Marah, lupa dan malu

Akhir pekan lalu, hari dimana seharusnya semua anggota keluarga menikmati hari libur.

Tetapi hari itu sedikit berbeda, kesibukan suami saya, membuat agenda liburan akhirnya batal.

Rasa kesal karena hari libur tak berjalan seperti biasa, membuat suasana rumah tidak nyaman.

Suami saya menyadari hal itu, akhirnya ia mengajak saya dan anak - anak makan diluar. Setelah bersiap secepatnya, kami menuju sebuah rumah makan.

Memesan beberapa jenis makanan dan minuman, kami makan dengan lahapnya. Suasana menjadi cair akhirnya.

Tak lama kemudian, seorang pelayan kami panggil, untuk menghitung tagihan makanan. Kemudian pelayan menyebut nominal angka yang harus kami bayar.

Sejurus kemudian saya dan suami mulai melihat ke dompet masing - masing. Astaghfirullah, rupanya kedua dompet kami kosong.

Suami lupa membawa uang cash setelah membayar gaji karyawan, dan saya lupa baru saja menyetor uang untuk simpanan.

Malangnya kami, tempat makan tersebut hanya bisa dibayar dengan uang cash. Jadilah saya dan anak perempuan kami tinggal di rumah makan tersebut.

Menunggu hampir 20 menit, suami tiba dengan uang untuk membayar tagihan makanan tadi.

Sepanjang jalan pulang, kami menertawakan peristiwa tadi. Kami berdua jadi sama - sama mengerti pentingnya komunikasi yang sehat antar pasangan, karena perpaduan marah dan lupa hanya menghasilkan rasa malu.