Diterbangkan Angin

Selamat pagi, Pagi.

Kau tahu apa yang paling kusukai selain menghabiskan banyak waktu denganmu? Adalah menyambut hari dengan siraman cahaya berlimpah dari sepasang penglihatanmu. Terimakasih sudah mengirimkan berkas-berkas sinar itu untukku.

Itu adalah ritual paling mengasyikkan dan paling kutunggu-tunggu. Menyaksikan kedua matamu terbuka, persis seperti munculnya matahari yang semalaman dikulum gelap. Menyaksikan segaris senyum mengembang di bibirmu yang hangat, merasakan denyut jantungmu berdetak melalui kulitku, merasakan nafasmu hinggap di wajahku.

Aku ingat perbincangan kita semalam, sebelum kau pamit untuk mengatupkan matamu. Perbincangan yang tidak panjang, tapi juga tidak terlalu pendek. Hm, rindu masih menjadi trending topik di puncak tangga perbincangan kita ya, Pagi? Mengapa kita tak pernah bosan membincangkannya, hm, tepatnya aku yang tak pernah bosan mengadukan rindu-rinduku kepadamu. Dan kamu selalu mendengarnya dengan penuh pengertian.

Itulah, itulah yang kusuka darimu, Pagi. Kau yang apa adanya. Kau yang tak pernah bosan mendengar cerita-ceritaku, yang selalu mendengar rajukan dan rengekanku dengan tatapan menggelikan. Kau yang...kadang-kadang malah tidak begitu peka. Oh, Pagi, haruskah aku menangis lagi hanya agar kau tahu apa yang menderu-deru di dalam sana?

Mengingat itu selalu membuatku geli. Aduh, mengapa di depanmu aku kerap bertingkah seperti bocah ha ha ha. Tapi aku suka, aku suka ketika tangan indahmu itu hinggap di kepalaku. Rasanya seketika aku menjadi kapas yang melayang-layang di udara. Diterbangkan angin. Angin asmara.

Selamat pagi, Pagi.

Hari ini sebelum matahari pukul sepuluh aku ingin kau menemukan ini di sini. Kau suka kejutan, kan? Kau suka aku menuliskan tentangmu, kan? Sama, aku juga suka, suka ketika kau bertanya: adakah rindu yang bisa kubaca hari ini?[]