Haha, emang bahasa daerah kita ini unik ya. Seharusnya rombongan Pak Gubernur pelajari dulu budaya setempat saat melakukan kunjungan biar nggak mikir aneh-aneh. Begitu juga pihak panitia harus menjelaskan kepada tamunya apa sebenarnya 'memek' ini.
Haha, emang bahasa daerah kita ini unik ya. Seharusnya rombongan Pak Gubernur pelajari dulu budaya setempat saat melakukan kunjungan biar nggak mikir aneh-aneh. Begitu juga pihak panitia harus menjelaskan kepada tamunya apa sebenarnya 'memek' ini.
Apalagi di Aceh, memilki bahasa yang banyak. Antara satu bahasa dengan bahasa yang lain saling bertentangan meskipun kosa kata dan lafazdnya sama namun maknanya berbeda. Saya punya teman asal pulau jawa, dan isterinya orang Gayo. Mereka punya banyak anak, setelah diselidiki, itu gara-gara bahasa, akibat kosa kata “nggeh”. Dalam bahasa Gayo berarti “”tidak””, sedangkan dalam bahasa jawa beramakna “Ya”. Bahkan semakin runyam lagi soal beda dialek. Orang Aceh yang berbahasa ibu bahasa Aceh menyebut panggilan “si Ris” dengan “siRi”. Orang Aceh senang praktis dengan meringkas nama itu.
“mana siRi?” yang dijawab “sudah pergi ke blang (sawah)”. “Apa?” timpal sipenanya. “apa-apa(paman)” juga pergi.
Tadinya saya kira hanya dalam bahasa kampung mamak saya saja kata "memek" artinya kurang....senonoh. Tapi rupanya di bagian lain nusantara, kata ini juga menunjuk pada yang "kurang senonoh" itu ya?😃