LEGALITAS ABORSI DAN PELANGGARAN HAK HIDUP DI INDONESIA

in #legalitasaborsi7 years ago

oleh : Zeska Julian Taruna Wijaya 

Pendahuluan 

“Indonesia merupakan negara hukum”, kata-kata inilah yang termaktub dalam Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Berdasar ketentuan ini, semua permasalahan yang ada dalam masyarakat di aktifitas kehidupan kesehariannya diselesaikan menurut aturan yang berlaku. Aturan ini berlaku secara nasional tanpa memandang suku, ras , agama, yang beranekaragam di indonesia. Hal ini dimaksudkan agar tujuan negara yang termaktub dalam preambule Undang- Undang Dasar 1945 dapat terwujud. Tujuan negara menurut preambule undang-undang dasar 1945 yaitu : 

  1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia 
  2. Untuk memajukan kesejahteraan umum, 
  3. Mencerdaskan kehidupan bangsa,   
  4. Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial 

Untuk mencapai tujuan negara tersebut tentunya harus ada partisipasi masyarakat yang akan menjadi salah satu pihak yang menjalankan sebuah peraturan. Peraturan dibuat bersumber dari kepentingan masyarakat, menjamin hak asasi manusia dan demi menjaga ketertiban umum. Jadi, hendaknya negara yang membuat peraturan dalam hal ini lembaga Legislatif tidak sewenang-wenang membuat peraturan untuk kepentingannya sendiri. Negara mempunyai tugas untuk menjalankan kewajibannya, dan masyarakat berhak atas jaminan hak-hak dasarnya. Hal ini terjadi karena negara adalah wadah penampung semua hak dari masyarakat, meskipun masyarakat sendiri mempunyai kewajiban terhadap negaranya. Dalam pelaksanaan fungsinya, negara mempunyai kewajiban dalam melindungi warga negaranya. Menurut Leslie lipton fungsi negara yang asli dan tertua adalah perlindungan, karena negara di bentuk oleh individuindividu untuk memperoleh perlindungan dan negara terus di pertahankan untuk memelihara tujuan tersebut ( Mansur 2007:9). Salah satu hal yang paling nampak dalam perlindungan untuk warga negara oleh negara ialah ketika warga negara berhadapan dengan hukum. Dalam hal ini biasanya terjadi suatu pelanggaran aturan yang melibatkan pelaku dan korban. Untuk pelaku tentu sudah lumrah bila selayaknya hak-haknya dipenuhi, karena dalam KUHP sendiri terdapat asas persumption of innocent, yang intinya seseorang tidak dapat dikatakan bersalah sebelum terbukti dan dijatuhi hukuman mengenai perbuatan yang telah ia perbuat. Dalam pelaksanaanya pun, setelah dinyatakan bersalah hak-hak pelaku tindak pidana masih dilindungi oleh negara, contohnya adalah lembaga pemasyarakatan (LAPAS). Namun demikian, saat ini hak-hak korban di lembaga pemasyarakatan belum memadai. Belum ada lembaga permasyaraktan untuk korban, dimana keberadaan mereka penting untuk direhabilitasi oleh negara. Setelah putusan pengadilan pun masyarakat yang menjadi korban hanya mendapat perasaan puas, dalam artian korban yang merasa sakit hatinya terbalas ketika sang pelaku di hukum, namun korban tidak mendapatkan rehabilitasi atas perlakuan yang dilakukan tersangka. Kasus di atas menunjukan bahwa sebagian perkara tindak pidana yang terjadi di sekitar kehidupan masyarakat terabaikan sedemikian rupa, dan hal itu harus menjadi perhatian oleh pemerintah. Persoalannnya, bagaimana bila ternyata pelanggaran hak di masyarakat ternyata didukung oleh regulasi yang dibuat pemerintah? Aturanaturan ini hanya berfokus pada si penjatuhan hukuman si pelaku, bahkan si pelaku pun dapat dikatakan tidak bersalah ketika menjalankan hal-hal tersebut dalam kondisi tertentu. Contohnya adalah legalisasi perilaku aborsi oleh Undang-Undang, padahal tindakan itu adalah aksi penghilangan nyawa dan peniadaan hak hidup manusia. Kategori hukumnya jelas, yaitu perbuatan tindak pidana. Berdasarkan pertimbangan tersebut, penulis tertarik menulis artikel yang menganalisa perilaku aborsi yang dilegalisasi oleh Undang-Undang di Indonesia.

 

Mengenali Aborsi:

 Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, pertama, aborsi Spontan/ Alamiah atau Abortus Spontaneus. Kedua, aborsi Buatan/ Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis. Ketiga, aborsi Terapeutik/ Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum. Aborsi spontan/ alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma. Aborsi buatan/ sengaja/ Abortus Provocatus Criminalis adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak). Sedangkan aborsi terapeutik/ Abortus Provocatus therapeuticum adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. (www.anneahira.com/pengertian-aborsi.htm, “Aborsi”, Semarang : 8 Desember 2013). Dari pengertian aborsi di atas bila merujuk pada pengertian tentang aborsi spontan tentunya bukan merupakan kehendak dari si pelaku atau di buat-buat karena terjadi secara alami. Aborsi ini terjadi di luar kehendak si pelaku terlepas dari anak itu memang diinginkan oleh si pemilik kandungan atau pun tidak. Namun ada pengecualian bila ternyata si ibu sengaja melakukan aktifitas berat atau sengaja memakan/meminum suatu zat yang di tujukan untuk membuat lemah kandungan maka dapat digolongkan pada pengertian kedua. Aborsi yang menjadi permasalahan adalah aborsi yang terjadi merupakan kehendak dari si pelaku. Dengan diambilnya keputusan oleh si pelaku maka dapat dikatakan si pelaku sengaja melakukan pembunuhan atau dengan sengaja merenggut nyawa individu lain. Hal ini dikatakan merenggut nyawa karena biasanya kehamilan diketahui oleh si pelaku setelah si janin mempunyai nyawa atau sudah menunjukan tanda-tanda kehidupan di dalam kandungan dan oleh karena itu berarti si janin sudah selayaknya mendapatkan perlindungan oleh negara dalam hal pengakuan hak asasi manusianya terkait hak untuk hidup. Sebab hak asasi manusia adalah hak yang bersifat kodrati yang dimiliki manusia sejak dia mempunyai nyawa dalam kandungan. Jadi dalam hal ini si ibu sudah dapat dijatuhi hukuman seperti yang tertera pada Pasal 299, Pasal 346- 349, Pasal 383, dan Pasal 535 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Alasan umum perempuan melakukan aborsi di Indonesia biasanya karena hamil di luar nikah.(http://www.parentsindonesia.com, “7 Alasan Aborsi”, Semarang : 8 Desember 2013) Pertanyaan selanjutnya ialah bagaimana bila ternyata pengguguran dilakukan karena alasan medis yang harus dilakukan karena adanya keadaan yang menekan (daya paksa)? Sebenarnya disinilah yang di akomodir oleh negara. Di satu sisi tindakan aborsi biasanya adanya pertimbang untuk menyelamatkan nyawa si ibu atau si anak oleh keluarga bahkan dapat saja kedua-duanya selamat. Namun, akan menimbulkan masalah yang besar di kemudian hari misal anak tersebut akan menderita kelainan cacat mental atau fisik, atau pun si ibu yang terkena dampaknya. Maka dari itu agar tidak menjadi masalah yang berlarut-laurt keluarga memutuskan untuk menggugurkan kandungan karena dianggap anak akan menderita ketika lahir, misal apabila anak itu besar akan dicemooh, merasa terkucil, yang intinya tidak dapat hidup secara normal dan baik seperti anak-anak lain pada umumnya. Kebanyakan orang tua tidak mau mengambil resiko dalam hal ini. Di sisi yang lain, sebenarnya terjadi pemufakatan jahat karena keluarga bersekongkol untuk melakukan pembunuhan terhadap seseorang yang telah mempunyai nyawa dan itu semua di dorong atas kehendak keluarga karena menurut mereka inilah jalan yang terbaik kedepannya. Keluarga juga bersekongkol dengan dokter dalam melakukan pembunuhan ini dan yang pasti hal itu akan berdampak pada pelanggaran hak hidup seorang bayi. Persoalannya, mengapa hal tindakan itu masih diakomodir oleh negara. Penulis sendiri menganalisa, selayaknya hukum itu dibuat berasal dari hak-hak warga negara yang berkepentingan untuk memenuhi kebutuhannya tetapi dalam hal yang positif dan dianggap itu memenuhi tujuan hukum yang termaktub untuk memenuhi asas keadilan, kemanfaatan dan asas kepastian hukum. Jadi aturan yang termaktub dalam Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan sudah selayaknya ada, karena hal itu bukan sekedar kepentingan negara atau hanya 1 (satu) atau 2 (dua) orang individu tetapi merupakan kepentingan semua orang. Negara juga tidak bodoh dalam memfasilitasi aborsi. Memang benar Negara disini secara tidak langsung dalam kasus aborsi melegalkan pembunuhan terhadap janin yang bernyawa dan melakukan pengabaian terhadap hakhak si janin. Negara mendukung itu berdasar tuntutan masyarakat yang disesuaikan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat, misal dilakukannya aborsi ketika nyawa si ibu terancam, dan seterusnya. Namun demikian, alasanalasan tersebut tentu harus berdasar pertimbangn ahli dalam hal ini dokter kandungan, keluarga si pelaku, juga si pelaku itu sendri. Menurut UU Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 pasal 15 disebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Maksud dari kalimat ‘tindakan medis tertentu ialah berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kemampuan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta pertimbangan tim ahli dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan serta suami dan keluarga Sedangkan menurut UUKesehatan No 36 Tahun 2009 Pasal 75 ayat (2) dinyatakan bahwa larangan aborsi dapat dikecualikan berdasarkan, pertama, indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau kedua, kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. 

Kesimpulan :

Berdasarkan pembahasan di atas, penulis berkesimpulan bahwa aborsi mendapat dukungan dari negara, dalam hal ini terlihat dari Undang –Undang yang memperbolehkannya. Tetapi hal ini tidak bisa hanya di lihat dari satu sisi karena Undang-Undang dibuat berdasarkan tuntutan dari masyarakat itu sendiri. Maka dari itu, tindakan aborsi tidak semudah membalikan telapak tangan, harus ada pertimbangan- pertimbangan yang mendasarinya. Tentunya, sudah menjadi tugas pertimbangan terutama oleh lembaga kedokteran dan polisi serta peran serta masyarakat untuk mencermati tindakan aborsi, mana yang boleh dan mana yang tidak dibenarkan. Di samping itu, Undang-Undang yang memperbolehkan aborsi harus dikritisi kembali melihat dinamika sosial masyarakat yang terus berkembang. Apalagi, kita tahu bahwa hak hidup merupakan hak yang tidak bisa dikurangi dalam kondisi apapun (non derogable right) dan aborsi bagaimanapun adalah tindakan penghilangan nyawa dan hak hidup manusia. Pertimbangan lainnya ialah bahwa kebanyakan masyarakat melakukan aborsi karena kwatir tidak sanggup memenuhi kebutuhan anaknya ketika lahir, dan apalagi sekedar alasan kumpul kebo.


Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.15
JST 0.028
BTC 60274.16
ETH 2339.61
USDT 1.00
SBD 2.55