Pasar Virtual, Judul Lain Sedang Saya Pikirkan

Kemarin, di laman market, saat mengkonversi Steem dengan 20.274 SBD, saya mengantongi 20.272 Steem. Sembilan belas jam kemudian, harga kedua peng virtual tersebut merangkak naik, harga SBD sedikit lebih terang dari Steem. Jika saja saya bisa bersabar selama sembilan belas jam itu, dengan 20.274 SBD saya akan dapat 24.968 Steem. Memang selisih sedikit, tapi tetap menusuk. Perih. Namun, yang namanya peng virtual begitulah adanya, sulit betul diprediksi.

Yang ingin saya katakan sebenarnya adalah kejadian kesialan itu pernah juga menimpa saya beberapa bulan yang lewat. Waktu itu, sebuah malam di Bivak Emperom, saya juga mengkonversi SBD menjadi Steem. Nilai tukar Steem hampir sama dengan harga SBD. Apesnya, besok hari harga pasar menunjuk SBD sedang memanjat lebih tinggi dari Steem. Entah kebetulan atau tidak. Yang jelas setiap selesai bertransaksi, tak lama kemudian saya tetap dilanda sesal. Anjrit.

Harga pada 3 April 2018 pukul 20.15 WIB

Jika saja saya telaten melirik harga pasar dan menambah kadar kesabaran diri serta keberuntungan. Setidaknya, steem yang saya kantongi akan membuat semangat saya lebih lebar ketika saya dongkrak Steem menjadi Steem Power di dompet. Yang tentu saja semakin banyak Steem maka semakin buncit pula nilai SP. Lagipula, saya sudah memutuskan setiap reward yang saya dapat nantinya, tidak akan saya rupiahkan—dan memang belum sekalipun—dalam bentuk apapun. Semuanya akan saya cicil ke kantong ke SP saya sendiri.

Hal itu terpikirkan setelah saya merenung dalam jiwa-jiwa yang paling dalam bin kelam—meuka kupeugah aju, pu hom—selama beberapa hari di rangkang bineh blang. Intinya, siapa tahu ke depannya, jika nilai SP saya lumayan berisi, entah kapan itu, wallahu'alam. Boleh jadi nilai kurasi saya akan lebih aduhai, kendati dikit betul. Karena menimbun SP, jerihnya seperti mengisi air kulah meunasah dengan tangan kosong, han meujan punoh, kiraju. Nyang paih keun na ureung delegasi Sanyo.

Bagaimanapun itu, mudah-mudahan niat saya itu tidak belok arah. Karena ketika berpikir hendak membantu orang lain, maka harus menyetel mantap diri dahulu. Nyinyir dan berperasangka buruk kepada orang lain, juga tak membuat kita lebih baik juga. Yang penting berkarya di jalan yang lurus, ngebut juga tidak apa-apa, belok jika ada tikungan, apalagi saat sedang razia. Nyanban.