I Hate English, But ... (English-Indonesia)

in #life7 years ago

Caution: I wrote this story in Indonesian and I translated it into English through Google



I have never liked English before. Perhaps because the ancient doctrine that says that English is the language of the infidels, I fail to learn English when I was a red and white uniform. Or maybe because there was some kind of joke that says that English is the language of fraudsters. Let's look at the letter I (read: ie), but when it reads it becomes Ai. That is, another is written, others are also read. Since then I have not included English as one of my favorite lessons, other than art and Civic Education.

But slowly, the ancient doctrine caught in my mind began to slip away. First I got acquainted with English lessons when I was in blue-white uniform. I started counting numbers and memorizing some forms of tenses. Over the years I studied the theories and English grammar, but I still could not English. People said, learning a foreign language should often talk to native speakers. Where should I look for English people hanging around here? Then I was advised to watch western movies. But unfortunately, western films at that time many are sensors free. In addition, the films have also been translated. Instead of hearing the conversations in the film, I was drifting into the actor's actions.

I was trying to like English. But again failed. I lack confidence to speak in English with my peers. Later I'll be seen as arrogant. A little bit of English, I've been showing off in front of them. That's it! My environment was less supportive at the time.

Finished high school, I continued my studies to college in Banda Aceh. I chose a language major. Not English, but Arabic. I do not know why I chose the department because the word friends, my tendency is not there, but the Indonesian language. But my principle is different. I love the language. I have studied English in theory and at least in a few sentences, I already understand the meaning.

While studying in the Arabic field, I just like English. On several occasions, I began to believe in speaking English. The environment here is very supportive. Fellow students here, in addition to learning Arabic, was also able to learn English. I realize that Arabic is more difficult than English. After years of studying at IAIN Ar-Raniry (UIN Ar-Raniry), my Arabic is worse than English. But thankfully, I can also complete studies in this department.

My teacher said, language is not a science. It is simply a tool or a medium. If you want to master the science, the first mastering the language. I began to realize that English is very important to master. When I first started with Steemit, I started to learn more English. I wrote some fictional stories, then some sentences I translated through Google. Before I posted, I looked back at those sentences. Trying to find the equivalent word in accordance with Indonesian. Some of my posts have no problems. But, when one day, my post get criticism. My story was good, but the use of English sentences is still a lot of mistakes. I started fixing some of those errors.

But is Indonesia's presence in the Steemit platform a threat to me? No! I can target my article to whom the text would be my point. If I target non-English readers, then I write in Indonesian. And when my goal is to be read by English readers, I write in English. If I target both, then I write in those two languages. Like the article you are reading this.



Bahasa Indonesia



Perhatian: Saya menulis kisah ini dalam bahasa Indonesia dan saya terjemahkan ke dalam bahasa Inggris melalui Google



Sejak dulu saya tidak menyukai bahasa Inggris. Mungkin karena doktrin kuno yang mengatakan bahwa bahasa Inggris adalah bahasa orang kafir, saya urung untuk mempelajari bahasa Inggris ketika saya masih berseragam putih merah. Atau mungkin karena ada semacam lelucon yang menyebutkan bahwa bahasa Inggris adalah bahasa penipu. Coba Anda lihat huruf I (baca: ie), tapi ketika dibaca menjadi Ai. Maksudnya, lain ditulis, lain pula dibaca. Sejak saat itulah saya tidak memasukkan bahasa Inggris sebagai salah satu pelajaran favorit saya, selain kesenian dan PMP (Pendidikan Moral Pancasila).

Tapi perlahan-lahan, doktrin kuno yang terperangkap dalam pikiran saya mulai lepas. Pertama sekali saya berkenalan dengan pelajaran bahasa Inggris saat saya berseragam putih biru. Saya mulai berhitung angka-angka dan menghafal beberapa bentuk tenses. Bertahun-tahun saya mempelajari teori-teori dan tata bahasa Inggris, namun saya belum juga bisa bahasa Inggris. Kata orang-orang, belajar bahasa asing harus sering berbicara dengan native speaker. Ke mana saya harus mencari orang-orang Inggris yang berkeliaran di sini? Lalu saya disarankan untuk menonton film-film barat. Tapi celakanya, film-film barat pada saat itu banyak yang bebas sensor. Selain itu, film-film tersebut juga sudah ada terjemahannya. Bukannya mendengar percakapan dalam film itu, saya malah hanyut dalam aksi-aksi sang aktor.

Saya berusaha untuk menyenangi bahasa Inggris. Tapi lagi-lagi gagal. Saya kurang percaya diri untuk berbicara dalam bahasa Inggris dengan teman-teman sebaya. Nanti saya akan dikira sombong. Sedikit bisa bahasa Inggris, saya sudah pamer di depan mereka. Begitulah! Lingkungan saya kurang mendukung pada saat itu.

