Indonesia's Great Graveyard on the Highway | Kuburan Besar Indonesia di Jalan Raya |

in #life6 years ago



A bus carrying dozens of employees of a company in Jakarta entered the ravine on Jalan Cikidang which killed 21 passengers. When evacuating passengers to the hospital, the ambulance had an accident on the highway. The holiday plan at Pelabuhan Ratu also ended painfully.

Roads in Indonesia have turned into terrible graves that can take the lives of anyone and at any time. The lives that float on the highway are greater than the victims of the war. Based on data on the official website of the Indonesian National Police Traffic Corps, in the first quarter of 2018, the number of dead on the highway was 6,108 people. That is, around 68 lives are floated every day on roads in Indonesia (Kompas Sunday, September 9th, 2018). War alone does not take so many lives.

Is that number accurate? Of course not, because the death toll is actually greater than that and increasingly makes us concerned on the highway. Many events have escaped police observation or are not officially registered. In fact, the number of 6,108 per quarter has become a terrible tragedy. Road accidents such as an epidemic that claimed the lives of human children.

More tragically, most of the victims died were teenagers, 15-19 years. Those young people who are expected to become leaders of the nation in the future become victims in vain on the highway. Family guidance at home, teachers at school, supervision, and education on the highway are constantly being improved to build a safe driving culture. The highway is not a place to show speed, because there is already a circuit for it. This is exactly like the message conveyed by the singer of Indonesia, Hana Pertiwi, in the 1980s:

Awareness of driving that is safe for yourself and others must also be improved. The most common mistake made by highway users is to break through the red light. If that is done, they not only endanger themselves but endanger the safety of others. Different for example by not using a helmet for motorcycle riders.

The results of the study on the Transportation Kecalalan National Committee (NTSC) show that 72 percent of accidents occur due to lack of supervision and improper traffic behavior. So, the human error factor is more dominant.

When will this happen? As far as safe traffic awareness is not maintained together, forever the road becomes a noisy and frightening grave. []






Kuburan Besar Indonesia di Jalan Raya

Sebuah bus yang mengangkut puluhan karyawan sebuah perusahaan di Jakarta masuk jurang di Jalan Raya Cikidang, Jawa Barat, yang menewaskan 21 penumpangnya. Ketika mengevakuasi penumpang ke rumah sakit, mobil ambulans pun mengalami kecelakaan di jalan raya. Rencana liburan di Pelabuhan Ratu pun berakhir pilu.

Jalanan di Indonesia sudah berubah menjadi kuburan mengerikan yang bisa merenggut nyawa siapa saja dan kapan saja. Nyawa-nyawa yang melayang di jalan raya lebih besar dibandingkan dengan korban dalam peperangan. Berdasarkan data pada situs resmi Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia, pada triwulan pertama 2018, jumlah korban meninggal di jalan raya tercatat 6.108 orang. Artinya, sekita 68 nyawa melayang setiap hari di ruas-ruas jalan di Indonesia (Kompas Minggu, 9 September 2018). Perang saja tidak merenggut nyawa sedemikian banyak.

Apakah jumlah itu akurat? Tentu saja tidak, sebab korban meninggal sesungguhnya lebih besar dari itu dan semakin membuat kita prihatin di jalan raya. Banyak kejadian yang luput dari pengamatan kepolisian atau tidak tercatat secara resmi. Padahal, dengan jumlah 6.108 per triwulan sudah menjadi tragedi yang mengerikan. Kecelakaan di jalan raya seperti wabah penyakit yang merenggut nyawa anak manusia.

Lebih tragis lagi, sebagian besar korban meninggal adalah usia remaja, 15 – 19 tahun. Mereka para pemuda yang diharapkan menjadi pemimpin bangsa di masa mendatang, menjadi korban sia-sia di jalan raya. Bimbingan keluarga di rumah, guru di sekolah, pengawasan, dan pendidikan di jalan raya yang terus ditingkatkan untuk membangun budaya berkendara yang aman. Jalan raya bukan tempat untuk unjuk adu kecepatan, sebab sudah tersedia sirkuit untuk itu. Ini persis seperti pesan yang disampaikan penyanyi Hana Pertiwi pada periode 1980-an:

Kesadaran berkendara yang aman bagi diri sendiri dan orang lain juga harus terus ditingkatkan. Kesalahan yang paling sering dilakukan pengguna jalan raya adalah menerobos lampu merah. Kalau itu dilakukan, mereka bukan saja membahayakan diri sendiri, tetapi membahayakan keselamatan orang lain. Beda misalnya dengan tidak menggunakan helm bagi pengendara motor.

Hasil penelitian Komite Nasional Kecalakaan Transportasi (KNKT) menunjukkan, 72 persen kecelakaan terjadi karena pengawasan yang kurang dan pembiaran terhadap perilaku berlalu-lintas yang tidak benar. Jadi, faktor kesalahan manusia yang lebih dominan.

Sampai kapan ini terjadi? Sejauh kesadaran berlalu-lintas yang aman tidak dijaga bersama, selamanya jalan raya menjadi kuburan yang bising sekaligus menakutkan.[]






Badge_@ayi.png


follow_ayijufridar.gif

Sort:  

Serem banget, itu seperti ketidakberuntungan beruntung. Paragraf pertama persis film horor

Jadi ingat film Scream yang para tokohnya mengalami kecelakaan beruntun. Atau film Just My Luck di mana Lindsay Lohan mengalami keberuntungan beruntun lalu kesialan beruntun. Tapi begitulah hidup, ada saatnya untung tak dapat diraih dan malang tak dapat ditolak.

Coin Marketplace

STEEM 0.30
TRX 0.12
JST 0.034
BTC 63799.64
ETH 3130.40
USDT 1.00
SBD 3.97