Nostalgia dari Jogja: 'Helm Ciduk'

in #jogja6 years ago (edited)

Belakangan ini kita familiar dengan kata ‘tercyduk’ (tulisan yang sedang trend memang memakai huruf ‘y’). Sebagai anak jurusan bahasa, sebenarnya saya sangat terganggu dengan salah eja yang disengaja itu. Tapi ya sudah lah, mungkin maksud penciptanya biar keren dan cepat terkenal.

Saya tidak membahas tentang kata ‘tercyduk’ sendiri. Tapi kata ini langsung mengingatkan saya pada sebuah nostalgia dari kota gudeg, Jogja. Yang namanya nostalgia, berarti sekarang sudah tidak eksis lagi ya. Nostalgia yang saya maksud adalah mengenai ‘helm ciduk’ atau ada juga yang mengebutnya ‘helm cetok’.

image

Sumber

Ikhwal penamaan yang unik ini merujuk pada bentuk helm. Sekilas helm ini mirip dengan helm proyek. Dibuat dari bahan plastik dengan tali berupa karet elastis selebar 2cm yang disangkutkan ke dagu. Di bagian dalam tidak ada pelindung apa-apa, tidak ada spons atau bantalan lain untuk melindungi kepala. Yang ada hanya semacam kerangka yang terbuat dari plastik juga. Kalau kita balik helmnya, tara.....seperti semacam ‘ciduk’ atau gayung yang bisa dipakai untuk mengambil air. Tentu saja ini bukan bualan semata, karena memang kita bisa ‘menyiduk’ air menggunakan helm ini karena bisa dipastikan tidak ada bagian helm yang rusak karena air.

image

Sumber

Sebelum ada peraturan mengenai kewajiban menggunakan helm berstandar SNI, helm ciduk ini adalah jenis helm yang sangat populer di kalangan mahasiswa. Boleh dibilang helm sejuta umatnya mahasiswa di Jogja. Bagaimana tidak, helm ciduk ini hanya dihargai 10 atau 15 ribu per buahnya, sangat cocok untuk mahasiswa yang sudah akrab dengan hidup serba pas-pasan, dalam arti harfiah. Nah, karena harganya sangat murah, tidak usah diributkan lagi kualitasnya. Bahan plastik tipis membuat helm ini sangat ringkih sehingga sekali banting bisa dipastikan pecah dengan sukses. Ada juga yang bahannya agak tebal, tapi harganya tentu saja menjadi tidak ramah kantong mahasiswa lagi. Yang unik lagi, helm ini dulu sering menjadi sasaran untuk menempelkan aneka stiker warna-warni. Yang paling populer tentu saja stiker bertuliskan plesetan-plesetan ala Dagadu, atau stiker dengan tulisan lucu lainnya seperti “Ngebut Benjut” (artinya kalau ngebut bisa bonyok).

image

Sumber

Kalau boleh jujur, sebenarnya helm ini tidak layak disebut helm. Lihat saja bentuknya yang lebih mirip topi tapi terbuat dari plastik dan strukturnya tidak menutupi seluruh kepala. Maka wajar saja kalau kepolisian akhirnya melarang penggunaan helm ini karena membahayakan penggunanya. Alhasil, sekitar tahun 2008, helm ciduk ini sudah bisa lagi dijumpai di jalanan kota Jogja.

Ssst...saya intip di marketplace, helm ciduk ini sudah termasuk barang kuno. Harga perbijinya bisa sampai Rp 125.000. Wah, mahal juga ya...Tapi sepertinya banyak orang sudah membuang helm-helm ini, tidak terpikir untuk menyimpannya.



Please follow @horazwiwik

Sort:  

Saya juga pernah pake helm ciduk mbak sewaktu kuliah dulu, sebelum helm chip populer, sekitar tahun 1998. Dulu ngtren bener helm itu. Hel warna putih trus di belang helm di tempelin stiker buat tanda biar ga ketukar ama teman kampus.

hahaha, toss mba @yuslindwi.. saya juga dulu pemakai setia helm ini, beberapa kali beli karena insiden pecah ato ketinggalan di warnet wkwkwk..

Ha ha ha nostalgia yang sama😘👍👍👍

Wah ini.. memori masa2 kuliah.. :D
Helm tanpa stiker, rasanya ada yang kurang

Hahaha bener banget mas. Ga ad sticker itu jd garing helmnya...klo ad sticker agak garang dikit hahaha

Upvoted ☝ Have a great day!

Coin Marketplace

STEEM 0.20
TRX 0.12
JST 0.028
BTC 64268.35
ETH 3499.18
USDT 1.00
SBD 2.51