Curhat di Steemit, Besarkah Bangsa Saya?

Sumber

Winston Churchill pernah berkata, sebuah bangsa besar ditentukan kebesaran para pemimpinnya dan juga kebesaran segenap warganya. Membaca kalimat ini tiba-tiba saya bertafakur, bagaimana dengan bangsa saya? Apakah bangsa saya sebuah bangsa besar? Bila iya apakah pemimpin bangsa saya adalah pemimpin bangsa yang besar? Apakah Ia memimpin warga yang juga rakyat yang besar?

Ah, saya tidak cukup ilmu untuk menjawab ini. Saya tidak cukup data. Tapi bila boleh menjawak sekadarnya, tanpa referensi, tanpa data, sepertinya saya harus berkata tidak. Mengapa? Karena hal-hal sepele di negeri ini tak pernah bisa teratasi.

Jakarta sebagai ibu kota negara saja, tempat para pemimpin bangsa ini bermukim, setiap tahun dilanda banjir.

Mengapa persoalan yang sama bisa terus berulang? Entahlah. Saya juga tidak terlalu berani untuk mengatakan negeri ini berjalan sendiri tanpa pemimpin. Karena faktanya bangsa ini memang benar-benar memiliki pemimpin.

Beda sama Belanda. Ya, kerajaan Belanda memiliki wilayah yang berada di bawah permukaan laut, tetapi mereka pandai mengahalau banjir. Tapi tidak kita. Sepertinya kita tak pandai-pandai. Walau anggaran untuk studi banding selalu ada. Tak hanya di pusat, bahkan sampai ke kabupaten/kota.

Apa lagi di kota saya tinggal, Kota Lhokseumawe. Kota saya ini cuma punya wilayah empat kecamatan saja dengan jumlah desa 68 yang disebut gampong. Ke empat kecamatan ini berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Sebagai daerah pesisir, sejatinya tidak sulit menghalau banjir karena air bisa dipompa ke laut lepas. Tapi hujan 15 menit, pusat kota langsung tergenang.

Hal ini juga sudah terjadi bertahun-tahun. Entah apa pula cita-cita para pemimpin di sini.

Kemarin saya menulis tentang pengemis yang semakin membeludak dari tahun ke tahun. Bahkan banyak anak-anak yang usia sekolah. Pemandangan yang langsung memaksa pikiran ini untuk menyimpulkan betapa banyak orang miskin di daerah saya. Sekali lagi, kemana para pemimpin?

Padahal negeri ini negeri yang makmur. Sejak tahun 1974 daerah ini sudah dilabel dengan penghasil minyak dan gas. Sungguh negeri yang makmur seharusnya. Tetapi kemakmuran ini hanya tinggal pada bait-bait lagu Kolam Susu milik Koes Plus. Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Sudah begitu saja. Cukuplah makmur dalam lagu, tidak pada realitas. Entahlah.