Wonderful ! Building Home for Poor People of Alphabet and Photos | Ajaib ! Membangun Rumah Untuk Dhuafa Dari Abjad dan Foto

Halo steemians

I want to share a story about Edi Fadil, an Achenese young man who I admire, because in the last two years he had build 40 free homes for the poor people in Aceh, a province the western tip of Indonesia.

foto : 2.bp

A few centuries ago Acheh was a former Islamic kingdom of south east Asia's largest but is now listed as the second poorest provinces in Sumatra, nationally including the seven poorest provinces out of 34 Provinces in Indonesia.

The Central Statistics Agency of Indonesia year 2015 release Serambi Indonesia recorded of the poor in this area as much as 859.0000 or about 17,11 percent of the total population in the Aceh province and 9,93 percent of them in the unemployment status, dropped out of school and occupies uninhabitable home.

This condition considered not reasonable because every year the Acheh received special autonomy fund from the central government which is worth up to trillion of rupiah.

According to the tempo.co since 2008 to 2015 the funds received by the Acheh government reached 41,49. trillion rupiah.

As a result the Acheh government reaping sharp criticism from various directions or social media become a place to shed anger spilled the people who are not satisfied, every day facebook wall full of scorn and insults.

Edi Fadil did not take part in scorn of it, he's just quiet and not a lot of comments like there's no taste.

Edi Fadil taught me, how to express anger positively

Instead of blaspheming he prefer to descend to the remote villages to visit homes that are unfit for human beings and then take their photographs to combine them with words that touch the human side to invite sympathy and then do a post on social media.

The result !
Are 40 the hut of misery transformed into a small palace of the poor.

Left image, before. Right image, after
Its Sani's Family Home

Steemians,

Actually this story is a continuation of my previous post about the miracle of the alphabet and the photos where Sara Yulis managed to get a wheelchair for Handiah who paralyzed and living alone, then Sara's posting on www.pelita8.com became a medium of exchange for a chair that invited the empathy of a philanthropist.

Edi Fadil is even more powerful,
When many people on social media criticized the dilapidation of education in Aceh, he chose silence, when the government bombarded with abuse because unable to solve the of unhabitable home that many scattered in choice silence and more like doing real action to reduce the problem.

Now, He work as a Civil servants (PNS) in the Aceh provincial government, but much earlier I have become more familiar with himself as a director Sepakat assosiation, a local Non Goverment Organization (NGO) that is active in mentoring, community empowerment and the development of democracy.

We actively communicate when the Sepakat Assosiation NGO to run the School Democracy programme and Talk Show Radio part of the lesson that must be followed by students, at that time I still myself as a presenter in RRI ( Radio Republik Indonesia)

This Program started when Edi visit Sani
in Lhok Gajah Kecamatan Sawang, North Aceh, one of the Scholarship recipients GMB Let's the School that funded the Foundation of Alam Aksara, belonged to an Indonesian living in Japan.
Edi be a volunteers in this program, he was concerned with the condition of the house Sani, certainly he will not be able to learn comfortably with the wall of the house from the trunk of sago palm which started already tenuous.

The poor houses goverment programs and parliamentarian aspirations have not reached this family, but we don't need to blame the government I would like to invite all of us to help this family, let us blame ourselves because in front of our eyes there are still our brothers whose are not worth it, like Edi Fadil wrote on the his wall facebook, on june 6, 2015

In Europe and America there is a program challenge "Ice Bucket Challenge" a person challenged to in flush with the ice super cold and then donate to Sklerosis Lateral Amiotrofik patients.

In Indonesia there is "I like Dangdut Challege" someone asked swaying 2-3 minutes and then donate to the improvement of the school.
Two programs inspired Edi Fadil to challenge the netizen in the world of virtual accounts for Rp. 100.000 for anyone who like or comment on a status about the Sani's family.

Unexpected him, challenges got positive response from netizens, two months later, the Sani's hut of misery turned into small pallace.

Not just stop there, He is more eager to explore Aceh hinterland, taking picture of poor homes that do not deserve to be called dwelling. Volunteers who help also increase both Sonora and field teams.

The Program is now named "Cet Langet Rumoh" a term in the Acheh languange abbreviated CLR. In English the meaning " Cet Langet is" Sky Paint.

in Achenese, "Cet Langet" itu has connotation meaning like " Impossible fantasy" because it is lmpossible to paint the sky.

But Edi proves something impossible to acheive if done with serious and sincere.

He always publish the the house building and the donation progressn on his wall facebook.
Until 2017, 40 homes for the poor have been built and more 130 school dropouts can resume their education.

Photos source by : Edi Fadil

May be useful
Regards Indonesian Steemit
@zulsyarif

---

Halo sahabat Steemit,

Saya ingin berbagi cerita tentang Edi Fadil, seorang pemuda Aceh yang saya kagumi karena dalam dua tahun terakhir ia telah membangun 40 rumah gratis untuk kaum dhuafa di Aceh, salah satu propinsi ujung barat Indonesia.

Beberapa abad yang lalu Aceh adalah bekas kerajaan Islam terbesar di Asia Tenggara namun sekarang tercatat sebagai propinsi termiskin ke dua di Sumatera, secara nasional termasuk tujuh propinsi termiskin dari 34 Propinsi yang ada di Indonesia.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 yang di rilis Serambi Indonesiamencatat, penduduk miskin dikawasan ini sebanyak 859 ribu jiwa atau sekitar 17,11 persen dari total penduduk di propinsi Aceh dan 9,93 persen di antaranya berstatus pengangguran. Mereka putus sekolah dan menempati rumah tak layak huni dengan kondisi yang memprihatinkan.

