur dan  barat. Ya, Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku     sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya, Allah cucilah aku  dari    kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan embun.” (HR.  Bukhari, Muslim    dan Ibnu Abi Syaibah).

Atau kadang-kadang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga membaca dalam sholat fardhu:  

“WAJJAHTU WAJHIYA LILLADZII FATARAS SAMAAWAATI WAL ARDHA  HANIIFAN [MUSLIMAN] WA MAA ANA MINAL MUSYRIKIIN.  INNA SHOLATII  WANUSUKII WAMAHYAAYA WAMAMAATII LILLAHI RABBIL ‘ALAMIIN.  LAA  SYARIIKALAHU WABIDZALIKA UMIRTU WA ANA AWWALUL MUSLIMIIN.  ALLAHUMMA  ANTAL MALIKU,  LAA ILAAHA ILLA ANTA [SUBHAANAKA WA BIHAMDIKA] ANTA  RABBII WA ANA ‘ABDUKA, DHALAMTU NAFSII, WA’TARAFTU BIDZAMBI, FAGHFIRLII  DZAMBI JAMII’AN, INNAHU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLA ANTA.  WAHDINII LI  AHSANIL AKHLAAQI LAA YAHDII LI AHSANIHAA ILLA ANTA, WASHRIF ‘ANNII  SAYYI-AHAA LAA YASHRIFU ‘ANNII SAYYI-AHAA ILLA ANTA LABBAIKA WA  SA’DAIKA, WAL KHAIRU KULLUHU FII YADAIKA. WASY SYARRULAISA ILAIKA. [WAL  MAHDIYYU MAN HADAITA].  ANA BIKA WA ILAIKA [LAA MANJAA WALAA MALJA-A  MINKA ILLA ILAIKA. TABAARAKTA WA TA’AALAITA ASTAGHFIRUKA WAATUUBU  ILAIKA”

yang artinya: 

“Aku hadapkan wajahku kepada Pencipta seluruh langit dan  bumi dengan penuh kepasrahan dan aku bukanlah termasuk orang-orang  musyrik. Sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata-mata untuk Allah,  Rabb semesta alam, tiada sesuatu pun yang menyekutui-Nya. Demikianlah  aku diperintah dan aku termasuk orang yang pertama-tama menjadi muslim.  Ya Allah, Engkaulah Penguasa, tiada Ilah selain Engkau semata-mata.  [Engkau Mahasuci dan Mahaterpuji], Engkaulah Rabbku dan aku hamba-Mu,  aku telah menganiaya diriku dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah  semua dosaku. Sesungguhnya hanya Engkaulah yang berhak mengampuni semua  dosa. Berilah aku petunjuk kepada akhlaq yang paling baik, karena hanya  Engkaulah yang dapat memberi petunjuk kepada akhlaq yang terbaik dan  jauhkanlah diriku dari akhlaq buruk. Aku jawab seruan-Mu, sedang segala  keburukan tidak datang dari-Mu. [Orang yang terpimpin adalah orang yang  Engkau beri petunjuk]. Aku berada dalam kekuasaan-Mu dan akan kembali  kepada-Mu, [tiada tempat memohon keselamatan dan perlindungan dari  siksa-Mu kecuali hanya Engkau semata]. Engkau Mahamulia dan Mahatinggi,  aku mohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah)

MEMBACA TA’AWWUDZ
Membaca doa ta’awwudz adalah disunnahkan dalam setiap raka’at, sebagaimana    firman Allah ta’ala:   

“Apabila kamu membaca al Qur-an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada    Allah dari syaitan yang terkutuk.” (An Nahl : 98).

Dan pendapat ini adalah    yang paling shahih dalam madzhab Syafi’i  dan diperkuat oleh Ibnu Hazm (Lihat    al Majmuu’ III/323 dan Tamaam al  Minnah 172-177). Nabi biasa membaca ta’awwudz yang berbunyi:  

“A’UUDZUBILLAHI MINASY SYAITHAANIR RAJIIM MIN HAMAZIHI WA NAFKHIHI WANAFTSIHI”

artinya: 

“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk,  dari semburannya      (yang menyebabkn gila), dari kesombongannya, dan  dari hembusannya (yang menyebabkan      kerusakan akhlaq).”
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Daraquthni,  Hakim dan      dishahkan olehnya serta oleh Ibnu Hibban dan Dzahabi).

Atau mengucapkan:  

“A’UUZUBILLAHIS SAMII’IL ALIIM MINASY SYAITHAANIR RAJIIM…”

artinya: 

“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui      dari setan yang terkutuk…”
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad      hasan).

MEMBACA AL FATIHAH
Hukum Membaca Al-Fatihah
Membaca Al-Fatihah merupakan salah satu dari sekian banyak rukun sholat,  jadi    kalau dalam sholat tidak membaca Al-Fatihah maka tidak sah  sholatnya berdasarkan    perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  (yang artinya):   

“Tidak dianggap sholat (tidak sah sholatnya) bagi yang      tidak membaca Al-Fatihah”
(Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Jama’ah: yakni      Al-Imam  Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-i dan Ibnu Majah).
“Barangsiapa yang sholat tanpa membaca Al-Fatihah maka       sholatnya buntung, sholatnya buntung, sholatnya buntung…tidak  sempurna”
(Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).

Kapan Kita Wajib Membaca Surat Al-Fatihah
Jelas bagi kita kalau sedang sholat sendirian (munfarid) maka wajib  untuk membaca    Al-Fatihah, begitu pun pada sholat jama’ah ketika imam  membacanya secara sirr    (tidak diperdengarkan) yakni pada sholat  Dhuhur, ‘Ashr, satu roka’at terakhir    sholat Mahgrib dan dua roka’at  terakhir sholat ‘Isyak, maka para makmum wajib    membaca surat  Al-Fatihah tersebut secara sendiri-sendiri secara sirr (tidak     dikeraskan). Lantas bagaimana kalau imam membaca secara keras…? Tentang ini Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa pernah Rasulullah  melarang    makmum membaca surat dibelakang imam kecuali surat  Al-Fatihah: 

“Betulkah kalian tadi membaca (surat) dibelakang       imam kalian?” Kami menjawab: “Ya, tapi dengan cepat wahai Rasulallah.”       Berkata Rasul: “Kalian tidak boleh melakuka

MEMBACA AMIN
Hukum Bagi Imam:
Membaca amin disunnahkan bagi imam sholat.   

