ACEHNOLOGI DALAM PENGUMULAN IDENTITAS: Sejarah Persia dan Syi'ah Di Aceh

in #indonesia6 years ago (edited)

20180724_113636~2.jpg

Dalam buku Acehnologi volume keempat ini, juga terlihat kejelian penulis @kba13 untuk menjadikan Aceh sebagai satu keilmuan. Dan mencoba menguraikan Acehnologi dalam pergumulan identitas dan kali ini saya akan mereview bab 33 mengenai Sejarah Persia dan Syi'ah Di Aceh.

Sejauh ini, ada dua pendapat mengenai kedatangan Syi’ah ke Aceh. Pertama, pandangan mengatakan bahwa tidak ada pengaruh Syi’ah di provinsi ini. Kedua, para sarjana dari Aceh yang mengatakan bahwa Aceh merupakan tempat pertemuan antara sunni dan Syi’ah. Dalam studi tersebut, terdapat bukti kuat bahwa ada elemen-elemen Syi’ah di dalam kebudayaan masyarakat Aceh. Sarjana lokal seperti A. Hasjmy, Junus Djamil, dan Aboebakar Atjeh telah sepakat untuk memunculkan argumen bahwa terdapat aliran Syi’ah di Aceh.

Tentang bagaimana orang sunni mendeklarasikan bahwa mereka merupakan bagian dari sejarah Syi’ah di Asia Tenggara. Dengan kata lain, sejarah islam di Aceh adalah sejarah sunni, bukan sejarah Syi’ah.Hari ini, di Aceh masih terdapat kampung dan trandisi yang merupakan bagian dari pengaruh Syi’ah. Di Aceh Utara, masih di jumpai kelompok yang melestarikan tradisi Syi’ah. Mereka hidup bersama dengan kelompok sunni, tanpa ada konflik.

Sementara di Pidie Jaya, juga masih ditemukan kampung yang mirip dengan tradisi dan ajaran Syi’ah. Di Aceh Jeumpa, tidak kalah dengan tempat lain, ada kelompok yang masih memperingati beberapa ritus dan tradisi Syi’ah secara terbuka. Bahkan generasi muda Aceh yang berlatarbelakang sunni agaknya pro-Syi’ah dan “ membela “ sekten ini dari dominasi kekuatan sunni di Aceh. Mereka memandang bahwa Syi’ah merupakan salah satu madzhab yang paling ninamis dan terkadang memberikan kepada mereka inspirasi dalam bidang intelektual dan spiritual.

Beberapa relasi saya memberitaukan bahwa generasi muda yang pro-Syi’ah merupakan lulusan dari beberapa universitas di Iran, dimana mereka terkadang tidak mendapatkan beasiswa dari perintah Aceh maupun pemerintah indonesia. Situasi ini menarik dicermati, misalnya, dibandingkan dengan beberapa generasi muda Muslim di Iran, secara diam-diam, mereka ternyata masih menyimpan rasa simpati terhadap agama kuno Iran.

Bab ini telah menunjukkan bagaimana pengaruh Syi’ah di Aceh. Namaun demikian, agaknya perlu melakukan berbagai pengkajian ulang mengenai keberadaan Syi’ah di provinsi ini, baik secara sejarah maupun antropologi, dimana agaknya banyak sekali kaitannya dengan tradisi persia. Dalam bab ini, telah dijumpai bahwa pengaruh Syi’ah tidak hanya di dalam sejarah keberadaan Islam di Aceh, tetapih juga di ketemukan di dalam materi kebudayaan.pada saat yang sama, orang Aceh masih memiliki pemikiran bahwa Syi’ah dan persia telah memberikan kontribusi terhadap indentitas orang Aceh.

Inilah agaknya mengapa para sarjana lokal di Aceh masih menyimpan anggapan bahwa sejarah Islam di Aceh tidak pernah menganggap Syi’ah sebagai kompetitor bagi keberadaan sunni. Karena itu, tidaklah bijak untuk mengusun konflik sunni dan Syi’ah di Timur Tengah ke Aceh. (Acehnologi vol 4 hlm 961)

Untuk menetahui mengapa orang Aceh tidak terlalu mempermasalahkan asal usul kebudayaan mereka, maka perlu di jelaskan pola pikir yang menjadi arah kosmonologi ke-Aceh-an. Ini tentu saja akan menjadi jembatan awl untuk mengenal bagaimana tata pikir orang Aceh dan mengapa mereka begitu susah ditaklukkan, baik oleh penjajah maupun oleh pemerintah pusat, ketika era konflik.

Jika kemudian ada upaya untuk membongkar sistem pemikiran masyarakat Aceh, maka usaha tersebut agaknya hanya mampu pada usaha fragilitas yaitu upaya menggoyang. Walaupun tidak ada lagi pusat kekuasaan yang menopang sistem berpikir orang Aceh, namun kosmologi ke-Aceh-an agaknya masih dapat ditemukan didalam masyarakatnya.

Lagi lagi pola pikir tentang Kosmologi harus dijelaskan kembali, agar orang Aceh tidak terlalu memperdebatkan asal usul mereka.

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.15
JST 0.029
BTC 62084.99
ETH 2415.83
USDT 1.00
SBD 2.62