Got Lost in Pulau Bunta

in #nature7 years ago (edited)

Ini bukan yang pertama kali saya berkunjung ke Pulau Bunta, Aceh Besar. Perjalanan bersama lima orang teman saya ini adalah yang keduakalinya. Mereka adalah Asep, Igun, Ade, Anggi, dan adik sepupuku: Deni. Yang pertama kalinya saya bepergian dengan Ilham, Kak Zatin, Bang Rahmat dan adiknya, dan Kak Dona. Tujuan kedua perjalanan ini memang sama, tapi pengalamannya yang aku dapatkan sangat jauh berbeda kesannya.

Kami mendirikan empat buah tenda di bawah pohon Keutapang yang tak begitu tinggi di pinggir sebuah pantai. Dari pantai ini kami dapat menyaksikan pulau-pulau lain di seberang birunya air laut yang bergelombang. Ombak-ombak kecil memecah ke pasir putih dan merayap beberapa meter ke bibir pantai.

Pada siang hari, ketika laut surut, terumbu-terumbu karang perlahan-lahan mencuat ke permukaan air dan terjemur di bawah terik matahari. Sebelum air laut surut, kami nekat memasang alat snorkeling dan menceburkan diri ke dalam laut yang tak kami sangka ternyata berarus deras. Saya masih terus nekat berenang di atas terumbu-terumbu karang yang saat itu jaraknya masih sekitar 1 meter di bawah permukaan air. Ketika arus mulai mengombang-ambingkan saya tak keruan, saat itulah saya segera menepi dengan susah payah.

Source

Selewati tengah hari, saya dan teman-teman bertemu dengan seorang kameramen salah satu stasiun teve swasta yang bertugas di Banda Aceh. Kami mengajaknya ikut kami berjalan mengelilingi pulau, menuju Mercusuar Ujong Eumpe di ujung pulau. Saya pikir, semua akan berjalan sama seperti saat pertama kali saya ke sini. Ternyata Pulau Bunta sudah menyiapkan skenario lain untuk kami.

Matahari bersinar terik. Saya kehausan. Air yang kami bawa mulai menipis. Setelah melewati beberapa pantai yang berbatu-batu, kami menemukan sebuah pohon kelapa setinggi 15 meter. Mengingat tak ada rumah warga dan tebing ini lebih mirip hutan ketimbang kebun, maka saya anggap pohon kelapa ini tak bertuan. Saya segera panjat itu pohon kelapa dan menjatuhkan dua buah kelapa yang muda. Suaranya berdebum ke tanah. Lalu saya merosot kembali ke bawah dan tak mempedulikan lecet-lecet di kulit tangan dan paha.

Foto: Gunawan

Tak ada parang, batu karang pun jadi. Gigi saya tak cukup kuat mengupas sabut kelapa muda itu. Jadi saya menggunakan batu karang runcing dan memukulkannya pada bagian tampuk buah hingga bocor. Air segar mengucur membasahi setiap tenggorokan-tenggorokan yang kering kehausan. Ahh segar!

Kami tiba di ujung pulau saat air pasang. Dasar tebing yang bisa dipanjat dengan berpegangan pada tali tambang sudah sepenuhnya ditenggelamkan air laut yang terus menggempur tebing. Saya berusaha menerobos amukan ombak. Saya memang bisa tiba ke tali tambang, tapi saya mengkhawatirkan keselamatan teman-teman. Kami harus mencari jalan lain.

Saya memeriksa tebing-tebing yang ditumbuhi semak belukar yang lebat. Tak ada jalan setapak yang terlihat. Tapi ada sebuah jalur lain. Yaitu jalur binatang liar. Saya memanjat naik dan menerobos semua semak dan dahan yang merintangi. Teman-teman yang lain mengikuti di belakang. Semakin ke atas, tetumbuhan semakin tebal. Tak terlihat lagi jejak-jejak binatang liar. Saya mulai kalut ketika hari sudah mulai sore dan kami masih tersesat di tengah hutan!

Teman kameramen kami dengan susah payah mengangkat kameranya tinggi-tinggi. Ada perasaan bersalah telah mengajaknya. Tapi perasaan itu segera lenyap ketika teman-teman tertawa-tawa ketika menyadari kami tersesat.