Dari Abu hurairah, dia berkata: “Dulu Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa    sallam, jika selesai membaca surat Ummul Kitab  (Al-Fatihah) mengeraskan suaranya    dan membaca amin.”
(Hadits dikeluarkan oleh Imam Ibnu Hibban, Al-Hakim,    Al-Baihaqi,  Ad-Daraquthni dan Ibnu Majah, oleh Al-Albani dalam Al-Silsilah  Al-Shahihah    dikatakan sebagai hadits yang berkualitas shahih)
“Bila Nabi selesai membaca Al-Fatihah (dalam sholat), beliau mengucapkan    amiin dengan suara keras dan panjang.”
(Hadits shahih dikeluarkan oleh    Al-Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud)

Hadits tersebut mensyari’atkan para imam untuk mengeraskan bacaan  amin, demikian    yang menjadi pendapat Al-Imam Al-Bukhari, As-Syafi’i,  Ahmad, Ishaq dan para    imam fikih lainnya. Dalam shahihnya Al-Bukhari  membuat suatu bab dengan judul    ‘baab jahr al-imaan bi al-ta-miin’  (artinya: bab tentang imam mengeraskan suara    ketika membaca amin).  Didalamnya dinukil perkataan (atsar) bahwa Ibnu Al-Zubair    membaca  amin bersama para makmum sampai seakan-akan ada gaung dalam masjidnya. Juga perkataan Nafi’ (maula Ibnu Umar): Dulu Ibnu Umar selalu membaca  aamiin    dengan suara yang keras. Bahkan dia menganjurkan hal itu  kepada semua orang.    Aku pernah mendengar sebuah kabar tentang anjuran  dia akan hal itu.” Hukum Bagi Makmum:
Dalam hal ini ada beberapa petunjuk dari Nabi (Hadits), atsar para shahabat    dan perkataan para ulama. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Jika imam membaca amiin    maka hendaklah kalian juga membaca amiin.”

Hal ini mengisyaratkan bahwa membaca amiin itu hukumnya wajib bagi  makmum. Pendapat    ini dipertegas oleh Asy-Syaukani. Namun hukum wajib  itu tidak mutlak harus dilakukan    oleh makmum. Mereka baru diwajibkan  membaca amiin ketika imam juga membacanya.    Adapun bagi imam dan orang  yang sholat sendiri, maka hukumnya hanya sunnah.    (lihat Nailul  Authaar, II/262). 

“Bila imam selesai membaca ghoiril maghdhuubi ‘alaihim  waladhdhooolliin,    ucapkanlah amiin [karena malaikat juga mengucapkan  amiin dan imam pun mengucapkan    amiin]. Dalam riwayat lain: “(apabila  imam mengucapkan amiin, hendaklah    kalian mengucapkan amiin)  barangsiapa ucapan aminnya bersamaan dengan malaikat,    (dalam riwayat  lain disebutkan: “bila seseorang diantara kamu mengucapkan    amin dalam  sholat bersamaan dengan malaikat dilangit mengucapkannya), dosa-dosanya     masa lalu diampuni.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim,    An-Nasa-i dan Ad-Darimi)

Syaikh Al-Albani mengomentari masalah ini sebagai berikut:
“Aku berkata: Masalah ini harus diperhatikan dengan serius dan tidak  boleh    diremehkan dengan cara meninggalkannya. Termasuk kesempurnaan  dalam mengerjakan    masalah ini adalah dengan membarengi bacaan amin  sang imam, dan tidak mendahuluinya.    (Tamaamul Minnah hal. 178)  BACAAN SURAT SETELAH AL FATIHAH
Membaca surat Al Qur-an setelah membaca Al Fatihah dalan sholat hukumnya  sunnah    karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan  tidak membacanya.    Membaca surat Al-Qur-an ini dilakukan pada dua  roka’at pertama. Banyak hadits    yang menceritakan perbuatan Nabi  shallallahu ‘alaihi wasallam tentang itu.   Panjang pendeknya surat yang dibaca
Pada sholat munfarid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca  surat-surat    yang panjang kecuali dalam kondisi sakit atau sibuk,  sedangkan kalau sebagai    imam disesuaikan dengan kondisi makmumnya  (misalnya ada bayi yang menangis maka    bacaan diperpendek).Rasulullah  berkata: 

“Aku melakukan sholat dan aku ingin memperpanjang  bacaannya akan tetapi,    tiba-tiba aku mendengar suara tangis bayi  sehingga aku memperpendek sholatku    karena aku tahu betapa gelisah  ibunya karena tangis bayi itu.”
(Hadits    dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim)

Cara membaca surat
Dalam satu sholat terkadang beliau membagi satu surat dalam dua roka’at,  kadang    pula surat yang sama dibaca pada roka’at pertama dan kedua.  (berdasar hadits    yang dikeluarkan oleh Al-Imam Ahmad dan Abu Ya’la,  juga hadits shahih yang dikeluarkan    oleh Al-Imam Abu Dawud dan  Al-Baihaqi atau riwayat dari Ahmad, Ibnu Khuzaimah    dan Al-Hakim,  disahkan oleh Al-Hakim disetujui oleh Ad-Dzahabi) Terkadang beliau    membolehkan membaca dua surat atau lebih dalam  satu roka’at.(Berdasar hadits yang dikeluarkan    oleh Al-Imam  Al-Bukhari dan At-Tirmidzi, dinyatakan oleh At-Tirmidzi sebagai     hadits shahih) Tata cara bacaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya membaca surat dengan jumlah  ayat    yang berimbang antara roka’at pertama dengan roka’at kedua.  (berdasar hadits    shahih dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim) Dalam sholat yang bacaannya di-jahr-kan Nabi membaca dengan keras dan  jelas.    Tetapi pada sholat dzuhur dan ashar juga pada sholat maghrib  pada roka’at ketiga    ataupun dua roka’at terakhir sholat isya’ Nabi  membacanya dengan lirih yang    hanya bisa diketahui kalau Nabi sedang  membaca dari gerakan jenggotnya, tetapi    terkadang beliau  memperdengarkan bacaannya kepada mereka tapi tidak sekeras    seperti  ketika di-jahr-kan. (Berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam     Al-Bukhari, Muslim dan Abu Dawud) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering membaca suatu surat  dari awal    sampai selesai selesai. Beliau shallallahu ‘alaihi wa  sallam berkata: 

