Fiction #5 : Pertanyaan Hidup

in #indonesia6 years ago (edited)

What-Are-the-Qualities-to-Look-for-in-a-Spouse-1.jpg

source image

"Kak gimana ya rasanya menjadi Aisha?" tanya Cici kepada kakaknya.

Mendengar ucapan adik semata wayangnya, Heni menengok ke arah adiknya yang masih saja memegang dua lembar tiket film yang dua jam lalu usai ditontonnya.

"Ngga tau adekku sayang." balas Heni seraya mencubit pipi adiknya gemas.

Meski sudah berusia delapan belas tahun, Heni masih memperlakukan Cici seperti anak berusia lima tahun. Baginya, Cici tetaplah adik kecil yang akan membuatnya naik darah bagi siapapun yang mengganggunya. Cici memegang pipi bekas cubitan kakaknya. Sekalipun berteriak, cubitan seperti ini tidak akan dapat dihindarinya. Sebuah kebiasaan kakaknya yang paling dibenci Cici.

"Kenapa sih kak, Aisha harus berpura-pura menyamar dan membiarkan Fahri menikah dengan orang lain." ucap Cici geram, mengingat beberapa adegan film yang sulit sekali dilupakannya.

"Ya, emang begitu jalan ceritanya dek." jawab Heni singkat, lalu membuka halaman novel yang yang tinggal beberapa halaman lagi akan selesai dibacanya.

"Kak.... dengerin aku dulu." bujuk Cici mengambil novel bersampul hitam yang sedari tadi dibolak-balik lembarannya itu.

Sore itu, Cici dan Heni turut menjadi bagian dari satu juta penonton yang menyaksikan kisah cinta Fahri di bioskop. Namun ada sedikit ketidakpuasan dengan beberapa adegan film yang ingin Cici tanyakan kepada Heni, kakaknya. Tapi, respon yang diberikan sungguh diluar dugaan. Kakaknya tetap asyik membaca buku.

"Inget dek, itu kan cuma film kenapa kamu begitu memikirkan kisah yang sudah jelas tidak nyata?" jawab Heni geram melihat tingkah adiknya.

"Kak, apa alasan Aisha sama dengan alasan ibu? Cici kangen ibu kak."

Tanpa sadar air mata mengalir dari sudut mata Cici, mengalir pelan menimbulkan setitik embun pada kaca mata yang sedari kecil melekat di kulit wajahnya. Heni memeluk adiknya erat. Hatinya ikut berkecamuk. Masih teringat jelas hari dimana ibu dan ayahnya bertengkar hebat. Meski sudah berlangsung sepuluh tahun yang lalu. Betapa perpisahan kadang menjadi sebuah keputusan yang tepat bagi orang dewasa. Sedangkan bagi anak yang saat itu berusa lima belas tahun, perpisahan adalah sebuah keputusan yang menimbulkan trauma begitu mendalam. Air matanya kini mulai ikut mengalir. Namun cepat-cepat dihapusnya. Kini, tangan kanannya justru dengan sigap mengambil novel yang dipegang Cici.

large.jpg

source image

"Dek, sinih kakak mau menunjukkan sesuatu." ucap Heni membuka lembaran novel pada halaman terakhir. Sebuah kutipan dari penulis. Di lembar kertas putih, Cici membaca tulisan yang ditunjuk kakaknya.

"Selalu ada tanya yang cuma bisa dijawab oleh waktu." (Azhar Nurun Ala)
Cici mengeja kutipan yang ditunjuk kakaknya dan membacanya pelan.

"Kita ini manusia biasa dek, ada banyak sekali pertanyaan dalam hidup yang tidak pernah kita ketahui apa jawaban yang sebenarnya." ucap Heni menatap lampu kamarnya yang seakan berubah menjadi redup.

"Termasuk berpisahnya ayah dengan ibu. Kelak, mungkin hanya waktu yang bisa menjelaskan kenapa hal tersebut bisa terjadi. Yang terpenting kita harus selalu mendoakan kebaikan untuk mereka ya, jadi....." ungkap Heni, tak melanjutkan bicaranya.

"Jadi apa kak?" tanya Cici tak mengerti.

Melihat ekspresi adiknya, Heni kembali mencubit pipi Cici yang kini berubah semakin memerah.

"Kak, hentikan...."




Tulisan ini terinspirasi dari film "Ayat-Ayat Cinta 2"

20180204_071309.jpg

Salam hangat,
@yulimia

Sort:  

Thanks for visiting :)

Berkelas tulisannya

Masih kalah bagus sama tulisan bapak @muh :)

Coin Marketplace

STEEM 0.20
TRX 0.13
JST 0.029
BTC 61402.08
ETH 3386.94
USDT 1.00
SBD 2.49