Hilangnya Badik Titipan Ayah karena Kejar Tayang
Beberapa hari ini entah kenapa saya lagi suka nonton film Indonesia dengan beragam genre dan artis. Filosofi Kopi, Mars Meet Venus, Di Balik 98, Yo Wis Ben, Siti, dan lain lain, adalah sederet film yang menemani saya di .waktu senggang kemarin.
Dari sekian banyak film bioskop yang saya tonton, ternyata ada satu film berbeda dari lainnya. Sebuah FTV (film televisi) produksi S*TV berjudul "Badik Titipan Ayah."
Jangan bayangkan sebuah film televisi yang berisi cinta-cintaan antara si kaya dan si miskin, atau pasangan yang tinggal dengan mertua bengis nan licik. Film yang berlatar daerah Makassar ini memiliki alur cerita yang simple namun kompleks, membuat penonton tidak bosan menyaksikannya.
Film arahan Dedy Mizwar ini berkisah tentang Tenri (Tika Bravani) yang melakukan Silariang (kawin lari) dengan Firman (Guntara) karena suatu alasan hubungan mereka tidak direstui oleh Tetta/ayah dari Tenri yang bernama Karaeng Tiro.
Aso (Reza Rahadian) yang sedang menempuh semester akhir perkuliahan terpaksa kembali karena perintah Tatu disebabkan masalah adiknya tersebut. Sampai di Bira, Aso baru mengetahui fakta mengangetkan tentang pelarian Tenri dengan Firman yang sekaligus teman baiknya sedari kecil.
Adat Makasar yang menjunjung kehormatan diri dan keluarga lebih dari apa pun, membuat Tetta yang buta memerintahkan Aso untuk menegakan kembali kehormatan keluarga mereka dengan memberikan badik bernama Ilas Sandrego. Darah harus tumpah demi kehormatan. Dari sinilah konflik memuncak.
Dari alur dan plot yang disusun rapih dan apik, ditambah akting pemainnya yang jempolan, penonton sungguh dimanjakan hingga akhir film yang masih disuguhkan pula pertanyaan ambigu tentang hitam dan putih cerita.
Saya menilai film televisi ini layak diacungi lima jempol, karena digarap penuh keseriusan dengan segala teknik sinematografi yang matang, ditambah pula akting pemainnya yang tidak kacangan, bukan hanya sekedar Reza Rahadian, Widyawati dan Tika Bravani yang memang aktor kelas atas, tetapi juga pemain pendukung seperti Ilham Anwar yang berperan sebagai Limpo, anak angkat Tetta. Layak ditonton untuk menghabikan akhir pekan.
Ocehan Lepas
Sejujurnya gue merasa sedih saat melihat film televisi produksi tahun 2010 ini. Bukan karena ceritanya melow atau cengeng, tetapi karena menyadari kenyataan betapa terpuruknya acara pertelevisian di Indonesia.
Pertelevisian kini hanya menjadi pabrik industri bagi pemilik modal. Selama bisa menghasilkan banyak keuntungan dengan pengeluaran modal sekecil dan seminim mungkin, maka sekumpulan sampah pun akan mereka kemas dengan pita pink berbentuk bunga cantik untuk disuguhkan kepada kita para penonton. Ya benar, acara televisi kekinian yang bertuhankan rating demi meraup keuntungan tanpa memedulikan penikmat tayangan.
"Yah, negara kita jangan dibandingin dengan negara lain yang lebih maju dunia perfilmannya." Sumpah, menurut gue kalimat seperti itu adalah hinaan telak bagi para pelaku dunia pertelevisian Indonesia.
Faktanya, banyak film dengan nilai bagus yang telah dibuat oleh sineas Indonesia. Badik Titipan Ayah, yang kita bahas di atas. Si Doel Anak Sekolahan, yang dari tahun 90-an hingga sekarang masih ditayangkan berulang, dan bahkan sudah dibuat versi layar lebarnya. Sore: Istri dari Masa Depan yang merupakan web series bertema drama fantasi romantis dan sungguh layak untuk ditonton karena menghadirkan kisah percintaan yang enggak kacangan. Ben & Jody, spin off dari Filosofi Kopi sebelum memasuki film keduanya, dan masih banyak lagi tontonan hasil sineas Indonesia yang punya kualitas bagus.