“Berikanlah setiap surat haknya, yaitu dalam setiap (roka’at) ruku’ dan    sujud.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Abi Syaibah, Ahmad dan ‘Abdul Ghani    Al-Maqdisi)

Dalam riwayat lain disebutkan: 

“Untuk setiap satu surat (dibaca) dalam satu roka’at.”
(Hadits      dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Nashr dan At-Thohawi)

Dijelaskan oleh Syaikh Al-Albani: “Seyogyanya kalian membaca satu  surat utuh dalam    setiap satu roka’at sehingga roka’at tersebut  memperoleh haknya dengan sempurna.”    Perintah dalam hadits tersebut  bersifat sunnah bukan wajib. Dalam membaca surat Al-Qur-an Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa  sallam melakukannya    dengan tartil, tidak lambat juga tidak cepat  -sebagaimana diperintahkan oleh    Allah- dan beliau membaca satu per  satu kalimat, sehingga satu surat memerlukan    waktu yang lebih panjang  dibanding kalau dibaca biasa (tanpa dilagukan). Rasulullah    berkata  bahwa orang yang membaca Al-Qur-an kelak akan diseru: 

“Bacalah, telitilah dan tartilkan sebagaimana kamu dulu  mentartilkan di    dunia, karena kedudukanmu berada di akhir ayat yang  engkau baca.”
(Hadits    dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dishahihkan oleh At-Tirmidzi)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Al-Qur-an  dengan suara    yang bagus, maka beliau juga memerintahkan yang demikian  itu: 

“Perindahlah/hiasilah Al-Qur-an dengan suara kalian [karena suara yang    bagus menambah keindahan Al-Qur-an].”
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam    Al-Bukhari , Abu Dawud, Ad-Darimi, Al-Hakim dan Tamam Ar-Razi)
“Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak melagukan Al-Qur-an.”
(Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Al-Hakim, dishahihkan oleh Al-Hakim dan    disetujui oleh Adz-Dzahabi)

RUKU’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah selesai membaca surat  dari    Al-Qur-an kemudian berhenti sejenak, terus mengangkat kedua  tangannya sambil    bertakbir seperti ketika takbiratul ihrom (setentang  bahu atau daun telinga)    kemudian rukuk (merundukkan badan kedepan  dipatahkan pada pinggang, dengan punggung    dan kepala lurus sejajar  lantai). Berdasarkan beberapa hadits, salah satunya    adalah:   

Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: “Aku melihat  Rasulullah shallallahu      ‘alaihi wa sallam apabila berdiri dalam  sholat mengangkat kedua tangannya      sampai setentang kedua bahunya,  hal itu dilakukan ketika bertakbir      hendak rukuk dan ketika  mengangkat kepalanya (bangkit) dari ruku’ ….”
(Hadits      dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari, Muslim dan Malik)

Cara Ruku’
> Bila Rasulullah ruku’ maka beliau meletakkan telapak tangannya pada  lututnya,    demikian beliau juga memerintahkan kepada para  shahabatnya. 

“Bahwasanya shallallahu ‘alaihi wa sallam (ketika ruku’) meletakkan kedua    tangannya pada kedua lututnya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan    Abu Dawud)

> Menekankan tangannya pada lututnya. 

“Jika kamu ruku’ maka letakkan kedua tanganmu pada kedua  lututmu dan bentangkanlah    (luruskan) punggungmu serta tekankan tangan  untuk ruku’.”
(Hadits dikeluarkan    oleh Al Imam Ahmad dan Abu Dawud)

> Merenggangkan jari-jemarinya.   

“Beliau merenggangkan jari-jarinya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Hakim    dan dia menshahihkannya, Adz-Dzahabi dan At-Thayalisi menyetujuinya)

> Merenggangkan kedua sikunya dari lambungnya. 

“Beliau bila ruku’, meluruskan dan membentangkan  punggungnya sehingga bila    air dituangkan di atas punggung beliau, air  tersebut tidak akan bergerak.”
(Hadits di keluarkan oleh Al Imam Thabrani, ‘Abdullah bin Ahmad dan ibnu   Majah)

> Antara kepala dan punggung lurus, kepala tidak mendongak tidak  pula menunduk    tetapi tengah-tengah antara kedua keadaan tersebut.   

“Beliau tidak mendongakkan kepalanya dan tidak pula menundukkannya.”
(Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Bukhari)
“Sholat seseorang sempurna sebelum dia melakukan ruku’ dan sujud dengan    meluruskan punggungnya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu ‘Awwanah, Abu Dawud    dan Sahmi dishahihkan oleh Ad-Daraquthni)

> Thuma-ninah/Bersikap Tenang 

Beliau pernah melihat orang yang ruku’ dengan tidak  sempurna dan sujud    seperti burung mematuk, lalu berkata: “Kalau orang  ini mati dalam keadaan    seperti itu, ia mati diluar agama Muhammad  [sholatnya seperti gagak mematuk    makanan] sebagaimana orang ruku’  tidak sempurna dan sujudnya cepat seperti burung    lapar yang memakan  satu, dua biji kurma yang tidak mengenyangkan.”
(Hadits    dikeluarkan oleh Al Imam Abu Ya’la, Al-Ajiri, Al-Baihaqi,  Adh-Dhiya’ dan Ibnu Asakir    dengan sanad shahih, dishahihkan oleh Ibnu  Khuzaimah)

> Memperlama Ruku’ 

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan ruku’,  berdiri setelah ruku’    dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir  sama lamanya.”
(Hadits    dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)

Yang Dibaca Ketika Ruku’
Do’a yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada beberapa  macam,    semuanya pernah dibaca oleh beliau jadi kadang membaca ini  kadang yang lain. 1. SUBHAANA RABBIYAL ‘ADHZIM 3 kali atau lebih (Berdasar hadits yang  dikeluarkan    oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan lain-lain).  Yang artinya: 

“Maha Suci Rabbku, lagi Maha Agung.”