Kondisi ini di anggap tak wajar karena setiap tahun Aceh menerima dana otonomi khusus dari pemerintah pusat yang nilainya mencapai trilyunan rupiah.

Menurut tempo.co sejak 2008 hingga 2015 dana yang di terima oleh pemerintah Aceh mencapai 41,49. trilyun rupiah.

Akibatnya pemerintah Aceh menuai kritikan tajam dari berbagai arah, media sosial menjadi tempat tumpah ruah kemarahan rakyat yang tidak puas, setiap hari dinding facebook penuh caci maki dan hujatan,

Edi Fadil tidak mengambil bagian dalam caci maki itu, dia hanya diam dan tak banyak komentar seakan tak ada rasa.

Dari Edi Fadil saya belajar bagaimana mengungkapkan kemarahan secara positif.

Dari pada menghujat Edi memilih turun ke pelosok desa mengunjungi rumah-rumah yang tak layak di huni manusia lalu mengambil fotonya, memadukannya dengan kata-kata yang menyentuh sisi kemanusiaan untuk mengundang simpati lalu melakukan posting di media sosial.

Hasilnya !
40 gubuk derita berubah menjadi istana mungil kaum dhuafa.

Sahabat steemit,
Sebenarnya cerita ini kelanjutan dari postingan saya sebelumnya tentang keajaiban abjad dan foto di mana Sara Yulis berhasil mendapatkan kursi roda untuk Handiah yang lumpuh dan tinggal seorang diri, postingan Sara di pelita8.com menjadi alat tukar sebuah kursi yang mengundang empati seorang dermawan.

Edi Fadil lebih dahsyat lagi,
Saat banyak orang di media sosial mengkritik buruknya pendidikan di Aceh, dia memilih diam, saat pemerintah di hujani caci maki karena tak mampu menyelesaikan masalah rumah tak layak huni yang banyak bertebaran, Edi juga memilih diam dan lebih senang melakukan aksi nyata untuk mereduksi masalah tersebut.

Sekarang Edi bekerja sebagai pegawai Negeri Sipil (PNS) di pemerintahan provinsi Aceh, tapi jauh sebelumnya saya lebih mengenal Edi Fadil sebagai direktur Sepakat, sebuah NGO lokal yang aktif melakukan pendampingan, pemberdayaan masyarakat dan pengembangan demokrasi.

Kami aktif berkomunikasi saat LSM sepakat menjalankan program Sekolah Demokrasi, Talk Show Radio bagian materi yang wajib diikuti siswa, kala itu saya masih di RRI sebagai presenter.

Program ini berawal ketika Edi mengunjungi Sani
di Lhok Gajah Kecamatan Sawang Aceh Utara, salah seorang penerima Beasiswa GMB Mari Sekolah yang didanai Yayasan Alam Aksara, milik seorang Indonesia yang bermukim di Jepang. Edi
Menjadi relewan dalam program ini, ia prihatin dengan kondisi rumah Sani, tentu ia tidak akan bisa belajar dengan nyaman dengan dinding rumah dari batang rumbia yang sudah mulai renggang.

Program rumah dhuafa dan aspirasi dewan belum menjangkau keluarga ini, namun kita tidak perlu menyalahkan pemerintah saya ingin mengajak kita semua untuk membantu keluarga ini, mari kita menyalahkan diri kita masing-masing karena di depan mata kita masih ada saudara kita yang kondisi seperti ini, ungkap Edi Fadil di dinding facebooknya, (6/6/2015)

Di Eropa dan Amerika ada program tantangan "Ice Bucket Challenge" seseorang ditantang untuk di guyur dengan es super dingin dan selanjutnya menyumbang untuk penderita Sklerosis Lateral Amiotrofik.
Di Indonesia ada " I like Dangdut Challege" seseorang diminta bergoyang 2-3 menit lalu menyumbang untuk perbaikan sekolah.

Dua program menginspirasi Edi Fadil untuk menantang facebooker di jagat maya menyumbang Rp. 100.000 bagi siapapun yang like atau mengomentari statusnya tentang keluarga Sani.

Tak disangka tantangan Edi tersebut di respon positif para netizen hingga dua bulan kemudian, gubuk

Tak berhenti hingga disini, Edi semakin bersemangat menjelajah pedalaman Aceh memotret rumah-dhuafa yang tak layak disebut hunian, relawan yang membantu juga semakin bertambah baik donator maupun tim lapangan.
Program ini sekarang di beri label "Cet Langet Rumoh" atau CLR.

Dalam bahasa Aceh , " Cet Langet" memiliki makna konotasi semacam hayalan, atau sesuatu yang tidak mungkin dilakukan. Dalam bahasa Indonesia bisa di artikan mengecat langit, mana mungkin langit di cat.
Namun Edi seakan ingin membuktikan bahwa sesuatu yang tidak mungkin pun akan tercapai jika dilakukan dengan sungguh-sungguh dan ikhlas.

Edi selalu mempublikasi perkembangan pembangunan rumah dan sumbangan para donatur di dinding facebooknya. Hingga 2017 sudah 40 dhuafa yang di bangun dan lebih 130 anak putus sekolah bisa melanjutkan pendidikannya.

Sumber foto : Edi Fadil

Semoga bermanfaat
Salam steemit Indonesia
@zulsyarif