Selesai SMA, saya melanjutkan studi ke perguruan tinggi di Banda Aceh. Saya memilih jurusan bahasa. Tapi bukan bahasa Inggris, melainkan bahasa Arab. Entah kenapa saya memilih jurusan itu karena kata kawan-kawan, kecenderungan saya bukan di sana, melainkan bahasa Indonesia. Tapi prinsip saya berbeda. Saya menyukai bahasa. Bahasa Inggris sudah saya pelajari secara teori dan setidaknya dalam beberapa kalimat, saya sudah memahami artinya.

Ketika menempuh studi di bidang bahasa Arab, di sini saya malah menyenangi bahasa Inggris. Dalam beberapa kesempatan, saya mulai percaya diri untuk berbicara dalam bahasa Inggris. Lingkungan di sini sangat mendukung. Rekan-rekan mahasiswa di sini, selain belajar bahasa Arab, ternyata mampu juga belajar bahasa Inggris. Saya menyadari, bahasa Arab ternyata lebih sulit dari pada bahasa Inggris. Setelah bertahun-tahun kuliah di IAIN Ar-Raniry (UIN Ar-Raniry), bahasa Arab saya lebih buruk dari pada bahasa Inggris. Tapi syukurlah, saya bisa menyelesaikan juga studi di jurusan ini.

Guru saya berkata, bahasa bukanlah sebuah ilmu. Ia hanyalah sebuah alat atau media. Jika kamu ingin menguasai ilmu pengetahuan, maka kuasailah dulu bahasa. Saya mulai menyadari bahwa bahasa Inggris sangat penting untuk dikuasai. Ketika awal perkenalan saya dengan Steemit, saya mulai semangat lagi untuk mempelajari bahasa Inggris. Saya menulis beberapa cerita fiksi, kemudian beberapa kalimat saya terjemahkan melalui Google. Sebelum saya posting, saya melihat kembali kalimat-kalimat tersebut. Mencoba mencari padanan kata yang sesuai dengan bahasa Indonesia. Beberapa postingan saya tidak mengalami masalah. Tapi, ketika suatu hari, postingan saya mendapatkan kritikan. Cerita saya sudah bagus, tapi pemakaian kalimat bahasa Inggris masih banyak kesalahan. Saya mulai memperbaiki beberapa kesalahan tersebut.

Tapi apakah kehadiran bahasa Indonesia dalam platform Steemit merupakan sebuah ancaman bagi saya? Tidak! Saya bisa menargetkan tulisan saya kepada siapa tulisan tersebut akan saya arahkan. Jika saya menargetkan kepada pembaca non-English, maka saya menulis dalam bahasa Indonesia. Dan ketika tujuan saya untuk dibaca oleh pembaca English, maka saya menulis dalam bahasa Inggris. Jika saya menargetkan kedua-duanya, maka saya menulis dalam dua bahasa itu. Seperti tulisan yang sedang Anda baca ini.

Sort:  

I like this post, very nice and good. @naz722

Bhs inggreh IAIN terbaik bagi kampus di Aceh.

Lagee kedokteran bak tempat laen. Haha

Ka mantap nyan cekgu. Hana dawa le.

Saya pikir Teuku harus mencoba bahasa spanyol 🤣

Haha. Korea dan China juga.

Sebuah catatan sederhana yang luar biasa. Pengakuan sekaligus kejujuran dari seorang terpelajar. Ternyata English adalah sebuah media mencari rezeki.

Tak tau aku mau nulis apa. Hampir habis minyak ni.

Saya sangat dengan pernyataan bahwa bahasa adalah sebuah alat atau media untuk mempelajari sesuatu. Sama halnya dengan @teukumukhlis, saya pun menyesal tidak fokus mempelajari berbagai bahasa terutama bahasa inggris. Semoga dengan terus berlatih di platform steemit ini, kita bisa belajar untuk menggunakan bahasa yang baik dan benar dan tidak hanya bahasa inggris. :)

Good jobs,

Sangat mencerahkan. Saya juga termasuk pembenci bahasa Inggris, sesuatu yang begitu saya sesali di kemudian hari. Soalnya cukup banyak tulisan bagus ditulis dalam bahasa Inggris dan saya hanya bisa melongo saja. Saya kecewa sekali... belakangan memang tersedia Google translate tapi kadang terjemahannya sangat payah. Saya sepertinya ditakdirkan tidak bisa bahasa Inggris

Nyan keuh. Adak meudeh kajeut tajak u London.

Coin Marketplace

STEEM 0.16
TRX 0.15
JST 0.028
BTC 54483.11
ETH 2297.01
USDT 1.00
SBD 2.28