2. SUBHAANA RABBIYAL ‘ADHZIMI WA BIHAMDIH 3 kali (Berdasar hadits  yang dikeluarkan    oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud, Ad-Daroquthni dan  Al-Baihaqi).  Yang artinya: 

“Maha Suci Rabbku lagi Maha Agung dan segenap pujian bagi-Nya.”

3. SUBBUUHUN QUDDUUSUN RABBUL MALA-IKATI WAR RUUH (Berdasar hadits yang dikeluarkan    oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).  Yang artinya: 

“Maha Suci, Maha Suci Rabb para malaikat dan ruh.”

4. SUBHAANAKALLAHUMMA WA BIHAMDIKA ALLAHUMMAGHFIRLII  Yang artinya: 

“Maha Suci Engkau ya, Allah, dan dengan memuji-Mu Ya, Allah ampunilah      aku.”

Berdasarkan hadits dari ‘A-isyah, bahwasanya dia berkata: 

“Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak  membaca Subhanakallahumma    Wa Bihamdika Allahummaghfirlii dalam  ruku’nya dan sujudnya, beliau mentakwilkan    Al-Qur-an.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim).

Do’a ini yang paling sering dibaca. Dikatakan bahwa ada riwayat dari  ‘A-isyah    yang menunjukkan bahwa Rasulullah sejak turunnya surat  An-Nashr -yang artinya:    “Hendaklah engkau mengucapkan tasbih dengan  memuji Rabbmu dan memohon ampun    kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha  Penerima taubat.” (TQS. An-Nashr 110:3)-,    waktu ruku’ dan sujud  beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu membaca do’a    ini hingga  wafatnya. 5. Dan lain-lain sesuai dengan hadits-hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi    wa sallam. Yang Dilarang Ketika Ruku’
Larangan disini adalah larangan dari Rasulullah bahwa sewaktu ruku’ kita tidak    boleh membaca Al-Qur-an. Berdasarkan hadits: 

“Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang membaca Al-Qur-an      dalam ruku’ dan sujud.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah)
“Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu ruku’ dan sujud…”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).

I’TIDAL DARI RUKU’
Cara i’tidal dari ruku’
Setelah ruku’ dengan sempurna dan selesai membaca do’a, maka kemudian  bangkit    dari ruku’ (i’tidal). Waktu bangkit tersebut membaca   (SAMI’ALLAAHU LIMAN HAMIDAH) disertai dengan mengangkat kedua tangan  sebagaimana    waktu takbiratul ihrom. Hal ini berdasarkan keterangan  beberapa hadits, diantaranya:   

Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: “Aku melihat  Rasulullah shallallahu      ‘alaihi wa sallam apabila berdiri dalam  sholat mengangkat kedua tangannya      sampai setentag kedua pundaknya,  hal itu dilakukan ketika bertakbir mau rukuk      dan ketika mengangkat  kepalanya (bangkit ) dari ruku’ sambil mengucapkan SAMI’ALLAAHU       LIMAN HAMIDAH…”
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan Malik).

Yang Dibaca Ketika I’tidal dari Ruku’
Seperti ditunjuk hadits di atas ketika bangkit (mengangkat kepala) dari ruku’    itu membaca:  (SAMI’ALLAHU    LIMAN HAMIDAH) Kemudian ketika sudah tegak dan selesai bacaan tersebut disahut dengan bacaan:  

RABBANAA LAKAL HAMD (Rabbku, segala puji kepada-Mu)

atau  

RABBANAA WA LAKAL HAMD (Rabbku dan segala puji kepada-Mu)

atau  

ALLAAHUMMA RABBANAA LAKAL HAMD (Ya, Allah, Rabbku, segala puji kepada-Mu)

atau  

ALLAAHUMMA RABBANAA WA LAKAL HAMD (Ya, Allah, Rabbku dan segala puji kepada-Mu)

Dalilnya adalah hadits dari Abu Hurairah: 

“Apabila imam mengucapkan SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, maka  ucapkanlah      oleh kalian ALLAHUMMA RABBANA WA LAKALHAMD, barangsiapa  yang ucapannya tadi      bertepatan dengan ucapan para malaikat  diampunkan dosa-dosanya yang telah      lewat.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Ztirmidzi,      An-Nasa-i, Ibnu Majah dan Malik)

Kadang ditambah dengan bacaan:  

MIL-ASSAMAAWAATI, WA MIL-ALARDHL, WA MIL-A MAA SYI-TA MIN SYAI-IN BA’D
(Mencakup      seluruh langit dan seluruh bumi dan segenap yang Engkau kehendaki selain dari      itu)
berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah.

Dan Do’a lain-lain Cara I’tidal
Adapun dalam tata cara i’tidal ulama berbeda pendapat menjadi dua  pendapat, pertama mengatakan sedekap dan yang kedua mengatakan tidak  bersedekap tapi melepaskannya. Tapi yang rajih menurut kami adalah  pendapat pertama. Bagi yang hendak mengerjakan pendapat yang pertama  tidak apa-apa dan bagi siapa yang mengerjakan sesuai dengan pendapat  kedua tidak mengapa. Keterangan untuk pendapat pertama: Kembali meletakkan tangan kanan  diatas tangan kiri atau menggenggamnya dan    menaruhnya di dada, ketika  telah berdiri.   Hal ini berdasarkan    nash dibawah ini: 

Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam An-Nasa-i yang artinya:       “Ia (Wa-il bin Hujr) berkata: “Saya melihat Rasulullah shallallahu       ‘alaihi wa sallam apabila beliau berdiri dalam sholat, beliau  memegang tangan      kirinya dengan tangan kanannya.”
Berkata Al-Imam Al-Bukhari dalam shahihnya: “Telah       menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah, ia berkata dari Malik,  ia      berkata dari Abu Hazm, ia berkata dari Sahl bin Sa’d ia berkata:  “Adalah      orang-orang (para shahabat) diperintah (oleh Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam      ) agar seseorang meletakkan tangan  kanannya atas lengan kirinya dalam sholat.”      Komentar Abu Hazm:  “Saya tidak mengetahui perintah tersebut kecuali disandarkan      kepada  Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam .”