Masalah mendasar dari sampahnya tayangan televisi Indonesia adalah format kejar tayang yang memberangus kreativitas insan perfilman. Saya bisa bilang begitu karena mempunyai teman yang bergelut di bidang penulisan naskah FTV, dan merasakan bagaimana konyolnya sistem yang diberlakukan pihak televisi. Salah satu kekonyolannya adalah penulis naskah dituntut untuk membuat cerita yang menjiplak tema/alur film atau dongeng, dan cerita itu pun harus ada konflik di setiap scene adegan, sehingga tidak heran kan kalau FTV Indonesia banyak adegan berlebihan yang dibuat-buat.
Lebih konyolnya lagi, ada teman lain yang ceritanya sudah fix dan diterima, justru malah dituntut untuk merubah 99% isi karyanya, bahkan hingga ke judulnya, sesuai keinginan produser.
Dalam pembuatan FTV pun, waktu produksi dari awal hingga akhir, termasuk pengeditan naskah, pencarian lokasi, pendalaman karakter, riset, dll, hanya diberikan tenggat 1-2 minggu. Sebuah kemuskilan untuk membuat sebuah karya bagus dalam tenggat waktu sesingkat itu. Tidak heran jika di semua tanyangan televisi seperti FTV dan Sinetron, digunakan Voice Over sebagai penambal dari kurang dan ceteknya pendalaman karakter. Beda jauh dengan akting aktor yang memang diberikan waktu pendalaman karakter, seperti tokoh Limpo di Badik Titipan Ayah, yang di satu scene dia marah, dan menunjukkan kemarahannya yang membuncah dengan ekspresi dan laku hingga membuat penonton terbawa dalam atmosfir yang dibangunnya.
Semua itu lebih diperparah lagi dengan jenis keberagaman acara yang ditayangkan. Dari hari senin hingga kembali ke hari senin lagi, jenis acara yang ditayangkan tidak berubah. Bukan hanya jenis malah, karena banyak juga acara yang ditayangkan seminggu penuh di stasiun televisi. Dan hal itu terjadi karena faktor mencari keuntungan besar dengan modal seminimal mungkin. Karena jika setiap hari program yang ditayangkan berbeda maka otomatis biaya produksi yang dikeluarkan akan meningkat drastis, disebabkan banyaknya pos-pos produksi dari setiap acara.
Akhirnya sampailah pada pertanyaan yang menggantung di benak saya kini; "Kapan program televisi Indonesia akan naik peringkat, dengan ditayangkannya acara-acara berkualitas yang tidak hanya mencari keuntungan dan bertuhankan rating, seperti FTV Badik Titipan Ayah? Apakah acara televisi bagus hanya diperuntukkan bagi mereka yang punya uang dan mampu memasang parabola?"
Re-Kun
Bandar Lampung, 28 Juli 2018
Congratulations @re-kun! You have completed the following achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :
Award for the number of upvotes received
You published a post every day of the week
Click on the badge to view your Board of Honor.
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP
To support your work, I also upvoted your post!
Ini keren pisan Kang..
Nuris jadi tertarik dengan FTV Badik Titipan Ayah ini sepertinya di dalam filmnya banyak unsur budayanya ga sih Kang?
Keren Kang tulisannya..
Salam dari Bandung Kang🙏
Memang bagus filmnya... Budaya bugis menjadi latar cerita dan lumayan menarik untuk dipelajari, walaupun tidak terlalu banyak...
Salam dari Lampung... 😊
Wah senangnya ada yang suka budaya Bugis Makassar
Wah dari Makassar ternyata... 😁
Iya hehe...
Tapi domisili di Surabaya.
Ewako, Makassar!