Kami tak punya pilihan lain selain terus mencari jalan menuju mercusuar. Kami terus menyisir semak dengan berpatokan pada pinggir tebing. Tebing-tebing ini berujung ke mercusuar dan kami terus berjalan membelah semak. Hingga vegetasi berubah dari semak ke pohon-pohon yang jarang-jarang. Lalu tampaklah bangunan yang kami tuju. Hhhh... lega sekali!

Di suatu titik di bawah sana tempat kami tersasar setelah mendaki tebing bersemak belukar.

Kami semua naik ke puncak mercusuar. Tak mau rugi sudah tersesat separah itu tapi tak naik. Angin yang bertiup kencang di puncak seolah meniup semua lelah dan gusar selama tersesat tadi. Saya berbaring di lantai baja itu dan merasakan ayunan perlahan mercusuar yang ditiup kencang oleh angin laut. Saya nikmati ayunan di tengah tiupan angin di sore yang indah itu. Rasanya saya tak mau turun dari sana.

hananan.com.jpg

Tapi saya bergegas bangun dan ikut turun bersama dengan yang lain. Jelas kami akan kemalaman di tengah jalan pulang nanti. Tapi setidaknya jika pulang sekarang, tiba di tenda tak terlalu larut malam. Jadilah kami melewati magrib dalam perjalanan pulang, melalui jalan setapak di pinggir tebing dengan penerangan seadanya.

Saya tak dapat menerka apa yang dipikirkan oleh teman-teman saya selama perjalanan pulang dalam kegelapan pada malam itu. Pikiran saya berkecamuk antara perasaan bersalah dan asumsi bahwa kami tidak akan tersesat lagi dan kedua teman perempuan kami aman berada di tengah-tengah kami. Saya kembali menarik lepas lega ketika rumah-rumah warga mulai terlihat.

DSC01275.JPG

Setiba di tenda, saya menghamparkan parasut di atas pasir dan berbaring berselimutkan kain sarung. Memandangi butiran bintang dalam cincin Bimasakti, berharap sebuah meteor tertarik gravitasi bumi yang lalu terbakar dan membentuk ekor terang. Namun lelah yang mendera membuat kantuk datang lebih awal. Udara laut yang sejuk membuat saya pulas di bawah atap langit.

It's not about the destination, it's about the journey.

Sort:  

Feature yg sangat menarik. Jadi ingin ke sana...

Semoga tercapai keinginannya ya, Pak. Amin.

Wow. Amazing ^^

Pemandangan yang sagat indah patut untuk dilestarikan ... @citrarahman

Benar sekali. Harus dilestarikan dan perjuangkan keberlangsungannya.

Omak...mantap li....

Kalau mau kupas kelapa pakai gigi harus belajar top daboh dilee...hahahaha

Salam hangat

Hahaha.. Dulu waktu kecil ga perlu belajar tob daboh, bang. Langsung gigit, 15 menit selesai. :D

Berarti lebih sakti waktu masih kecil, ya....hahahaha

Eksotis sekali landscape pantai nya. Jadi pengen explore pantai aceh :)

Ayo eksplor Aceh, Bang. Temukan warna senja yang berbeda di Aceh. :D

jeh na si gun disinan, bereh li

Waktu itu masih lajang, Bang. Haha..

pulau bunta peu gugusan pulo aceh chit rakan ?

Beutoi, Bang. Tapi secara administrasi tamoeng lam kawasan Peukan Bada.

Ini benar-benar keren, ternyata pulau Bunta juga memiliki pemandangan yang eksotis. Sebelumnya hanya mendengarkan namanya. Semoga informasi dan gambar itu menjadi sarana memperkenalkan Bunta kepada orang yang belum pernah ke sana.

Jadi kapan ada rencana ke Bunta, Bang? :D

Tidak jadi ke Bandung tgl 16 ya cit?

Nggak jadi, Kak. No budget dan nggak dapat cuti. :(

Next trip kami kesana lagi ...jkt .mg ktmu ya dek...byk cerita seru wkt kami dsana ...klo ada waktu kunjungi rumah ( blog) kk ya

Coin Marketplace

STEEM 0.18
TRX 0.16
JST 0.030
BTC 68331.57
ETH 2650.11
USDT 1.00
SBD 2.69