Komentar dari Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baaz (termaktub  dalam fatwanya    yang dimuat dalam majalah Rabithah ‘Alam Islamy, edisi  Dzulhijjah 1393 H/Januari    1974 M, tahun XI): “Dari hadits shahih ini  ada petunjuk diisyaratkan meletakkan    tangan kanan atas tangan kiri  ketika seorang Mushalli (orang yang sholat) tengah    berdiri baik  sebelum ruku’ maupun sesudahnya. Karena Sahl menginformasikan bahwa     para shahabat diperintahkan untuk meletakkan tangan kanannya atas lengan  kirinya    dalam sholat. Dan sudah dimengerti bahwa Sunnah (Nabi)  menjelaskan orang sholat    dalam ruku’ meletakkan kedua telapak  tangangnya pada kedua lututnya, dan dalam    sujud ia meletakkan kedua  telapak tangannya pada bumi (tempat sujud) sejajar    dengan keddua  bahunya atau telinganya, dan dalam keadaan duduk antara dua sujud     begitu pun dalam tasyahud ia meletakkannya di atas kedua pahanya dan  lututnya    dengan dalil masing-masing secara rinci. Dalam rincian  Sunnah tersebut tidak    tersisa kecuali dalam keadaan berdiri. Dengan  demikian dapatlah dimengerti    bahwasanya maksud dari hadits Sahl  diatas adalah disyari’atkan bagi Mushalli    ketika berdiri dalam sholat  agar meletakkan tangan kanannya atas lengan kirinya.    Sama saja baik  berdiri sebelum ruku’ maupun sesudahnya. Karena tidak ada riwayat     dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membedakan antara keduanya, oleh  karena    itu barangsiapa membedakan keduanya haruslah menunjukkan  dalilnya. (Kembali    pada kaidah ushul fiqh: “asal dari ibadah adalah  haram kecuali ada penunjukannya”    -per.) Disamping itu ada pula ketetapan dari hadits Wa-il bin Hujr pada  riwayat An-Nasa-i    dengan sanad yang shahih: Bahwasanya apabila  Rasulullah shallallahu ‘alaihi    wa sallam berdiri dalam sholat beliau  memegang tangan kirinya dengan tangan    kanannya.” Wallaahu a’lamu bishshawab. Thuma-ninah dan Memperlama Dalam I’tidal 

“Kemudian angkatlah kepalamu sampai engkau berdiri       dengan tegak [sehingga tiap-tiap ruas tulang belakangmu kembali pata  tempatnya].”      (dalam riwayat lain disebutkan: “Jika kamu berdiri  i’tidal, luruskanlah      punggungmu dan tegakkanlah kepalamu sampai  ruas tulang punggungmu mapan ke      tempatnya).”
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim,      dan riwayat lain oleh Ad-Darimi, Al-Hakim, As-Syafi’i dan Ahmad)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri terkadang       dikomentari oleh shahabat: “Dia telah lupa” [karena saking lamanya       berdiri].
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)

SUJUD
Sujud dilakukan setelah i’tidal thuma-ninah dan jawab tasmi’ (Rabbana Lakal Hamd…dst).
Caranya
Dengan tanpa atau kadang-kadang dengan mengangkat kedua tangan  (setentang pundak    atau daun telinga) seraya bertakbir, badan turun  condong kedepan menuju ke tempat    sujud, dengan meletakkan kedua lutut  terlebih dahulu    baru kemudian    meletakkan kedua tangan. (abu zalfa: Dalam hal ini ada perbedaan pendapat, Lihat disini)   pada tempat kepala diletakkan dan kemudian    meletakkan kepala  kepala dengan menyentuhkan/menekankan hidung dan jidat/kening/dahi    ke  lantai (tangan sejajar dengan pundak atau daun telinga). 

Dari Wail bin Hujr, berkat, “Aku melihat Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam    ketika hendak sujud meletakkan kedua  lututnya sebelum kedua tangannya dan apabila    bangkit mengangkat dua  tangan sebelum kedua lututnya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Tirmidzi An-Nasa’i, Ibnu Majah dan   Ad-Daarimy)
“Terkadang beliau mengangkat kedua tangannya ketika hendak   sujud.”
(Hadits dikeluarkan    oleh Al Imam  An-Nasa’i dan Daraquthni)
“Terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan  tangannya [dan membentangkan]    serta merapatkan jari-jarinya dan  menghadapkannya ke arah kiblat.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Al-Hakim, Al-Baihaqi)
“Beliau meletakkan tangannya sejajar dengan bahunya”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Tirmidzi)
“Terkadang beliau meletakkan tangannya sejajar dengan daun telinganya.”
(Hadits    dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa’i)

Cara Sujud
> Bersujud pada 7 anggota badan,   yakni jidat/kening/dahi dan    hidung (1), dua telapak tangan (3),  dua lutut (5) dan dua ujung kaki (7). Hal    ini berdasar hadits: 

Dari Ibnu ‘Abbas berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa  sallam berkata: “Aku      diperintah untuk bersujud (dalam riwayat lain;  Kami diperintah untuk bersujud)      dengan tujuh (7) anggota badan;  yakni kening sekaligus hidung, dua tangan      (dalam lafadhz lain; dua  telapak tangan), dua lutut, jari-jari kedua kaki      dan kami tidak  boleh menyibak lengan baju dan rambut kepala.”
(Hadits      dikeluarkan oleh Al-Jama’ah)

> Dilakukan dengan menekan 

“Apabila kamu sujud, sujudlah dengan menekan.”
(Hadits dikeluarkan      oleh Al Imam Ahmad) “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menekankan kedua lututnya      dan bagian depan telapak kaki ke tanah.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi)

> Kedua lengan/siku tidak ditempelkan pada lantai, tapi diangkat dan dijauhkan dari    sisi rusuk/lambung. 

