Menjemput Berkah: Jualan Bubur Kanji di Bulan Ramadan

Seperti ramadan tahun lalu, kami juga menjual bubur kanji. Ini adalah bisnis tahunan yang hadir setahun sekali, yaitu setiap bulan ramadan. Jualan bubur kanji tahun ini adalah untuk kedua kalinya kami jalani, dan Alhamdulillah tidak mengecewakan.

Image source

Tahun ini, kegiatan jualan bubur kanji di hari pertama puasa berjalan lancar. Jika tahun kemarin kami hanya membuka satu lapak, kali ini kami tambah satu lapak lagi di Neusu. Kebetulan, teman istriku yang menjaga lapak kami di sana. Kami mulai buka selepas shalat ashar. Menjelang waktu berbuka kami sudah tutup alias gulong tika. Semakin cepat barang dagangan kami habis, semakin cepat pula kami balik kanan. Dalam sehari, kami hanya berjualan selama satu jam tiga puluh menit.

Namun, tidak semua rencana berjalan sempurna. Lapak bubur kanji kami di Neusu kurang menjanjikan. Pada hari pertama, hanya laku tiga bungkus saja, sementara di hari kedua jumlah yang laku sedikit meningkat menjadi delapan bungkus. Kami tidak tahu apa masalahnya, apakah karena promosi yang kurang atau posisi lapak yang tidak terlihat jelas oleh pengguna jalan. Mungkin saja tulisan jualan bubur kanji tak terbaca dengan jelas, sehingga orang-orang tidak tahu ada yang menjual bubur kanji di sana. Soalnya, jalan di Neusu itu selalu ramai bahkan di luar bulan ramadan juga begitu.

Image source

Nasib berbeda terjadi pada lapak utama di Jalan Ramasetia, Lampaseh Kota. Pada hari pertama, jualan kami lancar jaya bahwa ada calon pembeli yang tidak kebagian karena bubur kanjinya lebih dulu habis. Hal yang sama juga terjadi di hari kedua, bubur kanji jualan kami lebih cepat habis bahkan sebelum waktu berbuka tiba. Ada beberapa calon pembeli yang harus gigit jari karena tidak kebagian bubur kanjinya.

Apa yang terjadi ini kami anggap sebagai tantangan sekaligus berkah. Lancarnya penjualan di lapak Jalan Ramasetia mungkin karena para pembeli sudah hafal lokasinya. Tahun lalu kami juga berjualan di tempat yang sama, dan memudahkan mereka mencarinya. Apalagi, beberapa pembeli yang datang ke lapak kami adalah pembeli yang sama pada ramadan tahun lalu. Mereka sudah menjadi langganan kami, soalnya hampir setiap hari mereka membeli kanji di tempat kami. Jika pun mereka absen membeli, itu pun bisa dihitung dengan jari.

Sampai sekarang kami belum memutuskan apakah lapak kami di Neusu akan tetap kami pertahankan atau tidak. Kami akan memantaunya selama beberapa hari ini. Jika memang prospeknya kurang bagus, kami memilih tak akan melanjutkan jualan di Neusu. Dengan demikian, jatah bubur kanji yang kami jual di sana bisa kami oper ke jalan Ramasetia. Pun begitu, kami tak akan gegabah dalam mengambil keputusan. Hal ini kami anggap sebagai tantangan.

Memulai bisnis itu (meskipun bisnis kecil-kecilan) tak pernah mudah. Kami ingat, tahun lalu lapak kami di Lampaseh Kota juga tidak begitu menjanjikan. Namun, seiring waktu, jumlah pembeli terus bertambah dari hari ke hari, hingga sebagian dari mereka menjadi langganan kami, yang pada ramadan tahun ini juga masih setia membeli kanji di tempat kami. Inilah berkah yang harus kita syukuri.

Pada bulan ramadan, seorang steemian pun bisa menjadi penjual bubur kanji. Keren, bukan?