Cermin Retak

in #life6 years ago (edited)

Kaca, porselen dan nama baik, adalah sesuatu yang gampang sekali pecah, dan tak akan dapat direkatkan kembali (Benjamin Franklin, ahli fisika Amerika Serikat 1706-1790)

Memaafkan 1 - cermin retak kirahoffmann - pixabay dot com.jpg
sumber foto: pixabay.com | kirahoffmann

Saya kira siapa pun bersetuju dengan Benjamin Franklin. Sesuatu yang sudah pecah tidak mudah untuk disatukan kembali. Lem atau sejenisnya mungkin bisa merekatkan, tapi jejaknya pasti terlihat. Pasti tidak semulus kondisi aslinya sebelum retak. Sama seperti luka di tubuh, setelah luka sembuh bukan berarti jejaknya hilang. Tidak mudah untuk dihilangkan kecuali dengan operasi plastik.

Masalahnya, apakah luka hati bisa dioperasi plastik? Tidak. TIdak mudah untuk menyembuhkan luka hati. Kita mudah memaatkan orang lain karena telah menyakiti hati kita, namun kita tidak mudah untuk melupakannya. Apakah itu disebut dendam? Menurut saya, itu tidak termasuk dendam. Jika kita dendam, tentu kita tidak memaafkannya. Tersebab tidak dendam makanya kita memaafkan.

Persoalan melupakan peristiwa yang terjadi itu lain lagi ceritanya. Antara memaafkan dan melupakan peristiwanya adalah dua hal berbeda. Lewis Benedictus Smedes dalam bukunya Forgive and Forget: Healing The Hurts We Don't Deserve (1984) memberi penjelasan penting. Menurut profesor teologi dan etika dari California, Amerika Serikat ini, melupakan kesalahan yang menyakitkan merupakan cara yang berbahaya karena berarti melarikan diri dari masalah yang dialami.

Memaafkan 1 - cover buku.jpg
sumber foto: google

Menurut dia, ada dua jenis sakit hati yang bisa dilupakan. Pertama sakit hati yang sepele. Kedua, rasa sakit hati yang sangat besar sehingga tidak bisa ditampung oleh ingatan otak manusia. Sebuah luka psikologis akan dirasakan sakit pada saat luka tersebut diungkap kembali. Kata Smedes: "Memberi maaf identik dengan menutup luka tetapi tidak berarti melupakan bahwa luka tersebut pernah ada."

Memaafkan atau tidak, tidak mudah bagi seseorang untuk melupakan luka hatinya. Memberi maaf sendiri sebetulnya bukan untuk melupakan luka hati, tapi demi memberi kesempatan baik kepada kedua belah pihak untuk membuat relasi menjadi kembali baik. (Latifah Tri Wardhati & Faturochman, Psikologi Pemaafan).

Sejumlah penelitian (Darby dan Schlenker,1982; Ohbuchi dkk, 1989), seperti dikutip dalam Psikologi Pemaafan itu, menemukan bahwa meminta maaf sangat efektif dalam mengatasi konflik interpersonal, karena permintaan maaf merupakan sebuah penyataan tanggung jawab tidak bersyarat atas kesalahan dan sebuah komitmen untuk memperbaikinya.

Teori di atas sejalan dengan kata-kata Wahb bin Munabbih, seorang penulis dan ahli sejarah asal Persia (654-728) untuk mengambarkan sikap dan tindakan negatif yang menyakiti orang lain. Ia mengatakan: Akhlak yang buruk itu ibarat tembikar yang pecah. Tidak dapat dilekatkan lagi dan tidak dapat dikembalikan menjadi tanah.

Maka itu, dalam relasi apa pun, entah dalam hubungan kerja maupun relasi personal dan hubungan sosial, sangat penting memperimbangkan banyak hal sebelum "kaca atau persolen" itu pecah. Ada kalanya, seperti kata pepatah, diam itu emas, bahkan permata. Diam untuk tidak bicara kasar, diam untuk tidak melakukan sesuatu yang dapat membuat orang lain terluka, baik fisik maupun perasaannya.

P_20150721_172546.jpg
foto: mustafa ismail

Sebelum berbicara atau melakukan sesuatu yang benada negatif kepada orang lain, cobalah kita sendiri membayangkan menjadi orang lain tersebut -- yang menerima perkataan dan perlakukan negatif dari kita. Dengan begitu kita akan tahu betapa sakitnya luka. Betapa tajamnya kata-kata. Betapa perihnya cerca. Betapa panasnya air mata.

Ini sekedar renungan sore untuk menemani ngopi. Selamat sore, selamat ngopi, tetaplah bersemangat dan riang-gembira.

Jakarta, 25 Januari 2018
MUSTAFA ISMAIL | @musismail
penulis sastra, editor dan pegiat kebudayaan

#kopisore #renungan #renungansore #refleksi #inspirasi #psikologi #kehidupan #maaf

IMG_20160504_213810.jpg
foto: mustafa ismail | ngopi bersama @apilopoly dan sihar ramses simatupang suatu ketika

Sort:  

Kalau sudah retak, beli cermin baru saja Bang @musismail. Hehehehe. Saleum literasi.

Tapi cermin baru itu susah betul kita cari. Adanya yang jual di dekat gedung DPR di Senayan. Tapi selalu habis dibeli wakil rakyat -- mungkin untuk dibagi-bagi ke konstituennya agar terus bercermin. Sementara si wakil rakyat sendiri payah betul bercermin. Hehe

Cermin sudah mengalami perubahan mengikuti perkembangan zaman dan nilai. Dulu cermin memantul ke muka sendiri untuk melihat jerawat dan upil yang menumpuk. Sekarang cermin mengarah ke muka orang lain.

Nah, itulah yang terjadi. Orang lebih suka menyodorkan cermin kepada orang lain ketimbang ke wajahnya sendiri. Sehingga orang lebih peduli wajah orang lain ketimbang wajahnya sendiri. Ini sesungguhnya tragedi. Tragedi yang berbahaya.

Coin Marketplace

STEEM 0.19
TRX 0.13
JST 0.030
BTC 63850.79
ETH 3415.87
USDT 1.00
SBD 2.46