Dari Abu Humaid As-Sa’diy, bahwasanya Nabi shalallau  ‘alaihi wasallam bila      sujud maka menekankan hidung dan dahinya di  tanah serta menjauhkan kedua tangannya      dari dua sisi perutnya,  tangannya ditaruh sebanding dua bahu beliau.”
(Diriwayatkan oleh Al Imam At-Tirmidzi) Dari Anas bin Malik, dari Nabi shalallau ‘alaihi wasallam bersabda:
“Luruskanlah kalian dalam sujud dan jangan kamu menghamparkan kedua lengannya      seperti anjing menghamparkan kakinya.”
(Diriwayatkan oleh Al-Jama’ah      kecuali Al Imam An-Nasa-i, lafadhz ini bagi Al Imam Al-Bukhari) “Beliau mengangkat kedua lengannya dari lantai dan menjauhkannya dari  lambungnya      sehingga warna putih ketiaknya terlihat dari belakang”
(Hadits dikeluarkan      oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)

> Menjauhkan perut/lambung dari kedua paha 

Dari Abi Humaid tentang sifat sholat Rasulillah  shallallahu ‘alaihi wa sallam      berkata: “Apabila dia sujud, beliau  merenggangkan antara dua pahanya      (dengan) tidak menopang perutnya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)

> Merapatkan jari-jemari 

Dari Wa-il, bahwasanya Nabi shalallau ‘alaihi wasallam jika sujud maka merapatkan      jari-jemarinya.
(Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim)

> Menegakkan telapak kaki dan saling merapatkan/menempelkan antara dua tumit 

Berkata ‘A-isyah isteri Nabi shalallau ‘alaihi wasallam:  “Aku kehilangan      Rasulullah shalallau ‘alaihi wasallam padahal  beliau tadi tidur bersamaku,      kemudian aku dapati beliau tengah  sujud dengan merapatkan kedua tumitnya (dan)      menghadapkan  ujung-ujung jarinya ke kiblat, aku dengar…”
(Diriwayatkan      oleh Al Imam Al-Hakim dan Ibnu Huzaimah)

> Thuma-ninah dan sujud dengan lama Sebagaimana rukun sholat yang lain mesti dikerjakan dengan  thuma-ninah. Juga    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kalau  bersujud baiasanya lama. 

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan ruku’,  berdiri setelah ruku’    dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir  sama lamanya.”
(Hadits    dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)

Sujud Langsung Pada Tanah atau Boleh Di Atas Alas 

“Para shahabat sholat berjama’ah bersama Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam      pada cuaca yang panas. Bila ada yang  tidak sanggup menekankan dahinya di atas      tanah maka membentangkan  kainnya kemudian sujud di atasnya”
(Hadits dikeluarkan      oleh Al Imam Muslim)

Bacaan Sujud Rasulullah membaca 

SUBHAANA RABBIYAL A’LAA 3 kali
(berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad      dll)

atau kadang-kadang membaca 

SUBHAANA RABBIYAL A’LAA WA BIHAMDIH, 3 kali
(berdasar hadits yang dikeluarkan      oleh Al Imam Abu Dawud dll)

atau 

SUBHAANAKALLAAHUMMA RABBANAA WA BIHAMDIKA ALLAAHUMMAGHFIRLII
(berdasar hadits      yang dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)

Bacaan Yang Dilarang Selama Sujud 

“Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu ruku’ dan sujud…”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).

BANGUN DARI SUJUD PERTAMA
Setelah sujud pertama -dimana dalam setiap roka’at ada dua sujud- maka  kemudian    bangun untuk melakukan duduk diantara dua sujud. Dalam  bangun dari sujud ini    disertai dengan takbir dan kadang mengangkat  tangan (Berdasar hadits dari Ahmad    dan Al-Hakim).   

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dari sujudnya seraya bertakbir”
(Hadits    dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)

DUDUK ANTARA DUA SUJUD
Duduk ini dilakukan antara sujud yang pertama dan sujud yang kedua, pada  roka’at    pertama sampai terakhir. Ada dua macam tipe duduk antara dua  sujud, duduk iftirasy    (duduk dengan meletakkan pantat pada telapak  kaki kiri dan kaki kanan ditegakkan)    dan duduk iq’ak (duduk dengan menegakkan kedua telapak kaki dan    duduk diatas tumit). Hal ini berdasar hadits: 

Dari ‘A-isyah berkata: “Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa  sallam menghamparkan      kaki beliau yang kiri dan menegakkan kaki yang  kanan, baliau melarang dari      duduknya syaithan.”
(Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim)
*Komentar Syaikh Al-Albani:      duduknya syaithan adalah dua telapak  kaki ditegakkan kemudian duduk dilantai      antara dua kaki tersebut  dengan dua tangan menekan dilantai.
Dari Rifa’ah bin Rafi’ -dalam haditsnya- dan berkata  Rasul shallallahu ‘alaihi      wa sallam : “Apabila engkau sujud maka  tekankanlah dalam sujudmu lalu      kalau bangun duduklah di atas pahamu  yang kiri.”
(Hadits dikeluarkan      oleh Ahmad dan Abu Dawud dengan lafadhz Abu Dawud) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang duduk iq’ak, yakni [duduk dengan      menegakkan telapak dan tumit kedua kakinya].
(Hadits dikeluarkan oleh Muslim)

Waktu duduk antara dua sujud ini telapak kaki kanan ditegakkan dan jarinya    diarahkan ke kiblat: 

Beliau menegakkan kaki kanannya (Al-Bukhari)
Menghadapkan jari-jemarinya ke kiblat (An-Nasa-i)

Bacaannya 

RABBIGHFIRLII, RABBIGHFIRLII
Dari Hudzaifah, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  mengucapkan      dalam sujudnya (dengan do’a): Rabighfirlii,  Rabbighfirlii.
(Hadits dikeluarkan      oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan lafadhz Ibnu Majah)  ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WA ‘AAFINII WAHDINII WARZUQNII
(Abu Dawud)  ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WAJBURNII WARZUQNII WARFA’NII
(Ibnu Majah)  ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WAJBURNII WAHDINII WARZUQNII
(At-Tirmidzi)

Thuma-ninah dan Lama
Lihat tata cara ruku’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sholat.  MENUJU ROKA’AT BERIKUTNYA
Pada masalah ini ada dua tempat/kondisi, yaitu bangkit menuju roka’at  berikut    dari posisi sujud kedua -pada akhir roka’at pertama dan  ketiga- dan bangkit    dari posisi duduk tasyahhud awal -pada roka’at  kedua.> Bangkit/bangun dari sujud untuk berdiri (dari akhir roka’at  pertama dan ketiga)    didahului dengan duduk istirahat atau tanpa duduk  istirahat, bangkit berdiri    seraya bertakbir tanpa mengangkat kedua  tangan. Ketika bangkit bisa dengan tangan    bertumpu pada lantai atau  bisa juga bertumpu pada pahanya.   Tangan bertumpu pada satu pahanya 

