Haid Pertama
Pagi seperti biasa.
Memulai rangkaian kegiatan pra pembelajaran di kelas dengan sholat dhuha, membaca dzikir dan hadist-hadist pilihan.
Namun, rupanya pagi ini bukan pagi yang biasa untuk seorang gadis di kelasku.
Pagi ini, dia datang mencolekku sambil tersipu.
Aku memasang wajah siap mendengarkan sesuatu yang tidak biasa.
Benar aja.
Dengan malu-malu dia laporan, kalau saat ini tamu bulanannya baru saja berkunjung untuk yang pertama kalinya ...
"Masyaa Allah ... Barakallah ya neng. Udah baligh sekarang." Jawabku dengan senyum merekah.
Si Eneng ini, gadis pertama yang dapat haid dari 12 gadis lainnya.
Baginya ini pengalaman yang mendebarkan.
Dia bercerita panjang kali lebar bagaimana cara 'tamu'nya berkunjung hingga perasaannya yang takut dan malu. Di penghujung cerita, si Eneng titip pesan,"Ibu, jangan cerita-cerita ya kalau saya udah haid. Saya malu buu..."
Ku jawab dengan senyuman dan sedikit wejangan,"Haid itu fitrah wanita. Semua temanmu cepat atau lambat akan mengalaminya. Jadi tidak perlu malu atau di tutup-tutupi."
"Tapi saya malu bu karena lebih dulu dari yang lain. Saya kan baru kelas 5 buu ..." Jawabnya tetep ngeyel dengan malunya.
"Ibu juga dulu lebih cepat dari kawan-kawan ibu. Tapi sekarang ini memang kondisi jaman sudah berubah neng. Banyak anak-anak gadis kelas 4-5 sudah haid. Bahkan ada yang kelas 3. Itu semua karena pengaruh hormon. Sedangkan hormon dipengaruhi oleh makanan." Jelasku menenangkan malunya.
Lalu si Eneng berlalu kembali ke tempat duduknya.
Tak lama berselang, ke 12 orang kawannya plus beberapa guru sudah tau kalau si Eneng lagi haid. Rupanya si Eneng sudah tak dihinggapi malu lagi.
Menjelang siang ...
"Neng, sudah ganti pembalut?"Tanyaku.
"Belum bu. Ga banyak kok keluarnya bu."Jawabnya dengan enteng.
"Astaghfirullah ... walaupun darah yang keluar hanya sedikit, tapi tetap harus di ganti Neng. Per 4 jam sekali gantinya. Tidak boleh berlama-lama menggunakan pembalut yang sama, karena pembalut itu di lapisi bahan-bahan kimia. Bahan kimia itu berbahaya jika masuk ke dalam organ reproduksimu. Bla ... bla ... blaa ..." Jelasku. Anaknya melongo aja.
"Tapi saya ga bawa pembalut lagi bu ..." 😅
"Ya udah. Kamu ke UKS. Minta pembalut sama petugasnya." Instruksiku.
Ga lama, si Eneng datang sambil nenteng-nenteng pembalutnya lalu bertanya,"Ibu ... ini bagaimana cara gantinya? Nanti pembalut bekasnya dibungkus atau langsung di buang? Gimana cara bungkusnya bu?"
Hmmm ... Sepertinya butuh pelatihan singkat bagaimana menghadapi haid pertama nih untuk para gadis yang lain. 😅
Kisah haid pertamanya si Eneng ini membuatku teringat dengan kisah haid pertamaku puluhan tahun silam (ketauan udah tuanya ya 😆)
Kala itu, haid di usia 11-12 tahun masih terbilang terlalu dini. Tapi apa mau dikata. Datangnya ‘tamu spesial’ ini tak bisa di stel sesuai kehendak kita. Tak di undang tak di jemput, tiba-tiba saja dia datang ketika kepala sedang meriang mengerjakan soal matematika kelas 6 SD.
Dia datang tak sendiri, membawa rasa sakit di perut, pegal di pinggang, pinggul, dan seluruh penjuru kaki. Bertahun kemudian, bentuk rasa pegal, nyeri dan sakitnya berubah-berubah dan berpindah-pindah. Terakhir, posisi nyerinya sudah sampai di pyudra.
Menerima haid sebagai fitrah wanita pun perlahan menjadi jalan untuk mengenali diri sendiri. Ketika tetiba perasaan menjadi lebih sensitif, lebih cepat naik pitam, disertai rasa berat di pundak, jerawat tumbuh 1 di sudut-sudut wajah, dan keinginan untuk mengecap yang pedes manis gurih seger, naahh tandanya tamu bulanan akan segera bertandang.
Belum lagi perkara pembalut. Teringat tampon pertamaku berupa kain dari bahan handuk yang di lipat-lipat dan dapat di re-use setelah di cuci bersih menggunakan sabun mandi batangan. Pembalut siap pakai yang beredar pun belum banyak merknya. Memakai Sftx dan Lurer sudah paling kekinian saat itu. Sedang pembalut herbal juga belum muncul di pasaran.
Ada satu hal yang berkesan buatku saat itu, yakni seremonial menyambut haid pertama. Selain tutorial penggunaan dan perawatan tamponnya, mamah membuatkanku bubur merah putih yang di bagikan ke tetangga terdekat. Sebagai ucapan syukur, gadisnya sudah baligh.
Di antara semuanya, yang satu ini cukup mendebarkan. Mamah memberikan warisan berupa selembar kertas. Sisi kiri tertulis tanggal, sisi atas bulan sedang sisi kanan tertulis 'prediksi' apa yang akan dialami.
Misal : haid bulan februari, tanggal 10. Maka jari tinggal menelusuri dari atas cari bulan februari, cari tanggalnya, lalu telusuri ke kanan, apa yang tertulis di situ maka di percaya itu lah yang terjadi.
Macam ramalan perbintangan. Ini tanggalan primbon haidnya mamah. Entah di dapatkan dari mana. Mungkin juga sudah turun temurun. Namun aku sudah menghilangkan tanggalan primbon itu berbelas tahun lalu.
Kini aktivitas mencatat tanggal haid ini tetap menjadi rutinitas setiap bulannya. Hanya saja tidak lagi di kaitkan dengan primbon horoskop, namun untuk mengetahui masa subur, menghitung HPL saat sedang hamil, dan mengagendakan kegiatan renang agar tidak bentrok dengan jadwal haid. Media catatnya pun tidak lagi menggunakan kertas. Tinggal donlot app women log. Beres.
Kembali ke si Eneng dan haid pertamanya. Aku teringat gadis kecilku di rumah. Mungkin kelak 5-6 tahun lagi, atau mungkin lebih cepat, aku harus mempersiapkan gadisku menyambut haid pertamanya. Mungkin sedikit seremonial perlu di lakukan untuk memberikan kesan sakral dan tak terlupakan, namun primbon tak perlu lagi di wariskan.
Warisan berupa ilmu syar’iah mengenai kewajiban-kewajiban saat sudah baligh, khazanah kesehatan seputar haid dan kewanitaan serta metode pencatatan di app women log mungkin lebih di utamakan untuk di ajarkan.
Selebihnya, selaksa do’a untukmu gadisku ... semoga tetap menjadi bunga yang indah dan terjaga.
Your post is valuable
I post news etc much often on my blog Please don't forget to visit my profile and follow me to support my work. ThankYou
Thank you ..
Tak kuat membacanya :D
Panjang lebar dan semoga saja bermanfaat, lain kali saya baca ya @mbaicha
Hahahaa ... andai dibaca sampai habis, tentunya akan ada nilai edukasinya. Makasih deh udah mampir @bangmimi.