Dari Wail bin Hujr dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa  sallam ,berkata (Wa-il);      “Maka tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa  sallam bersujud dia meletakkan      kedua lututnya ke lantai sebelum  meletakkan kedua tangannya; Berkata (Wa-il):      Bila sujud maka …..dan  apabila bangkit dia bangkit atas kedua lututnya      dengan bertumpu  pada satu paha.”
(Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud)

Tangan bertumpu pada lantai (tempat sujud) 

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertumpu pada lantai ketika bangkit      ke roka’at kedua.
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari)

Diselai duduk istirahat 

Dari Malik bin Huwairits bahwasanya di malihat Nabi  shallallahu ‘alaihi wa      sallam sholat, maka bila pada roka’at yang  ganjil tidaklah beliau bangkit      sampai duduk terlebih dulu dengan  lurus.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari,      Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

> Bangkit dari duduk tasyahhud awwal (dari roka’at kedua) dengan  mengangkat    kedua tangan seraya bertakbir seperti pada takbiratul  ihram. Mengangkat tangan ketika takbir 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bangkit dari duduknya mengucapkan      takbir, kemudian berdiri
(Hadits dikeluarkan oleh Abu Ya’la)

DUDUK TASYAHHUD AWWAL DAN TASYAHHUD AKHIR
Tasyahhud awwal dan duduknya merupakan kewajiban dalam sholat    Tempat dilakukannya
Duduk tasyahhud awwal terdapat hanya pada sholat yang jumlah roka’atnya  lebih    dari dua (2), pada sholat wajib dilakukan pada roka’at yang  ke-2. Sedang duduk    tasyahhud akhir dilakukan pada roka’at yang  terakhir. Masing-masing dilakukan    setelah sujud yang kedua. Cara duduk tasyahhud awwal dan tasyahhud akhir
Waktu tasyahhud awwal duduknya iftirasy (duduk diatas telapak kaki kiri)  sedang pada tasyahhud akhir duduknya tawaruk (duduk dengan kaki kiri    dihamparkan kesamping kanan dan duduk diatas lantai),  pada masing-masing    posisi kaki kanan ditegakkan. 

Dari Abi Humaid As-Sa’idiy tentang sifat sholat Nabi  shallallahu ‘alaihi      wa sallam, dia berkat, “Maka apabila Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam      duduk dalam dua roka’at (-tasyahhud  awwal) beliau duduk diatas kaki kirinya      dan bila duduk dalam  roka’at yang akhir (-tasyahhud akhir) beliau majukan      kaki kirinya  dan duduk di tempat kedudukannya (lantai dll).”
(Hadits dikeluarkan      oleh Al Imam Abu Dawud)

Letak tangan ketika duduk
Untuk kedua cara duduk tersebut tangan kanan ditaruh di paha kanan  sambil berisyarat    dan/atau menggerak-gerakkan jari telunjuk dan  penglihatan ditujukan kepadanya,    sedang tangan kirinya  ditaruh/terhampar di paha kiri.   

Dari Ibnu ‘Umar berkata Rasulullahi shallallahu ‘alaihi  wa sallam bila duduk      didalam shalat meletakkan dua tangannya pada  dua lututnya dan mengangkat telunjuk      yang kanan lalu berdoa  dengannya sedang tangannya yang kiri diatas lututnya      yang kiri,  beliau hamparkan padanya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Nasa-i).

Berisyarat dengan telunjuk, bisa digerakkan bisa tidak
Selama melakukan duduk tasyahhud awwal maupun tasyahhud akhir,  berisyarat dengan    telunjuk kanan, disunnahkan menggerak-gerakkannya.  Kadang pada suatu sholat    digerakkan pada sholat lain boleh juga tidak  digerak-gerakkan. 

“Kemudian beliau duduk, maka beliau hamparkan kakinya  yang kiri dan      menaruh tangannya yang kiri atas pahanya dan lututnya  yang kiri dan ujung      sikunya diatas paha kanannya, kemudian beliau  menggenggam jari-jarinya dan      membuat satu lingkaran kemudian  mengangkat jari beliau maka aku lihat beliau      menggerak-gerakkannya  berdo’a dengannya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu      Dawud dan An-Nasa-i). “Dari Abdullah Bin Zubair bahwasanya ia menyebutkan bahwa Nabi  shallallahu      ‘alaihi wa sallam berisyarat dengan jarinya ketika  berdoa dan tidak menggerakannya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud).

Membaca do’a At-Tahiyyaat dan As-Sholawaat
Do’a tahiyyat ini ada beberapa versi, untuk hendaklah dipilih yang kuat  dan    lafadhznya belum ditambah-tambah. Salah satu contoh riwayat yang  baik adalah    sebagai berikut: 

Berkata Abdullah : “Kami apabila shalat di belakang nabi  shallallahu      ‘alaihi wa sallam keselamatan atas jibril dan mikail  keselamatan atas si fulan      dan si fulan maka rasulullah berpaling  kepada kami. Lalu beliau shallallahu      ‘alaihi wa sallam berkata :  sesungguhnya Allah itu As-salam maka apabila shalat      hendaklah  kalian itu mengucapkan:  “AT-TAHIYYAATU LILLAHI WAS SHOLAWATU WAT THAYYIBAAT, AS-SALAMU’ALAIKA       AYYUHAN NABIY WA RAHMATULLAHI WA BARAKATUHU, AS-SALAAMU ‘ALAINA WA  ‘ALAA ‘IBAADILLAHIS      SHALIHIN. ASYHADU ALLAA ILAHA ILLALLAH WA  ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU      WA RASULUHU” artinya: segala kehormaatan, shalawat dann kebaikan kepunyaan Allah,  semoga      keselamatan terlimpah atasmu wahai Nabi dan juga rahmat  Allah dan barakah-Nya.      Kiranya keselamatan tetap atas kami dan atas  hamba-hamba Allah yang shalih;      -karena sesungguhnya apabila kalian  mengucapkan sudah mengenai semua hamba      Allah yang shalih di langit  dan di bumi- Aku bersaksi bersaksi bahwa tidak      ada ilah yang haq  selain Allah dan aku bersaksi bahwasanya Muhammmad itu hamba      daan  utusan-Nya.
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari). Dari Ka’ab bin Ujrah berkata : “Maukah aku hadiahkan kepadamu sesuatu       ? Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada  kami, maka      kami berkata : ‘Ya Rasulullah kami sudah tahu bagaimana  cara mengucapkan salam      kepadamu, lantas bagaimana kami harus  bershalawat kepadamu? Beliau berkata      : ucapkanlah:  “ALLAAHUMMA SHALLI ‘ALA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA  SHALLAITA      ‘ALAA AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID. ALLAAHUMMA  BAARIK ‘ALAA MUHAMMAD      WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA BARAKTA ‘ALAA  AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM      MAJIID.” artinya: “Ya Allah berikanlah Shalawat kepada Muhammad dan keluarga       Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada  keluarga Ibarahim,      sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung.  Ya Allah berkahilah Muhammad      dan keluarga Muhammad sebagaimana  Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim.      Sesungguhnya Engkau Maha  Terpuji dan Maha Agung.”

Berdo’a berlindung dari empat (4) hal.
Hal ini dilakukan pada duduk tasyahhud akhir saja. 

…..Apabila kamu telah selesai bertasyahhud akhir maka…
(Hadits      dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Agar tidak menyalahi riwayat -hadits Rasul shallallahu ‘alaihi wa  sallam- ini    maka dalam tasyahhud awwal bacaannya berhenti sampai  membaca sholawat pada Nabi    shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedang  ta’awudz (berlindung dari 4 hal) ini dibaca    hanya ketika tasyahhud  akhir. 

Dari Abu Hurairah berkata; berkata Rasulullah shallallahu  ‘alaihi wa sallam      : “Apabila kamu telah selesai bertasyahhud maka  hendaklah berlindung      kepada Allah dari empat (4) hal, dia berkata:  “ALLAAHUMMA INNII A’UUDZUBIKA MIN ‘ADZAABI JAHANNAMA WA MIN ‘ADZAABIL       QABRI WA MIN FITNATIL MAHYAA WAL MAMAAT WA MIN FITNATIL MASIIHID  DAJJAAL.” artinya: “Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahannam,  siksa      kubur, fitnahnya hidup dan mati serta fitnahnya Al-Masiihid  Dajjaal.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim dengan lafadhz Muslim)

Berdo’a dengan do’a/permohonan lainnya 

…kemudian (supaya) dia memilih do’a yang dia kagumi/senangi…
(Hadits      dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan Al-Bukhari)

SALAM
Salam sebagai tanda berakhirnya gerakan sholat, dilakukan dalam posisi  duduk    tasyahhud akhir setelah membaca do’a minta perlindungan dari 4  fitnah atau tambahan    do’a lainnya.   

“Kunci sholat adalah bersuci, pembukanya takbir dan penutupnya (yaitu      sholat) adalah mengucapkan salam.”
(Hadits dikeluarkan dan disahkan oleh Al Imam Al-Hakim dan Adz-Dzahabi)

Caranya
Dengan menolehkan wajah ke kanan seraya mengucapkan do’a salam kemudian ke    kiri. 

Dari ‘Amir bin Sa’ad, dari bapaknya berkata:     Saya  melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi salam ke sebelah  kanan      dan sebelah kirinya hingga terlihat putih pipinya.
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Muslim dan An-Nasa-i serta ibnu Majah) Dari ‘Alqomah bin Wa-il, dari bapaknya, ia berkata:     Aku sholat  bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau membaca       salam ke sebelah kanan (menoleh ke kanan): “As Salamu’alaikum Wa  Rahmatullahi      Wa Barakatuh.” Dan kesebelah kiri: “As Salamu’alaikum  Wa Rahmatullahi.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)

Macam-macam Bacaan Salam
Kadang-kadang beliau membaca: 

As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh— As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi      Wa Barakatuh

atau 

As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh— As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)

atau 

As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi— As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi (Hadits      dikeluarkan oleh Al Imam Muslim)

atau 

As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi— As Salamu’alaikum
(Hadits dikeluarkan      oleh Al Imam Ahmad dan An-Nasa-i)

atau 

As Salamu’alaikum dengan sedikit menoleh ke kanan tanpa menoleh ke kiri
(Hadits      dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani)

Gerak yang dilarang
Sering terlihat orang yang mengucapkan salam ketika menoleh ke-kanan  dibarengai    dengan gerakan telapak tangan dibuka kemudian ketika  menoleh ke kiri tangan    kirinya di buka. Gerakan tangan ini dilarang  oleh shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

“Mengapa kamu menggerakkan tangan kamu seperti gerakan  ekor kuda yang      lari terbirit-birit dikejar binatang buas? Bila  seseorang diantara kamu mengucapkan      salam, hendaklah ia berpaling  kepada temannya dan tidak perlu menggerakkan      tangannya.” [Ketika  mereka sholat lagi bersama Rasullullah, mereka tidak      melakukannya  lagi]. (Pada riwayat lain disebutkan: “Seseorang diantara      kamu  cukup meletakkan tangannya di atas pahanya, kemudian ia mengucapkan  salam      dengan berpaling kepada saudaranya yang di sebelah kanan dan  saudaranya di      sebelah kiri).
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim, Abu ‘Awanah, Ibnu Khuzaimah      dan At-Thabrani).

Diantara gerakkan bid’ah yang dilakukan saat salam adalah gerakkan  yang dilakukan oleh orang syi’ah dengan menepukkan kedua tangannya di  atas paha tiga kali, sebagai pengganti salam dengan menoleh ke kanan dan  ke kiri. Hal seperti ini dilakukan oleh syi’ah Iran dan sekitarnya.  Maksud dari gerakan itu adalah melaknat malaikat Jibril karena mereka  mengatakan Jibril telah salah menyampaikan wahyu. 

Coin Marketplace

STEEM 0.26
TRX 0.11
JST 0.033
BTC 62796.11
ETH 3045.55
USDT 1.00
SBD 3.85